Penanganan Bencana Terpadu TINJAUAN TEORITIS

Bagan 03. menunjukkan sebuah hubungan komunikasi yang tersambung secara sistematis antara pemerintah, kantor pusat HQs, pos komando dan personil garis depan. Andreas Meissner, dkk, menggambarkan “ketika pos komando menetapkan lokasi bencana, mereka terhubung oleh link nirkabel atau satelit terestrial ke markas masing-masing. Untuk hot spot di tempat komunikasi, LAN nirkabel infrastruktur, ad hoc, atau keduanya sudah diatur.” 49 Maksudnya, saat bencana terjadi pos komando membuat sebuah jaringan nirkabel wireless yang terhubung dengan markas masing-masing. “hot spot” berguna sebagai penghubung komunikasi antar personil garis depan dan antar pos komando. Hal ini digunakan untuk menciptakan konektivitas dan untuk mambantu personil garis depan mengindentifikasi masalah-masalah yang mereka hadapi saat proses penanganan bencana. Menciptakan konektivitas komunikasi saat menanggulangi bencana memang menghendaki kecepatan dan keefektifan kerja. Maka dari itu dalam proses tersebut memerlukan alat komunikasi yang dapat menyelesaikan masalah komunikasi. Dengan dukungan teknologi, keanekaragaman pesan dapat disebarkan dengan baik, sebagaimana pendapat Wood, bahwa “teknologi komunikasi dapat mempercepat laju pengaruh interaksi antar manusia, bagaimana kita berpikir, bekerja dan membentuk hubungan yang lebih kohesif.” 50 Dengan mempercepat laju informasi, diharapkan proses penanggulangan bencana dapat berjalan cepat dan terkoordinasi dengan baik. 49 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 2. 50 Julia T. Wood. Communication Theories in Action, Canada: Thomson – Wadsworth Publishing, 2004. H. 19. Meissner, dkk, mengambil pendekatan bottom-up untuk menggambarkan bagaimana arus informasi mengalir dari personil garis depan seperti petugas pemadam kebakaran dan pekerja penyelamat saat beroperasi di medan yang sulit. Berikut penerjemahan penulis atas kutipan meissner, dkk : Peralatan pemadam kebakaran sering kali berisi sensor dan detektor, misalnya untuk radiasi atau gas mudah meledak. Pembacaan secara tradisional ditularkan oleh komunikasi suara kepada para pemimpin skuad. Transmisi data yang lebih cepat dan handal dapat dicapai dengan menggunakan sensor cerdas terkait, melalui jaringan, ke komputer di dalam kendaraan pemimpin regu, di mana mereka akan segera dianalisis dan dimasukkan ke dalam konteksnya. 51 Ungkapan di atas menjelaskan sistem komunikasi dari petugas pemadam sebagai sumber data. Sebagai sumber data petugas akan menginformasikan segala kendala yang dihadapinya di lokasi. Setiap informasi itu kemudian akan diolah dan diinformasikan kembali kepada petugas, sehingga mereka dapat bertugas dengan cepat dan terkoordinasi dengan baik. Petugas akan mendapatkan data seperti, pesan, peringatan tentang bahan-bahan berbahaya, peta, dan data orang hilang yang ditransmisikan ke perangkat mobile yang mereka gunakan. 52 Di sisi lain, staf di kantor pusat harus sering membuat penjadwalan dan melakukan koordinasi pekerjaan, dan mereka bertindak sebagai penghubung untuk instansi dan masyarakat, karena jarak fisik mereka ke lokasi bencana yang jauh, sehinga mereka bergantung pada informasi-informasi baru. Dalam terjemahan penulis, Meissner, dkk mengatakan: “HQs biasanya memiliki sejumlah besar data yang tersimpan, misalnya pada bahan-bahan berbahaya, yang mungkin perlu diakses secara on-site personil. Ini panggilan untuk aplikasi terintegrasi bangunan di area luas link data antara kantor pusat dan pos komando situs. Jika bencana 51 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 2. 