Fase Pra-Bencana Pola Komunikasi Aksi Cepat Tanggap

1. Evaluasi SDM: Tahap Pertama, self assesment pertahun dari bawahan disampaikan ke atasan berupa form isian standar, memuat sejumlah: a. Item evaluasi kinerja yang skornya versi bawahan dicek atasan langsung; b. Pendapat karyawan tentang diriya dalam konstalasi organisasi; c. Rencana kerja dan harapannya dalam organisasi; d. Pembekalanpelatihanarahan yang masih diperlukannya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam organisasi; e. Rekomendasi atasan langsung serta pendapat atasan dari atasan langsung. Tahap Kedua, Evaluasi SDM di tingkat Bord of Director yang hasil akhirnya berupa pengumuman promosidemosimutasi karyawan pada pertemuan pleno karyawan di akhir renstra pembayaran online tahunan. Pada kesempatan ini semua karyawan saling mengenal dan mendengarkan orasi top leader dari Presiden ACT. 11 2. Evaluasi Kelembagaan. Pertama, berlangsung per-catur wulan. Per- Direktorat dan per-Departemen melakukan evaluasi sendiri dan hasilnya diplenokan semua Departemen. Di sini menjadi ajang eksplorasi kapasitas SDM lintas Departemen, saat pimpinan Departemen memberi kesempatan para Direkturnya mempresentasikan summary evaluasi Direktorat. Kedua, renstra tahunan, mengkritisi presentasi lintas Departemen diikuti perwakilan Departeman, Direktur dan SDM yang dipandang strategis untuk hadir dalam event tahunan. Ini ajang 11 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013. mengedukasi level leader dari pimpinan Departemen hingga para manager. Top leader Presiden ACT menyampaikan inspiring speech di awal renstra, mengikuti dan mengkritisi seluruh rangkaian presentasi Departemen dan Direktorat, meliputi aspek: Evaluasi Tahun Berjalan SWOT, perencanaan strategis memuat program dan budgeting. 12 3. Pembinaan Karyawan. Ada pembinaan spiritualkajian keagamaan karyawan dua pekan sekali rabu bergantian dengan in house training seputar peningkatan kemampuan manajerial level manager ke bawah. 13 ACT juga mewajibkan level Manager ke atas hingga Board of Directors menggunakan Blackberry. Dengan Blacberry ini dibuat sejumlah group– berlapisberjenjang: group BOD Holding, group BOD Jejaring, group Management dan group ACT representasi. Selain itu, ada group Direktorat, Group Departemen, Group Antar-Departemen. Melalui Blackberry Messenger, pembahasan isu-isu kelembagaan berlangsung setiap hari: arahan manajemen yang terkait dengan pengambilan keputusan; pencerahan leader baik top leader maupun di bawahnya; informasi ringan untuk relaksasi hiburan, foto-foto aktivitas lapangan. Melalui BBM Group, top leader mengetahui dan mengarahkan tim leaders; memantau potensi dan sikap serta narasi manejerial para bawahan. Melalui BBM, anak buah bisa melaporkan kinerjanya, progress report harian dan pekanan, mempersiapkan kompilasi untuk penyusunan final report, dll. 14 12 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013. 13 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013. 