Pemberontakan DITII di Jawa Tengah

254 IPS SMPMTs Kelas IX Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat. Untuk menghadapi pemberontakan DITII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan operasi militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan DITII di Sulawesi dapat dipadamkan.

5. Pemberontakan DI TII di Kalimantan Selatan

Pada bulan Oktober 1950 DI TII juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos- pos kesatuan TNI. Dalam menghadapi gerombolan DITII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan di- musnahkan. Untuk mencapai tujuan bersama bagi bangsa Indonesia yang adil dan makmur maka perjuangan hendaknya tidak hanya bertujuan untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Akan tetapi harus melalui adanya persatuan dan kesatuan seluruh bangsa Indonesia. Wawasan Kebinekaan Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hal. 59. Gb.13.9 Kahar Muzakar, pemimpin DI TII di Ka- limantan Selatan. Sumber : 30 Tahun Indonesia Merdeka 2, hal. 53. Gb.13.10 Ibnu Hajar, Pemimpin Pem- berontakan DITII di Kalimantan Selatan. IPS SMPMTs Kelas IX 255 Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ideologi Pancasila menghadapi berbagai tantangan besar sejak tahun 1959, ketika Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Pada waktu itu terjadi ketegangan sosial politik yang menjadi-jadi. Kondisi politik menjadi panas karena antarpartai politik saling mencurigai, antara partai politik dengan ABRI serta antara keduanya dengan Presiden. Mereka saling bersaing untuk saling berebut pengaruh atau mendominasi. Begitu pula pada masa Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi sangat memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional. Prinsip Nasakom yang diterapkan waktu itu memberi peluang kepada PKI dan organisasi pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Dalam memanfaatkan peluang tersebut PKI menyatakan sebagai partai pejuang bagi perbaikan nasib rakyat dengan janji-janji seperti kenaikan gaji atau upah, pembagian tanah dan sebagainya. Oleh karena itu PKI banyak mendapatkan pengaruh dari para petani, buruh kecil atau pegawai rendah sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwira ABRI. Kondisi politik dan ekonomi yang semakin tegang berdampak pada sosial budaya masyarakat. PKI dan para pendukungnya yang semakin mendapat pengaruh sering mengancam dan melakukan tindak kekerasan lainnya. Hal ini seperti yang dialami oleh para pemuda yang tergabung dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia PII. Ketika sedang melakukan pelatihan di Kanigoro Kediri Jawa Timur pada bulan Januari 1965, para pendukung PKI menyerbu peserta pelatihan. Tindakan serupa juga dilakukan terhadap umat Hindu di Bali yang sedang melakukan kegiatan keagamaan. Tindakan PKI ini akhirnya juga dibalas oleh para kelompok yang anti PKI sehingga masyarakat menjadi semakin resah karena seringkali terjadi pertikaian fisik. Pengaruh PKI yang sangat besar dalam bidang politik berdampak luas terhadap kebijakan pemerintah di semua bidang. Dalam bidang sosial budaya semua organisasi yang anti PKI dituduh sebagai anti pemerintah. Para seniman yang tergabung dalam kelompok Maniesto Kebudayaan Manikebu dibubarkan oleh pemerintah pada bulan Mei 1964. Badan Pendukung Sukarno BPS juga dibubarkan oleh pemerintah pada bulan Desember 1964 karena menentang PKI. C Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Sebelum Terjadinya Peristiwa G 30 SPKI