Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
88 Eksploitasi seksual komersil
10 tahun Rp 200 jt
89 c. Pelibatan anak dalam
kegiatan psikotropika d. Alkohol dan zat adiktif
a. Pidana mati, penjara seumur
hidup, atau max. 20 tahun
b. Max. 10 tahun- Min. 2 tahun
a. max. 500 jt - min 50 jt
b. Max 200 jt - min. 20 jt
90 Kejahatan
koorporasisindikatkelompok Pidana dijatuhkan
kepada pengurus koorporasi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Perlindungan Anak dalam Keluarga
Guna mewujudkan tingkat kesejahteraan sosial yang memadai, diperlukan intervensi faktor-faktor pembentukan kualitas hidup yang setara dengan perkembangan
peradaban manusia pada zamannya. Fenomena ini menunjukan bahwa proses menuju tercapainya tingkat kesejahteraan tertentu akan ditentukan oleh standar nilai yang
berlaku pada kurun waktu tersebut. Dalam hal ini setiap zamannya memiliki standar kesejahteraan tersendiri, yang disepakati secara luas dengan mengacu pada nilai-nilai
universal. Perwujudan sumber daya manusia yang berkualitas mulai dipersiapkan sejak
dini, bahkan sejak anak dalam kandungan. Insan terkecil tersebut membutuhkan perlindungan agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
maupun sosialnya, sehingga kelak menjadi pewaris masa depan yang berkualitas. Hal ini dapat terwujud apabila anak mendapatkan jaminan perlindungan dan kesejahteraan
yang memadai terutama terpenuhinya kebutuhan untuk kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan peran serta.
Namun demikian kenyataannya menunjukan bahwa upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, serta bimbingan,
rawatan, asuhan dan perlindungan terhadap diri anak, ternyata sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kondisi anak, dan situasi lingkungan yang ikut menentukan tingkat
kesejahteraannya. Akibatnya, dalam kehidupan sehari-hari masih ditemukan adanya anak yang belum memperoleh perlindungan yang memadai. Permasalahan yang cukup
memprihatinkan saat ini adalah opini tentang perlakuan yang salah, eksploitasi, kekerasan baik kekerasan fisik, mental, ekonomi, dan penelantaran terhadap anak yang
kurang mendapat perhatian yang memadai baik dalam keluarga maupun masyarakat. Aneka tindakan yang tidak wajar terhadap anak tersebut dapat menghambat tumbuh
kembang mereka terutama karena hak-haknya tidak terjamin dengan baik. Saat ini diupayakan perlindungan bagi anak-anak, baik dalam keluarga dan masyarakat oleh
berbagai segmen dalam masyarakat, namun masih bersifat persial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing segmen tersebut. Agar upaya ini dapat lebih terintegrasi,
terencana dan menjangkau semua anak Indonesia, maka pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan dan strategi perlindungan terhadap anak Indonesia, melalui Gerakan
Nasional Perlindungan Anak bertepatan dengan Hari anak Nasional 1997, sebagai perwujudan komitmen dari semua pihak untuk meningkatkan intensitas perhatian
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
keluarga dan masyarakat dalam mengatasi berbagai tindak kekerasan, eksploitasi dan penelantaran terhadap anak.
58
Keluarga merupakan komponen masyarakat terkecil di mana orangtua adalah lingkungan yang pertama dan utama bagi pembentukan kepribadian dan tingkah laku
anak. Dikatakan demikian karena sejak kelahirannya anak berada di lingkungan dan di bawah asuhan orangtuanya. Pola sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang ditanamkan
orangtua kepada anak melalui pengasuhannya itu merupakan landasan fundamental bagi perkembangan kepribadian dan tingkah laku anak. Ada 3 tiga komponen yang
saling terkait dengan hal tersebut yaitu : 1 konteks fisik dan sosial tempat anak hidup,
2 pengasuhan yang ditentukan secara kultur dan praktek - praktek pendidikan, 3 karakteristik psikologis orangtua.
Jika suatu faktor dapat dipisahkan sebagai faktor tunggal yang berpengaruh dalam perkembangan anak, faktor itu jelas faktor keluarga atau orangtua. Unit
keluarga, meskipun berubah secara drastis sebagai hasil inovasi teknologi dan sosiologis, tetapi tetap sebagai tempat sosialisasi utama.
59
Dengan cara apa dan bagaimana orangtua menanamkan pola sikap, perilaku, dan nilai kepada anak, sangat tergantung kepada filosofi atau cara pandang orangtua
tentang anak anak di mata orangtua. Cara-cara yang digunakan orangtua dalam
58
Sholeha Soeaidy, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 1990. hal.11.