52 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 2. meluas, bahkan HQs mungkin perlu direlokasi, atau direktur operasi dapat memutuskan untuk bergerak lebih dekat ke tempat kejadian, sehingga sangat penting untuk menyediakan lingkungan informasi portabel siap untuk relokasi. Ini menempatkan persyaratan tambahan pada database dan lingkungan koperasi disediakan untuk HQs.” 53 Kantor pusat harus selalu menyimpan data-data penting yang dapat membantu petugas. Hal ini, untuk membangun aplikasi yang terintegrasi pada jaringan antara kantor pusat dan pos komando. Sehingga jika bencana menyebar sudah dapat diatasi bagaimana langkah untuk merelokasi tempat bantuan bencana. 1. Jaringan Komunikasi Communication Networks a. Komunikasi Luas Wide Area Communications Meissner, dkk mengusulkan “Dengan demikian akan, misalnya, memanfaatkan panggilan grup, prioritas, dan enkripsi kemampuan TETRA alat komunikasi internet ini.” 54 Namun menurutnya, setiap peralatan yang digunakan mempunyai kelemahan. Penggunaan satelitpun bisa menjadi alternatif setidaknya untuk komunikasi dua arah. Di sini pos komando bertindak sebagai gateway antara WAN dan jaringan situs hot spot. b. Hot Spot Communications Komunikasi Hot spot Komunikasi Hot spot di daerah bencana dibagi oleh Meissner, dkk, menjadi dua kategori yaitu sebagai daerah kritis dan komunikatif. Menurut Meissner, dkk yang penulis terjemahkan sebagai berikut: Sebagian besar daerah kritis: ini adalah tempat pusat bahaya dan titik fokus untuk menghentikan atau mengendalikan bagian utama dari bencana. Terutama di daerah yang paling kritis personil garis depan yang terlibat dalam memerangi bencana perlu 53 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h.2. 54 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 3. berkonsentrasi sebanyak mungkin pada sumber bencana dan jelas dalam situasi yang paling berbahaya dan kritis. Oleh karena itu mereka perlu diinformasikan segera dan tanpa penundaan dalam kasus situasi meningkat dan baik parameter lingkungan mendekati ambang kritis atau orang tertentu parameter penting menjadi kritis. Selain itu mereka perlu untuk tetap berhubungan dengan tim pengawas memberikan informasi yang dikumpulkan dari sumber- sumber tidak langsung tersedia bagi personil garis depan. Dalam hal apapun semua informasi harus diberikan kepada orang-orang ini tanpa mengharuskan mereka untuk secara manual berinteraksi dengan setiap jenis perangkat. Informasi harus diberikan secara otomatis dan sebagian pidato dikontrol melalui teknologi tampilan yang sesuai, pengeras suara dan indikator lainnya.” 55 Ungkapan di atas menjelaskan bentuk komunikasi hot spot sebagai daerah kritis. Dapat digambarkan bahwa bentuk komunikasi hot spot saat daerah kritis adalah sebagai tempat pusat bahaya dan focal point untuk menghentikan bagian utama dari bencana. Di sana personil garis depan yang terlibat dalam menangani bencana perlu berkonsentrasi sebanyak mungkin pada sumber bencana. Oleh kerena itu mereka memerlukan informasi dengan segera dan tanpa penundaan. Bagaimana pun informasi harus diberikan secara otomatis tanpa harus setiap personil bergerak sendiri. 56 Sebagai daerah komunikatif, penulis terjemahkan ungkapain Meissner, dkk: Ini adalah tempat di mana informasi dari semua sumber yang berbeda yang relevan harus tersedia, dianalisis, dikombinasikan atau, dalam istilah umum, segera diproses. Sumber informasi mungkin statis seperti sistem lokal komputer atau peralatan pengukuran, semi-dinamis seperti informasi yang diterima melalui koneksi berbasis jaringan telepon, internet, atau dinamis seperti perangkat mobile misalnya komputasi berbasis PDA atau perangkat penyimpanan bergerak masuk dan keluar dari 55 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 3. 