Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA

Skripsi

Diajukan Oleh: ENNI LIDYA MANALU

050501093

Departemen Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2009


(2)

ABSTRACT

The objective of the research was to see the condition and the decreased of the environment quality and the factors that affected that condition above directly and indirectly. The variable that were used in the research were economic variable, demography variable, and environmental budget variable. Economic variable consisted of industry sector, agriculture sector, commercial agricultural enterprise subsector and economic growth sector at were seen from GDP. Demography variable was the number of Indonesian population. Environmental budget variable explained about the fund allocation to restore the forest condition. In the research, the writer used the path analyze to regress the data.

From the result, writer concluded that industry sector, agricltre sector, and commercial agricultural enterprise subsector affected the foest degradation and indirectly through the economic growth variable. In increasing the economic growth, country increased the industry sector,agriculture sector, and commercial agricultural enterprised subsector that the economic condition would supportthe damaged environment process and would increase the degradation of Indonesia forests. Mean while the number of population and the environmental budget gave the effect directly to the degradation the forests in Indonesia.

Key word : forests degredation, industry sector, agriculture sector, commercial agricultural enterprise subsector, economic growth, number of population, environmental budget.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keadaan dan penurunan kualitas lingkungan hidup serta faktor - faktor yang mempengaruhinya baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu variabel ekonomi, variabel demografi dan variabel anggaran. Variabel ekonomi mencakup sektor industri, sektor pertanian, subsektor perkebunan, dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri yang dilihat dari PDB. Variabel demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia. Dan variabel anggaran menjelaskan alokasi dana untuk pemulihan kondisi hutan. Penulis dalam penelitian ini menggunakan model analisis jalur untuk meregresikan data yang ada.

Dari hasil penelitian yang didapat kesimpulan bahwa sektor industri, sektor pertanian dan subsektor perkebunan mempengaruhi luas hutan secara langsung maupun tidak langsung. Sektor industri, sektor pertanian dan subsektor perkebunan mempengaruhi degradasi hutan secara tidak langsung melalui variabel pertumbuhan ekonomi. Dimana untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka negara meningkatkan sektor industri, sektor pertanian dan subsektor perkebunan, yang kemudian kegiatan ekonomi ini akan mendorong proses perusakan lingkungan dan meningkatkan degradasi hutan Indonesia. Sementara jumlah penduduk dan anggaran memberikan pengaruh secara langsung terhadap luas hutan Indonesia.

Kata kunci: degradasi hutan, sektor industri, sektor pertanian, subsektor perkebunan, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, anggaran.


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ……… i

ABSTRAK ……… ii

DAFTAR ISI ……… iii

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ………. ix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Hutan ………. 7

2.1.1. Pengertian Hutan dan Degradasi Hutan ………….. 7

2.1.2. Fungsi Hutan ………. 10

2.1.3.Penyebab Kerusakan Hutan ………. 11

2.2 Industri ……… 13

2.2.1. Pengertian dan Konsep Industri ……….. 13

2.2.2. Klasifikasi Industri ……….. 15

2.2.3. Hubungan Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup ……….. 19

2.3. Pertanian ……….. 20

2.3.1. Klasifikasi Sektor Pertanian ……… 20


(5)

2.3.3. Hubungan Pertanian dengan Pertumbuhan Ekonomi dan

Lingkungan Hidup ………. 22

2.4. Perkebunan ……… 24

2.4.1. Pengertian Perkebunan ……… 24

2.4.2.Klasifikasi Perkebunan ……… 24

2.4.3. Hubungan Perkebunan dengan Pertumbuhan Ekonomi .... 25

2.5. Penduduk ……… 26

2.5.1. Pertumbuhan penduduk ………. 26

2.5.2. Teori Pertumbuhan Penduduk ………. 27

2.5.3. Interaksi Kependudukan dan Lingkungan Hidup ……. 31

2.6. Pertumbuhan Ekonomi ……… 33

2.6.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ………. 33

2.6.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi ……… . 34

2.6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi .. 39

2.6.4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Lingkungan Hidup ……… 41