59
Bagong Suyamto, Kekerasan Terhadap Anak, 23 November 2005. WWW. Google. Com.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
pengasuhan anak tersebut akan berdampak terhadap perkembangan kepribadian dan tingkah laku anak. Pada dasarnya ada tiga cara pandang orangtua terhadap anak, yaitu:
1 anak dipandang sebagai obyek, 2 anak dipandang sebagai subyek,
3 anak dipandang sebagai obyek sekaligus subyek. Orangtua yang memandang anak sebagai obyek, cenderung menggunakan pendekatan
authoritarian dalam mengasuh anak; dan orangtua yang memandang anak sebagai subyek, cenderung mengunakan pendekatan permissive atau laissez-faire dalam
mengasuh anak; sedangkan orangtua yang memandang anak sebagai obyek sekaligus subyek, cenderung menggunakan pendekatan authoritative dalam mengasuh anak. Ada
3 tiga tipe orangtua dengan karakteristiknya, yaitu: orangtua authoritarian, orangtua permissive, dan orangtua authoritative.
1. Tipe orangtua authoritarian berusaha untuk menentukan, mengontrol dan menilai tingkah laku dan sikap-sikap anak sesuai dengan yang ditentukan,
terutama sekali berdasarkan standar-standar yang absolut mengenai perilaku. Orangtua ini menekankan nilai kepatuhan yang tinggi terhadap kekuasaan atau
kewenangannya dengan menghukum, memaksa dengan kuat untuk mengekang ‘kehendak diri’ anak bila perilaku dan keyakinan-keyakinan anak bertentangan
dengan apa yang dipandang benar menurut orangtua. Pendekatan authoritarian menekankan pada kepatuhan yang keras, tanpa variasi ataupun negosiasi, dan
kurang memperhatikan lingkungan sekitar. Pendekatan ini terutama direkomendasikan untuk menghilangkan penyimpangan tingkah laku.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
2.
Tipe orangtua permissive mencoba untuk mereaksi terhadap perilaku hasrat dan keinginan, impuls-impuls anak, dengan cara tidak menghukum tetapi menerima,
mengiakan atau membolehkan. Orangtua ini tidak menawarkan dirinya kepada anak sebagai ‘agen’ yang aktif dan bertanggung jawab terhadap pembentukan
atau modifikasi tingkah laku anak saat ini atau di masa depan. Orangtua tipe ini menjadikan dirinya sebagai sumber penghidupan resource bagi anak, dan
menuruti keinginan atau kehendak anak. Pendekatan permissive atau laissez- faire menekankan pada kebebasan anak untuk berbuat atau beraktivitas dalam
mengembangkan dirinya. Dasar pertimbangannya bahwa anak memiliki hak dan kebebasan dan harus diberi kebebasan mengembangkan diri sesuai dengan
potensinya. Orangtua permissive adalah longgar secara berlebihan dan disiplin yang diterapkan tidak konsisten.
3.
Tipe orang tua authoritative berusaha menunjukkan atau mengatur aktivitas anak mereka dengan cara-cara yang berpusat pada isu rasional. Orangtua berusaha
merangsang tingkah laku yang diinginkannya pada anak melalui penjelasan- penjelasan dan mempertimbangkannya dengan anak. Orangtua tipe ini
memberikan dorongan lisan verbal ‘saling memberi dan menerima’ serta mengizinkan anak untuk duduk bersama-sama untuk ikut mempertimbangkan
apa yang tersirat dibalik policy mereka. Orangtua ini menggunakan kontrol tegas tetapi pada tingkat yang tidak terlalu membebani anak dengan retriksi atau
kekangan. Orangtua authoritative berusaha mengkombinasikan kekuasaan atau kewenangan dan induksi prabawa dalam membesarkan anak dengan aturan-
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
aturan yang dilihat sebagai hak dan kewajiban bersama yang saling melengkapi antara orangtua dan anak Orangtua authoritative adalah hangat tetapi tegas.