14 Wawancara pribadi dengan Pak Ikbal Setyarso, Direktur Komunikasi ACT, Jakarta, Menara 165, 20 Desember 2013. Kegiatan rapat tersebut menunjukkan sebuah pola komunikasi berjenjang. Pola komunikasi tersebut mengoptimalkan setiap divisi melakukan rapat yang secara terorganisir, praktis dan efisien. Komunikasi dilakukan secara hirarki ke atas dan ke bawah. Komunikasi berlangsung secara struktural dan sistematis. Komunikasi ini dapat dikatakan pola komunikasi lingkaran, di mana ada komunikasi yang berjenjang. Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh Pak Totok: “koordinasi antar komandan dan posko rutin dilakukan pada pagi dan malam hari. Bentuknya briefing pagi sebelum ke lapangan, biasanya jam 05.30-06.30 Wib, berisi pemantapan agenda kerja hari itu, lengkap dengan pembagian tugas personil dan teknis pelaksanaannya. Kemudian, briefing malam, biasanya jam 20.00-22.00 Wib, berisi evaluasi tugas hari bersangkutan dan rencana tugas hari esoknya.” 15 Pernyataan di atas, komunikasi dilakukan oleh para pemimpin komandan yang dibentuk berdasarkan hasil rapat yang dilakukan di kantor pusat ACT. tentu saja ini relevan dengan pola lingkaran dimana komunikasi dilakukan dengan yang lainnya. Briefing pada tahapan ini dilakukan untuk melakukan beberapa tindakan seperti perencanaan pencegahan bencana, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Kegiatan dilakukan oleh kantor pusat di Jakarta. Setiap kegiatan direncanakan dahulu dengan matang sehingga saat bencana datang, ACT akan bergerak secara sitematis dan praktis menanggapi bencana. Tidak hanya bencana letusan gunung Kelud, kegiatan ini dimaksudkan untuk semua bencana baik bencana alam maupun bencana non-alam. Erlid Riandilanta, salah satu relawan ACT menyebutkan “pada fase pra- bencana biasa kita mitigasi yaitu kita buat peta, cari jalur-jalurnya evakuasi dan 15 Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014. mengedukasi masyarakat untuk mengungsi.” 16 Erlid menjelaskan tugasnya saat pertama kali dikirim oleh ACT ke lokasi letusan gunung Kelud. Ketika Erlid dikirim ke lokasi bencana bukan tanpa tugas yang jelas melainkan sudah dibekali SOP dari pihak ACT sehingga dia tidak kebingungan saat sampai di lokasi bencana. Hal ini diberikan ACT kepada para relawan berdasarkan struktur yang telah dibuat. Erlid memberikan gambaran soal SOP yang telah dibuat ACT dan cara menjalankan SOP itu dilaksanakan oleh Erlid sebagai relawan. Tentu koordinasi di lapangan saat relawan bekerja sudah diperhatikan oleh ACT. Sebagai organisasi berpengalaman, ACT membentuk sebuah jaringan komunikasi seperti: 1. Memasang sarana diseminasi informasi, termasuk: ”dedicated link” saluran Komunikasi khusus. 2. Membuat peta jalur evakuasi dan zona evakuasi dan rambu–rambu bahaya. 3. Membangun shelter pengungsian yang dilengkapi dengan jalan dari pemukiman penduduk ke shelter, serta sarana dan prasarana darurat di pengungsian. 4. Mengadakan pelatihan evakuasi baik untuk masyarakat. 5. Memfasilitasi peningkatan pemahaman masyarakat melalui pendidikan formal dan nonformal. 16 Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan, Relawan ACT, di Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.