56 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 3. komunikatif hot spot. Dalam rangka untuk mengumpulkan, menggabungkan dan mengolah informasi dari berbagai sumber, mekanisme dinamis, jaringan sebagian nirkabel ad hoc harus dikembangkan dan diimplementasikan untuk berbagai perangkat dan teknologi jaringan. 57 Meissner, dkk, menjelaskan ini sebagai tempat informasi dari semua sumber yang berbeda, yang relevan dan harus tersedia, dianalisis, dikomunikasikan atau, dalam istilah umum, segera diproses. 58 2. Service and Device Configuration Dalam pandangan Meissner, dkk, sistem yang diusulkan harus dapat mengelola data dalam jumlah besar di semua tingkatan. bertukar data secara real time antara entitas yang tepat adalah tantangan utama. 59 a. Motivation for Auto-configuration Motivasi untuk konfigurasi otomatis Meissner, dkk, menyebutkan “Tanpa konfigurasi yang benar dari host dalam jaringan, mereka tidak dapat menemukan satu sama lain, atau untuk berkomunikasi satu sama lain”. 60 Maka tanpa konfigurasi dari host dalam jaringan, mereka tidak dapat berkomunikasi satu sama lain. Oleh karena itu, konfigurasi perangkat adalah penting. Hal ini dapat dilakukan baik statis atau 57 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 3. 58 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4. 59 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4. 60 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4. dinamis. Perangkat yang permanen terhubung ke jaringan biasanya ukuran konfigurasi menjadi tugas administrator. b. Communication Spheres Meissner, dkk menyebutkan ada tiga jenis pelaku dalam sistem yang berkaitan dengan tingkat mobilitas dalam pengangan bencana: 61 1 Stationary actors: Polisi, Kantor Pusat misalnya kantor pemadam, dokter, dll Pemerintah, dan bahkan pemerintah asing atau organisasi swasta. 2 Semi-mobile actors: pos komando. 3 Mobile actors: personil garis depan, misalnya petugas pemadam kebakaran. Komunikasi yang dilakukan dalam struktur hirarki yang jelas. Sehingga komunikasi bersifat komando hal ini yamg memudahkan informasi tanpa adanya penyimpangan. c. Configuration of Devices perangkat konfigurasi Meissner, dkk, menjelaskan setiap data serta sumber data harus mengetahui sedang berkonfigurasi dengan siapa dalam berkomunikasi. Perangkat antarmuka harus dikonfigurasi dengan alamat yang unik kode. Tugas duplikasi alamat harus terdeteksi, dan tabrakan pesan harus dikelola. 62 Lebih jauh penulis kitipkan terjemahan pendapat Meissner, dkk: “Biasanya, aktor ponsel akan beroperasi baik secara manual atau secara otomatis perangkat sensor, yang mengumpulkan 61 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4. 62 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4. berbagai jenis data. Beberapa data, seperti jumlah gas meledak di udara, relevan baik untuk dirinya secara pribadi, serta untuk pos komando. Data lain, seperti informasi posisi, mungkin tidak penting bagi aktor mobile, melainkan untuk atasannya di pos komando.” 63 Mobile actors akan beroperasi menggunakan perangkat sensor, yang bertugas mengumpulkan berbeda jenis data baik untuk dirinya, ataupun untuk pos komando. 63 Andreas Meissner, dkk, “Design Challenges for an Integrated Disaster Management Communication and Information System,” h. 4. 39

