Tahapan Penanganan Bencana TINJAUAN TEORITIS

Rencana darurat biasanya dibangun dan disesuaikan dengan konteks di mana rencana darurat itu beroperasi, biasanya rencana darurat yang “mencangkup komunikasi, search and rescue, mengoordinasikan tugas-tugas emergency, sektor transportasi, kesejahteraan sosial, kesehatan dan tenaga medis, polisi dan keamanan, militer dan tenaga sukarelawan.” 41 Fase tanggap darurat adalah di mana pemerintah bersama-sama masyarakat melakukan langkah tanggap darurat, termasuk diantaranya mengumumkan status bencana. Kemudian melakukan penyelamatan dokumen-dokumen Negara, menyediakan informasi kepada publik mengenai korban bencana, melakukan prosesi pemakaman korban meninggal, menyediakan posko informasi, menyediakan rumah sakit darurat, melakukan koordinasi sesama lembaga terkait, masyarakat dan instansi pemerintah. 42 “Jangka waktu masa tanggap darurat, beragam sesuai dengan besar kecilnya skala bencana. Umumnya adalah dua minggu sampai satu bulan setelah terjadinya bencana dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan dari PresidenKepala Daerah.” 43 3. Pasca-bencana Pasca-bencana lebih disebut dengan massa recovery. Recovery menurut UU RI No. 24 2007 adalah “serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan 41 A.B. Susanto, Sebuah pendekatan strategi manajemen: disaster Manangement di Negeri Rawan Bencana Jakarta: PT Aksara Grafika Pratama, 2006, h. 76. 42 Saru Arifin, “Model Kebijakan Mitigasi Bencana Alam Bagi Difabel: Studi Kasus di Kabupaten Bantul”, Yogyakarta,” Jurnal Fenomena Volume 6-Nomor 1 Maret 2008: h. 8. 43 Syamsul Maarif, “Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor Enam Tahun 2008: Penggunaan Dana Siap Pakai,” Perka BNPB Desember 2008, h. 12. memfungsikan kembali kelembagaan, pra-sarana dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.” 44 Rehabilitasi menurut UU RI NO. 24 2007 adalah “perbaikan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat untuk normalisasi semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca- bencana.” 45 Tindakannya meliputi; perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan dan lain-lain. Rekonstruksi Menurut UU RI No. 24 2007 adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama yaitu tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca-bencana. 46

D. Penanganan Bencana Terpadu

Secara geografis Indonesia berada di kawasan rawan bencana alam, akibat kegagalan teknologi dan akibat ulah manusia lainnya. Masalah yang terjadi akibat bencana alam menyebabkan timbulnya kerugian berupa gangguan kehidupan dan penghidupan manusia dan kerusakan lingkungan. Adanya diskoordinasi dan kelemahan manajemen penanggulangan bencana merupakan hal yang harus 44 Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h.12. 45 Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h. 33. 46 Sentosa Sembiring, Himpunanan Peraturan Perundang-undangan RI; Penanggulangan Bencana, h.12. diatasi. Perbaikan koordinasi dan manajemen penanggulangan di daerah rawan bencana merupakan salah satu prioritas upaya kesiapsiagaan. Upaya kesiapsiagaan dan penaggulangan bencana dijelaskan Andreas Meissner, dkk, mereka mengidentifikasi sebuah sketsa komunikasi dan sistem informasi terpadu untuk tanggap bencana dan pemulihan bencana, mereka juga memasukan pokok pembahasan mengenai jaringan, layanan dan konfigurasi perangkat, manajemen data dan penjadwalan sumber daya. Dalam rangka menerapkan arsitektur sistem tersebut. 47 Lebih jauh Meissner, dkk membuat sebuah gambar sketsa komunikasi “Lembaga Pemadam Kebakaran” yang digunakan dalam penangan bencana kebakaran. Mereka mengambarkan secara deskriptif bagaimana aliran informasi dan komunikasi saling terhubung di antara personil garis depann, pos komando kantor pusat yang terhubung satu sama lain dengan pemerintah yang saling berkomunikasi menggunakan alat komunikasi tertentu. 48 Bagan 03. Sketsa Komunikasi 47 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” The First IEEE Workshop on Disaster Recovery Network, New York City, 24 Juni 2002. h. 1. 48 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 2. Bagan 03. menunjukkan sebuah hubungan komunikasi yang tersambung secara sistematis antara pemerintah, kantor pusat HQs, pos komando dan personil garis depan. Andreas Meissner, dkk, menggambarkan “ketika pos komando menetapkan lokasi bencana, mereka terhubung oleh link nirkabel atau satelit terestrial ke markas masing-masing. Untuk hot spot di tempat komunikasi, LAN nirkabel infrastruktur, ad hoc, atau keduanya sudah diatur.” 49 Maksudnya, saat bencana terjadi pos komando membuat sebuah jaringan nirkabel wireless yang terhubung dengan markas masing-masing. “hot spot” berguna sebagai penghubung komunikasi antar personil garis depan dan antar pos komando. Hal ini digunakan untuk menciptakan konektivitas dan untuk mambantu personil garis depan mengindentifikasi masalah-masalah yang mereka hadapi saat proses penanganan bencana. Menciptakan konektivitas komunikasi saat menanggulangi bencana memang menghendaki kecepatan dan keefektifan kerja. Maka dari itu dalam proses tersebut memerlukan alat komunikasi yang dapat menyelesaikan masalah komunikasi. Dengan dukungan teknologi, keanekaragaman pesan dapat disebarkan dengan baik, sebagaimana pendapat Wood, bahwa “teknologi komunikasi dapat mempercepat laju pengaruh interaksi antar manusia, bagaimana kita berpikir, bekerja dan membentuk hubungan yang lebih kohesif.” 50 Dengan mempercepat laju informasi, diharapkan proses penanggulangan bencana dapat berjalan cepat dan terkoordinasi dengan baik. 49 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 2. 50 Julia T. Wood. Communication Theories in Action, Canada: Thomson – Wadsworth Publishing, 2004. H. 19.