Mereka menggunakan seperangkat standar untuk mengatur tingkah laku anak tetapi membangun harapan-harapan yang disesuaikan dengan perkembangan
kemampuan dan kebutuhan anak. Mereka menekankan nilai yang tinggi pada perkembangan otonomi dan pengarahan diri, tetapi bertanggung jawab penuh
terhadap perilaku anak. Para orangtua ini menanamkan kebiasaan-kebiasaan rasional, berorientasi pada masalah dan menyenangkan dalam perbincangan dan
penjelasan di seputar persoalan disiplin dengan anak-anak mereka. Setiap pendekatan yang digunakan orangtua dalam pengasuhan anak seperti yang
diuraikan di depan, jelas memiliki dampak terhadap perkembangan kepribadian dan perilaku anak. Disiplin otoriter yang keras ‘authoritarian’, disertai banyaknya
hukuman badan cenderung memupuk kebencian kepada semua orang yang berkuasa dan menimbulkan perasaan menyerah, perasaan yang dapat dan sering berkembang
menjadi kompleks martir. Pendekatan disiplin otoriter dan disiplin lunak ‘permissive’ dalam keluarga, keduanya menimbulkan pertentangan di rumah dan menyebabkan
kebencian pada anak. Disiplin yang demokratis ‘authoritative’ biasanya menghasilkan hubungan yang baik dan harmonis dalam keluarga. Dampak pola
pengasuhan orangtua terhadap perkembangan kepribadian dan perilaku anak adalah sebagai berikut. Pola pengasuhan permissive menyebabkan anak bersifat menurutkan
kata hati, mau menang sendiri dan agresif. Akibat lainnya seperti: menentang, tidak mau mengalah terhadap orang dewasa atau orangtua, kepercayaan diri rendah,
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
orientasi untuk berkompetisi dan berprestasi rendah, kontrol diri sangat kurang, cepat marah, tanpa tujuan dan lemah dalam mengarahkan tujuan-tujuan aktivitasnya, serta
bersifat menguasai dengan keras sekali. Pola pengasuhan authoritarian adalah anak menjadi penakut, cemas atau gelisah, suka murung, tidak bahagia, mudah tergganggu
dan suka mengganggu, permusuhan secara pasif dan menggunakan tipu daya, mudah stres atau tegang, mudah dongkol dan menarik diri dari masyarakat, serta tidak terarah.
Sedangkan pola pengasuhan authoritative, menyebabkan anak giat atau penuh semangat dan ramah tamah. Dampak lain dari pola pengasuhan authoritative adalah
percaya diri, kontrol atau mawas diri baik, periang atau menyenangkan, mampu bergaul dengan baik antarteman sebaya, mampu mengatasi stres atau tekanan dengan
baik, memiliki perhatian dan rasa ingin tahu pada cerita roman, dapat bekerjasama dengan baik dengan orang dewasa, taat atau mudah diatur, mempunyai tujuan tertentu,
dan berorientasi prestasi. Selain itu anak akan selalu berpikir rasional dan punya semangat kompetisi yang sehat.
Menyimak hasil-hasil penelitian di atas, orangtua atau orang dewasa lainnya di manapun berada di rumah, di kantor, atau di lingkungan pergaulan masyarakat, sudah
seharusnya memberi contoh berperilaku yang baik kepada anak-anak. Dengan begitu anak akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkepribadian dan berperilaku
yang baik pula, dan terhindar atau menghindari perilaku kekerasan. Tetapi sebaliknya, jika contoh perilaku kekerasan yang disaksikan dan dirasakan anak sepanjang
hidupnya, maka akan kita saksikan generasi yang cenderung berorientasi pada tindak kekerasan dalam menyelesaikan setiap persoalan yang ia hadapi.
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
Persoalannya sekarang, pendekatan manakah yang sebaiknya diterapkan dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Apakah pendekatan permissive atau
pendekatan authoritarian atau pendekatan authoritative yang direkomendasikan. Di dalam penerapan suatu disiplin sebagai upaya pembentukan dan pengembangan
kepribadian dan perilaku anak, dianjurkan sedapat mungkin menghindari cara-cara kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun kekerasan psikologis. Sebagai acuan dalam
penerapan disiplin pada anak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu:
1. Tujuan penerapan disiplin. Misalnya, bila tujuan penerapan disiplin itu adalah menghilangkan perilaku menyimpang pada anak, dapat digunakan
pendekatan authoritarian dengan teknik hukuman yang tepat; tetapi bila tujuannya adalah untuk mendorong kreativitas dan kebebasan anak untuk
berkembang sesuai dengan potensinya, maka sebaiknya digunakan pendekatan authoritative.
2. Konsistensi dari penerapan suatu disiplin. Misalnya, penerapan pendekatan authoritarian dengan teknik hukuman yang digunakan untuk menghilangkan
penyimpangan tingkah laku tertentu pada anak, maka untuk menghilangkan penyimpangan tingkah laku yang sama pada anak yang sama dalam waktu
yang berbeda, sebaiknya menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan authoritarian dengan teknik hukuman.
