Karakteristik Umum Perkembangan Siswa

mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik act morally maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi competence, keinginan will, dan kebiasaan habit. 10 Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai- nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Allah Swt Swt, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia Internasional. Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter valuing. Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan domain affection atau emosi. Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut dengan “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan. Pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” moral knowing, tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” dan “acting the good”. Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham. Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan oleh tiga aspek yakni mengembangkan moral knowing, moral feeling dan moral action. Dengan kata lain makin lengkap komponen moral dimiliki manusia, maka akan semakin membentuk karakter yang baik atau unggul. Pengembangan karakter sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, dll. Yang program utamanya cenderung pada nilai-nilai secara 10 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabet, 2012, h. 38. kognitif dan mendalam sampai kepenghayatan nilai secara afektif. Menurut Mochtar Buchori 2007, pengembangan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini disebut conatio, dan langkah untuk membimbing abak membulatkan tekad ini disebut langkah konatif. Pendidikan karakter mestinya mengikuti langkah-langkah yang sistematis, dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar Dewantara menerjemahkan dengan kata-kata cipta, rasa dan karsa. 11

6. Pengembangan Diri di Sekolah

a. Latar Belakang Program Pengembangan Diri

Latar belakang terbentuknya program pengembangan diri di SMP Bakti Mulya 400 karena melihat semakin majunya suatu zaman, makan semakin maraknya moral yang kurang baik berkembang karena tidak menutup kemungkinan teknologi juga semakin canggih dan pasti sangat mempengaruhi pergaulan anak bangsa. Maka dari itu untuk upaya mengoptimalkan moral anak bangsa SMP Bakti Mulya 400 menciptakan sebuah program yang disebut pengembangan diri. Program pengembangan diri di sini adalah suatu program yang diciptakan sekolah, untuk membantu dalam pembentukan atau pembinaan akhlak siswa agar mampu memiliki akhlak yang baik, karena sekolah bukan hanya membentuk dari sisi kognitif saja, melainkan juga dari sisi psikomotorik. Sebagaimana yang dijelaskan oleh aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya terjadi apabila perubahan tingkah laku dapat diamati, 11 Ibid., h. 39-40