Konsonan Tunggal Hubungan pengembangan diri rutin terhadap al-akhlak al-karimah siswa-siswi program akselerasi SMP Bakti Mulya 400 Jakarta

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah agama yang universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenai aspek kehidupan, Baik duniawi maupun ukhrawi. Salah satu ajaran agama adalah mengajarkan kepada umat manusia untuk berpendidikan dan memilik akhlak yang baik. Karena menurut ajaran agama Islam, pendidikan dan akhlak merupakan kebutuhan hidup manusia mutlak yang harus dipenuhi demi tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Pendidikan adalah perubahan yang diinginkan dan diusahakan oleh proses atau usaha mendidik, baik tinggah laku akhlak individual maupun sosial. Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak dan keluhuran budi Nabi Muhammad Saw itu dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. mereka yang mematuhinya dijamin keselamatan hidup didunia dan akhirat. 1 Dalam persoalan akhlak ini Akhmad Sodiq mengatakan dalam Tahdżîb sebagai berikut: Akhlak bukanlah sekedar fenomena luaran yang bersifat aksidental, sehingga tidak semua yang tampak seperti kebaikan adalah baik dalam makna hakiki. Ketika kebaikan itu tidak didasarkan kepada ketulusan hati, maka kebaikan itu adalah keburukan yang berselimut kebaikan. Akhlak adalah kebaikan hakiki, luar dalam, lahiriyah batiniyah. Persoalan akhlak bukanlah sekedar persoalan perilaku sederhana tetapi merupakan persoalan prilaku kompleks yang berkaitan langsung dengan keadaan ruhani. Membahas perbaikan akhlak haruslah diawali dengan perbaikan batin. Karena itu tepatlah jika Ibnu Maskawih w. 1030 dalam Tahdżîb al- Akhlak mendefinisikan akhlak sebagai “kondisi jiwa yang mendorong terwujudnya perilaku tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan ” Ibnu Maskawih, t.t: 37 Senada dengan Ibnu Maskawih, al-Ghazali 1058-1111 juga menjelaskan bahwa akhlak adalah gambaran dari keadaan didalam jiwa yang tertanam kokoh terinternalisasi, di mana perilaku menyandar 1 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, Cet. V, h. xiii padanya dengan gampang dan mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan lagi. 2 Ini berarti, perubahan akhlak adalah perubahan kondisi batiniyah dan perubahan perilaku lahiriyah secara kausalitas, yang terjadi sedemikian rupa hingga ia tidak lagi dipikirkan dan dipertimbangkan oleh pelakunya. Perubahan akhlak adalah perubahan ruhani sekaligus membicarakan perubahan akhlak meniscayakan untuk terlebih dahulu mengerti tentang eksistensi dan hakekat ruhani, daya-daya ruhani, dan dinamika ruhani sebelum ia berbicara tentang kaitan keadaan ruhaniyah dengan perilaku lahiriyah. Perhatian terhadap pentingnya akhlak kini muncul kembali, yaitu disaat manusia zaman modern ini dihadapkan pada masalah moral dan akhlak yang cukup serius, yang kalau dibiarkan akan menghancurkan masa depan bangsa yang bersangkutan. Semua prilaku negatif masyarakat Indonesia baik yang terjadi dikalangan pelajar atau mahasiswa maupun kalangan lainnya, jelas menunjukan kerapuhan karakter yang cukup parah yang salah satunya disebabkan oleh tidak optimalnya pengembangan pendidikan karakter dilembaga pendidikan. Pelaksanaan pendidikan karakter tidak hanya diserahkan pada guru agama saja, karena pelaksanaan pendidikan karakter harus dipikul oleh semua pihak, termasuk semua guru disekolah, staff tata usaha, bahkan orang tua dirumah. Untuk mewujudkan hal itu semua, perlu dicari jalan terbaik untuk membangun dan mengembangkan karakter manusia agar memiliki karakter yang baik, unggul dan mulia. Upaya yang tepat untuk itu adalah melalui pendidikan, karena pendidikan memiliki peran yang sangat penting dan sentral dalam menanamkan, mentransformasikan, dan menumbuh kembangkan karakter positif siswa, serta mengubah watak yang tidak baik menjadi baik. Seperti yang dikatakan oleh para ahli, bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, 2 Akhmad Sodiq, “Problematika Pengembangan Pembelajaran PAI”, Tahdżîb JurnalPendidikan Agama Islam, Vol. III, No. 1, 2009, h. 38