3. Tingkat atau fase perkembangan anak. Perkembangan individu melalui fase- fase tertentu, yaitu: fase bayi, fase anak, fase remaja, fase dewasa,dan fase
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
lansia. Masing-masing fase ini memiliki karakteritik dan kebutuhan, serta kemampuan yang berbeda-beda, yang menuntut perlakuan yang berbeda pula.
Oleh karena itu, maka penerapan pendekatan disiplin, sebaiknya diatur regulasinya secara bertahap sedemikian rupa dari fase bayi sampai pada fase
lansia. Pendekatan authoritarian dan pendekatan permissive dapat diterapkan secara kombinatif sesuai tingkat perkembangan anak, dengan acuan utama
berorientasi pada pendekatan authoritative. Kiranya kita semua menyadari bahwa sebagai orangtua, kita adalah busur dan
seperti apa anak kita nantinya sangat bergantung pada kita semua saat ini. Kiranya pemenuhan hak anak dan segala upaya perlindungan bagi mereka adalah menjadi
sebuah nilai dalam kehidupan bukannya keterpaksaan karena ketakutan akan bayangan sanksi sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002.
Orang tua memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik, jiwa maupun emosional seorang anak. Konvensi maupun Undang-undang yang ada memberikan
pengaturan mengenai bagaimana peran orang tua dalam pertumbuhan seorang anak. Konvensi Hak Anak memang memberikan penekanan terhadap peranan orang tua.
Orangtua adalah pihak yang signifikan berperan dalam menentukan dan dalam pemenuhan serta perlindungan hak anak itu sendiri.
Prinsip ini juga bukan hanya diakui di dalam konvensi hak anak tapi juga di dalam beberapa instrumen tentang bagaimana sistem peradilan atau administrasi
peradilan anak itu sendiri. Dimana peran orangtua sangat penting untuk menentukan
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
mereka bisa dilindungi dan bisa dilakukan langkah-langkah terapi ketika menghadapi persoalan di depan pengadilan.
Jadi orang tua adalah pihak yang menentukan ke arah mana anak mengalami proses evolusi. Anak akan mengalami proses evolusi dan karena itu dia perlu
pendampingan orangtua. Orang tualah yang akan menjadi aktor signifikan untuk memandu kemudian memberikan dukungan kepada anak untuk bisa terealisasikannya
hak anak. Jadi pada masa seperti ini orangtua adalah bagian yang cukup signifikan dan itu terumuskan di dalam norma-norma Undang-undang, baik Undang-undang Nomor
23 Tahun 2002 maupun Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 memberikan norma yang bisa dijadikan sebagai alasan untuk membawa orangtua sebagai aktor kriminal. Hal tersebut terlihat
dari adanya ketentuan pidana yang dikenakan terhadap para orang tua apabila orang tua menelantarkan si anak, yaitu sanksi pidana. Namun pelaksanaan norma tersebut
masih sangat bergantung pada budaya hukum dari suatu negara. Walaupun secara normatif yuridis ketentuan pidana tersebut sudah diformalkan, namun terlihat bahwa
budaya hukum di Indonesia masih belum melihat pengabaian pihak orang tua terhadap anak merupakan suatu tindak pidana. Jadi penelantaran anak itu masih dianggap
sebagai urusan domestik, bukan urusan yang sudah harus dipertanggungjawabkan kepada publik melalui mekanisme pertanggungjawaban hukum.
Secara khusus anak merupakan bagian dari lingkaran kecil, yaitu keluarga. Sedangkan secara umum, anak merupakan bagian dari lingkungan besar, yaitu
Muhammad Ansori Lubis : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Kekerasan yang Dilakukan..., 2007 USU e-Repository © 2008
masyarakat. Masalah yang menimpa anak tidak hanya dapat dilihat dari perspektif keluarga, tapi juga harus dilihat secara keseluruhan. Pada lingkaran kecil memang
mungkin keluarganya bersalah, tetapi tidak selamanya kebenaran hakiki akan ditemui lingkaran kecil. Mari kita lihat bahwa mereka itu adalah korban daripada sebuah
lingkaran besar yang akhirnya mereka terjebak dan tereksploitasi menjadi anak jalanan. Tidak ada orang yang mau menjadi anak jalanan atau menjadi korban
eksploitasi seksual komersil dan itu sudah menjadi prinsip hukum bahwa mereka adalah orang yang patut dilindungi.
B. Perlindungan Anak Dalam Masyarakat