pada waktu kapan saja selama perlu dan ada sesuatu yang mendesak dikoordinasikan.”
29
Peneliti melihat pola komunikasi ACT dalam menangani bencana letusan gunung Kelud pada fase pasca bencana menggunakan pola lingkaran, karena
setiap anggota dapat berkomunikasi
dengan adanya briefing yang dilakukan di posko dan hasil diskusi tersebut dilaporkan ke atasan untuk di proses, bisa lewat form maupun
datang langsung. Hal ini relevan dengan pengertian pola lingkaran dapat berkomunikasi dengan semua anggota organisasi. Pada fase ini, briefing dilakukan untuk membahas apa
kebutuhan yang sangat di perlukan oleh warga. Kebutuhan warga pada fase ini adalah genteng, karena banyak rumah warga yang rusak akibat terkena dampak letusan. Briefing
dilakukan pagi dan sore agar tidak menggagu aktivitas pada siang hari dan membantu warga membangun kembali semua fasilitas yang ada.
B. Interpretasi
Berdasarkan hasil di atas, penulis berusaha menganalisi pola komunikasi ACT dalam penanganan bencana di gunung Kelud. Pada dasarnya ACT telah
mempunyai pola tersendiri dalam berkomunikasi yakni pola manajemen terpadu. Hal ini terlihat dengan adanya tim dalam penanganan bencana yang ACT bentuk
dan sudah professional yakni tim emergency, tim rescue, rehabilitasion, dan recavry. Pola ini yang digunakan ACT dalam penangangan bencana-bencana di
Indonesia. Akan tetapi bila dilihat dari pola komunikasi yang digunakan di dalam
organisasi ACT, serta merujuk pada teori pola komunikasi Joseph A. DeVito, dari lima pola komunikasi yang ada, ACT termasuk menggunakan pola komunikasi
29
Wawancara pribadi dengan Pak Totok AP Ketua Induk Posko Daerah MRI Bojonegoro ACT, Kediri Jawa Timur, 23 Febuari 2014.
lingkaran. Pola lingkaran adalah semua anggota organisasi dapat berkomunikasi dengan yang lainnya, mereka tidak mempunyai pemimpin serta setiap anggota
bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya.
30
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, komunikasi yang dilakukan ACT sangat terbuka, dimana
setiap anggota dapat berkomunikasi dengan yang lainnya secara langsung maupun tidak langsung. Dimana setiap anggota dapat berkomunikasi dengan anggota dari
departemen lain tanpa adanya batasan. Hal ini karenakan setiap anggota ACT sudah mengetahui tanggung jawab dan peranan masing-masing di ACT.
Komunikasi ke atas dan ke bawah di ACT dilakukan dengan rapat berjenjang, dari mulai rapat manajemen, rapat direktorat, maupun rapat yang lainnya.
Dalam hal ini sangat relevan dengan penjelasan pola lingkaran, dimana dengan pola komunikasi lingkaran berdasarkan teori Joseph A. DeVito, semua
anggota dapat berkomunikasi dengan anggota lainnya dan tidak mempunyai pemimpin, meskipun dalam struktur organisasi ACT mempunyai pemimpin.
Tetapi pemimpin ACT bila dalam rapat masuk kedalam rapat-rapat manajemen sehingga sama dengan para pegawai ACT yang berposisi sebagai manager di
ACT. serta setiap anggota dapat berkomunikasi dengan dua anggota disisinya, yakni para karyawan ACT dapat berkomunikasi dengan dua anggota lain di
sisinya yakni dengan departemen lain maupun dengan direktorat lainnya. Setiap anggota berkomunikasi mengenai koordinasi, penyelesaian tugas,
motivasi maupun yang lainnya. Komunikasi yang terjalin sangat lancar, semua lini bisa membicarakan apa saja seperti; ide, saran dan masukannya, jika tidak
langsung menghadap bisa menggunakan media seperti email, telp, WA.
30
Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, Penerjemah Agus Maulana Pamulang: KARISMA Publising Grup, 2011, edisi ke-lima, h. 383
Bila dilihat dari kasus penanganan bencana yang dihadapi, ACT tetap menggunakan pola lingkaran
Dalam kasus penanganan bencana di gunung Kelud, ACT membuat beberapa struktur sesuai dengan SOP yang ada di ACT. pada situasi penangangan
bencana struktur dan proses komunikasi menggunakan sistem komando, yang terbagi dalam tingkatan, Komandan Besar misi-visi strategis, Komandan Area
terjemah strategis dan taktis wilayah, Komandan Lapangan teknis, Komandan Posko teknis aplikatif, Relawan Lapangan aplikatif realisasi. Hal ini sangat
berkaitan dengan pola rantai, akan tetapi meskipun struktur penanganan bencana yang ACT buat dalam penanganan bencana gunung Kelud sistem komando, dalam
aktifitas komunikasinya tetap menggunakan briefing yang dilakukan setiap pagi dan malam hari untuk mengadakan evaluasi dan memberikan intruksi sebelum
kelapangan. Dalam penanganan bencana ACT menggunakan tiga tahapan, yakni pra-
bencana, saat bencana, dan pasca bencana. Dalam setiap tahapan tersebut ACT tetep menggunakan pola lingkaran yang sudah terbentuk di oraganisai ACT.
Dimana setiap anggota bebas berkomunikasi dengan anggota lainnya dan anggota yang lain dapat berkomunikasi dengan dua anggota di sisinya serta dengan
mengadakan briefing yang menjadi agenda rutin tiap struktur yang ada untuk di evalusi di kantor ACT maupun di tempat kejadian.