BAB III GAMBARAN UMUM AKSI CEPAT TANGGAP ACT

A. Sejarah Berdirinya Organisasi ACT

Aksi Cepat Tanggap ACT foundation adalah organisasi kemanusiaan yang berfokus pada penanganan bencana alam dan kemanusiaan terpadu, meliputi darurat, penyelamatan, medis, bantuan, rekonstruksi dan pemulihan. ACT didirikan pada 2005 sebagai lembaga resmi dan independen. 1 Program-program yang kami ditangani telah berkembang melampaui bencana alam, tetapi juga fokus pada bencana sosial atau bencana kemanusiaan. Masalah ini termasuk gizi buruk, kelaparan, anak-anak, kesehatan dan sanitasi, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, pengembangan masyarakat, dan juga konflik sosial. Dengan visi kami untuk menjadi pelopor untuk kebangkitan jiwa kasih sayang dengan dasar kesukarelaan menuju kemandirian masyarakat, ACT selalu membawa nilai-nilai compassion, pengabdian masyarakat, dan masyarakat kemerdekaan dalam setiap proyek tunggal yang kita lakukan. ACT bersifat independen, objektif netral, non-diskriminatif, transparan, dan akuntabel. Oleh karena itu, ACT membantu semuanya, ACT tidak membedakan suku, ras, agama, atau pihak ketika melakukan program dalam negeri dan juga internasional. ACT, asal dana program berasal dari sumbangan masyarakat dan perusahaan, Corporate Social Responsibility CSR dana, yang pemanfaatannya akan di audit oleh akuntan publik sebagai bentuk transparansi kepada stakeholder. Untuk mencapai manfaat menyebar ke daerah-daerah terpencil, ACT dalam melaksanakan program-program yang dikembangkan jaringan relawan lokal di 1 Wawancara pribadi dengan Ibu Hidayatun Ni’mah, Public Relation ACT, Jakarta, Menara 165, 29 Oktober 2013. bawah bendera Masyarakat Relawan Indonesia MRI, Indonesia Volunteer Society. Keberadaan MRI membuat pelaksanaan ACT, maupun program ACT lebih efisien dan efektif . ACT juga mendirikan Disaster Management Institute of Indonesia DMII yang merupakan pusat referensi dari seluruh ACT, pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola bencana ACT. DMII memberikan pelatihan bencana dan darurat ke beberapa perusahaan, sekolah, pemerintah, dan lembaga-lembaga publik. DMII berfokus pada sosialisasi Pengurangan Risiko Bencana PRB. DMII juga telah merumuskan Standar Operasional Prosedur SOP untuk bencana dan manajemen darurat, dan juga menjadi konsultan untuk pusat pendidikan kebencanaan.

B. Visi dan Misi Organisasi ACT

Visi: 1. Pelopor dalam mengubah jiwa-jiwa dalam berbasis kerelawanan menuju kemandirian masyarakat. Misi 1. Mengembangkan model manajemen bencana terpadu MBT. 2. Memperkuat sinergi kemitraan. 3. Memperkuat komunikasi lembaga. 4. Mengerakkan partisipasi kepedulian masyarakat. 5. Memperkuat komunitas donator. 2 2 Wawancara pribadi dengan Ibu Hidayatun Ni’mah, Public Relayion ACT, Jakarta Selatan, Menara 165, 29 Oktober 2013.

C. Struktur Organisasi ACT

1. Presiden. 2. Senior Vice President Glbal Strategi Comunications a. Public Relation. b. General Philanthropy Media. c. Creative Comunication. d. Digital marketing. 3. Vice Presiden Philanthropy Network Development a. CSR Management development. b. Community Philanthropy development. 4. Vice President Operational a. Finance Accounting. b. Information Tchnology. c. Head Resource Development. d. General Affair. 5. Senior Vice Presiden Humanity Network Development a. Program: 1 Disaster Emergency Response. 2 Comdev. b. Masyarakat Relawan Indonesia. c. Disaster Management Institut of Indonesia. d. Global Qurban. 3 3 www.act.or.id.