Tritura Tri Tuntutan Rakyat

IPS SMPMTs Kelas IX 267

4. Nawaksara

MPRS meminta pertanggung- jawaban terhadap Presiden Sukarno dalam Sidang Umum MPRS 1966 atas terjadinya pemberontakan G30 S PKI, kemerosotan ekonomi dan moral. Untuk memenuhi permintaan MPRS tersebut maka Presiden Sukarno menyampaikan amanatnya pada tanggal 22 Juni 1966 yang berjudul Nawaksara sembilan pasal. Amanat tersebut oleh MPRS dipandang tidak memenuhi harapan rakyat karena tidak memuat secara jelas kebijaksanaan PresidenMandataris MPRS mengenai peristiwa G 30 S PKI serta kemerosotan ekonomi dan moral. Oleh karena itu MPRS meminta kepada Presiden untuk melengkapi Nawaksara tersebut. Pada tanggal 10 Januari 1967 Presiden Soekarno memberikan pelengkap Nawaksara. Akan tetapi isinya juga tidak memuaskan banyak pihak. Oleh karena itu DPRGR mengajukan resolusi dan memorandum tanggal 9 Februari 1967 menolak Nawaksara berikut pelengkapnya. Selanjutnya DPR- GR mengusulkan kepada MPRS agar mengadakan Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden Soekarno dari jabatan PresidenMandataris MPRS dan mengangkat Pejabat Presiden. Pada tanggal 22 Februari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada pengemban Ketetapan MPRS No. IX, Jenderal Soeharto. Peristiwa penyerahan kekuasaan yang dilakukan atas prakarsa Presiden Soekarno ini merupakan peristiwa penting dalam upaya mengatasi situasi konflik pada waktu itu. Penyerahan kekuasaan ini ternyata mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat umum dan ABRI.

5. Politik Luar Negeri

Politik luar negeri Indonesia pada masa yang condong kepada salah satu blok pada masa Demokrasi Terpimpin merupakan pengalaman pahit bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu Orde Baru bertekad untuk untuk mengoreksi bentuk- bentuk penyelewengan politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama. Politik Sumber : SNI VI, hal. 595. Gb.14.5 Pelantikan Presiden Soeharto pada tanggal 23 Maret 1973. Sumber :30 Tahun Indonesia Merdeka 3, hal. 132. Gb.14.4 Kesatuan-kesatuan aksi yang dipelopori KAMI menyatakan penolakan terhadap Pelengkap Nawaksara. 268 IPS SMPMTs Kelas IX luar negeri yang memihak kepada salah satu blok dinyatakan salah oleh MPRS kemudian MPR. Indonesia harus kembali ke politik luar negeri yang bebas dan aktif serta tidak memencilkan diri. Sebagai landasan kebijakan politik luar negeri Orde Baru telah ditetapkan dalam Tap No. XII MPRS 1966. Menurut rumusan yang telah ditetapkan MPRS, maka jelaslah bahwa politik luar negeri RI secara keseluruhan mengabdikan diri kepada kepentingan nasional. Sesuai dengan kepentingan nasional, maka politik luar negeri RI yang bebas dan aktif tidak dibenarkan memihak kepada salah satu blok ideologi yang ada. Namun bukanlah politik yang netral, tetapi suatu politik luar negeri yang tidak mengikat diri pada salah satu blok ataupun pakta militer. Sebagai wujud dari pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif pada masa Orde Baru melakukan langkah- langkah sebagai berikut. 1 Menghentikan politik konfrontasi dengan Malaysia setelah ditanda- tanganinya persetujuan untuk menormalisasi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada tanggal 11 Agustus 1966. Selanjutnya sejak 31 Agustus 1967 kedua pemerintah telah membuka hubungan diplomatik pada tingkat Kedutaan Besar. 2 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB pada tanggal 28 September 1966 setelah meniggalkan PBB sejak 1 Januari 1965. Sebab selama menjadi anggota badan dunia, yakni sejak 1950-1964, Indonesia telah menarik banyak manfaatnya. 3 Indonesia ikut memprakarsai terbentuknya sebuah organisasi kerja sama re- gional di kawasan Asia Tenggara yang disebut Association of South East Asian Nations ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967.

6. Pemilihan Umum

Pemilihan Umum pada masa Orde Baru pertama kali dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971. Pemilu pada waktu itu berbeda dengan pemilu tahun 1955 karena telah menggunakan sistem distrik bukan sistem proporsional. Dalam sistim distrik ini partai-partai harus memperebutkan perwakilan yang disediakan untuk sesuatu daerah. Suara yang terkumpul di suatu daerah tidak dapat dijumlahkan dengan suatu partai itu yang terkumpul di daerah lain. Sumber : SNI VI, hal. 596. Gb.14.6 Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia- Malaysia pada tanggal 11 Agustus 1966. Tampak pada gambar Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik dan Perdana Menteri Malaysia.