2. Fase Saat Bencana

Dalam fase darurat bencana atau lebih dikenal dengan tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 17 Dalam fase ini, ACT melakukan empat tindakan yakni: emergency, rescue, medis dan relief. Dari masing-masing tindakan tersebut mempunyai kegiatan- kegiatan tersendiri dalam menangani bencana yakni “evakuasi dan mendirikan posko, dan memberikan bantuan dasar, mendirikan posko kesehatan, dan suplai makanan.” 18 Dalam tahapan ini pula komunikasi dilakukan dengan sistem komando, akan tetapi koordinasi yang dilakukan lebih luas, yakni dengan melibatkan pemerintah maupun instansi lainnya. “Kita semua koordinasi dengan pak camat, pak lurah dan instasi lainnya, termasuk melakukan evakuasi, medis, trauma healing, dan relief bantuan untuk pengunggsi dan dapur umum.” 19 Serta adanya ketua posko untuk mengontrol dan mengawasi kinerja para tim relawan. Pada saat bencana, koordinasi di lapangan hanya menggunakan radio HT maupun HP. Hal ini dikarnakan pada fase ini membutuhkan kecepatan dan ketepatan dalam bertindak. Dalam melakukan segala kegiatan di lapangan, relawan bekerja berdasarkan SOP yang ada, sehingga lebih mudah dalam 17 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, modul khusus Fasilisator, Pengolahan Penanganan Bencana, diakses pada hari Minggu, 09 Maret 2014 dari http:www.p2kp.org. 18 Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014. 19 Wawancara pribadi dengan Pak Insan Nurrahman, Vice Presiden ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014. menjalankan tugas. Biasanya para relawan pada fase ini dilengkapi peralatan untuk mempermudah dan menjadi pelindung para relawan. Alat yang disediakan biasanya “senter, HT, masker untuk evakuasi,kaca mata, mobile, HP, kendaraan, topi, jaket.” 20 Pertama-tama ACT melakukan tindakan Emergency atau tanggap darurat bencana. Emergency atau tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 21 Pada tahapan ini, tim ACT di Kelud ini ACTMRI membatasi masa emergency selama sepekan atau seminggu pasca bencana, 14-20 Februari 2014. Selain itu juga mengikuti batas waktu tanggap darurat yang ditetapkan pemerintah, baik kabupaten, provinsi ataupun pusat, yakni sebulan pasca bencana dari 14 Februari 2014 hingga 14 Maret 2014. Pada tahapan ini, tim ACT melakukan beberapa kegiatan yakni: 1. Evakuasi pengungsi ke tempat pengungsian di Kecamatan Pare Masjid Agung Annur dan Gedung Serba Guna. 2. Membuat dapur umum untuk pengungsi di halaman Kantor Kecamatan Pare. 20 Wawancara pribadi dengan Erlid Setiawan, Relawan ACT, di Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014. 21 Awi Mulyadi Wijaya, “Pentingnya Tanggap Darurat Bencana Pada Kejadian Bencana,” diakses pada tanggal 18 Maret 2014 dari http:www.infodokterku.comcomponentcontentarticle13-macam-macam-infoyang- perlu-anda-ketahui118-pentingnya-tanggap-darurat-bencana-pada-kejadian- bencana.html. 3. Suplai logistik kepada pengungsi untuk kebutuhan pangan, sandang, dan papan. 4. Pelayanan kesehatan keliling. 5. Trauma healing di posko pengungsian. Pada tahapan ini ACT menurunkan dari 100 orang relawan plus 200 relawan lokal desa, untuk melakukan tugasnya masing-masing maka para relawan terbagi dalam tujuh tim, yakni: “Tim rescue 15 relawan, Tim dapur umum 10 relawan, Tim logistik 15 relawan, Tim kesehatan 15 relawan, Tim trauma healing 10 relawan, Tim administrasi dan dokumentasi 10 relawan, Tim assesment dan mapping 30 relawan.” 22 Selain itu pada tahapan ini juga dilakukan penyelamatan rescue yang bertugas menyelamatkan warga maupun ternak atau harta benda warga ke daerah aman dari bencana. Seperti yang dikatakan mas Toto sebagai berikut: “Sebenarnya tidak dikenal istilah tahapan rescue, yang ada tim rescue, yang masuk tahapan emergency. Secara bahasa rescue itu artinya penyelamatan jiwa warga, bahkan ternak, di wilayah terdampak erupsi Kelud. Menghindarkan warga dan ternak dari ancaman bahaya material erupsi Kelud, seperti batu, pasir, abu vulkanik, awan panas dan lahar dingin.” 23 Biasanya tim rescue tidak diperbolehkan berkoordinasi secara berlebihan, karenan sistem pekerjaannya otomatis dengan apa yang terjadi di lapangan. Oleh sebab itu tugas penting tim rescue adalah menyelamatkan warga ke tempat yang aman, sehingga di perlukan kerja yang cepat dan tepat serta tanggap bertindak. Adapun koordinasi yang biasa dilakukan yakni brefing pagi maupun sore sebelum 22 Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014. 23 Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.