2.7. Anggaran Lingkungan Hidup ………. 42

2.7.1. Instrumen Kebijakan ………. 42

2.8. Hubungan Angggaran dengan Lingkungan Hidup ……….. 49

2.9. Penelitian Sebelumnya ………... 50

2.10. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian ……….. 51

2.10.1. Kerangka Konseptual ………... 51


(6)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ………. 54

3.2. Jenis dan Sumber Data ………. 54

3.3. Pengolahan Data ……….. 54

3.4. Model Analisis Data ……… 55

3.4.1. Direct effect / pengaruh secara langsung ……….. 57

3.4.2. Indirect effect / pengaruh secara tidak langsung ……… 58

3.4.3. Total effect / pengaruh total ………. 59

3.5. Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ………. 60

3.5.1. Koefisien Determinasi (R-Square) ………... 60

3.5.2. Uji t-statistik ……….. 60

3.5.3. Uji F-statistik ……….. 61

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ………... 63

3.6.1. Multikolinearity ……….. 63

3.6.2. Autokorelasi (Serial Correlation) ……… 64

3.7. Defenisi Operasional ……… 66

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Indonesia ……… 68

4.1.1. Keadaan Geografis ……… 68

4.1.2. Kondisi Hutan Indonesia ……… 69

4.1.3. Kondisi Perindustrian Indonesia ………. 74

4.1.4. Kondisi Pertanian Indonesia ……… 77

4.1.5. Kondisi Perkebunan Indonesia ………. 80


(7)

4.1.7. Kondisi Demografi Indonesia ………. 87

4.1.8. Kondisi Alokasi Anggaran Lingkungan Di Indonesia …. 90

4.2. Analisis dan Pembahasan ……….... 92

4.3. Hasil Pengolahan Data ………. 93

4.3.1. Model Persamaan I ………. 93

4.3.1.1.Direct Effect ………... 93

4.3.2. Model Persamaan I I ………. 95

4.3.2.1.Direct Effect ………. 95

4.3.2.2.Indirect Effect ………. 97

4.3.2.3. Total effect / pengaruh total ………. 100

4.4. Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ………. 102

4.4.1. Koefisien Determinasi (R-square) ………... 102

4.4.2. Uji F-Statistik ………. 103

4.4.3.Uji t-statistik (Uji parsial) ………... 105

4.5. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……… 118

4.5.1. Multikolinearitas (Multikolinearity) ………. 118

4.5.2. Autokorelasi (Uji D-W) ……… .. 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN ……… 121

5.2.SARAN ……… 126


(8)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Laju Degradasi Hutan Tahun 1974-2006 72 4.2. Jumlah Industri Indonesia Tahun 1974-2006 76 4.3. Luas Lahan Pertanian Indonesia Tahun 1974-2006 79 4.4. Luas Lahan Perkebunan Indonesia Tahun 1974-2006 83 4.5. Jumlah PDB dan Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Harga

Konstan 2000 Tahun 1974-2006 85

4.6. Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 1974-2006 89 4.7. Alokasi Anggaran Lingkungan Di Indonesia Tahun 1974-2006 91


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

3.1. Kerangka pemikiran. 52

3.2. Kurva Uji t- statistic 61

3.3. Kurva Uji F- statistic 63

3.4 Kurva Durbin-Watson 65

.4.1. Luas Degradasi Hutan, Luas Lahan Pertanian,

Luas Lahan Perkebunan Tahun 1974-2006 73

4.2 Uji F-statistik 103

4.3 Uji F-statistik 105

4.4 Uji t-statistik variabel sektor industri 107 4.5 Uji t-statistik variabel sektor pertanian 108 4.6 Uji t-statistik variabel subsektor perkebunan 109 4.7 Uji t-statistik variabel sektor industri 111 4.8 Uji t-statistik variabel sektor pertanian 112 4.9 Uji t-statistik variabel subsektor perkebunan 113 4.10 Uji t-statistik variabel jumlah penduduk 115 4.11 Uji t-statistik variabel jumlah anggaran 116 4.12 Uji t-statistik variabel pertumbuhan ekonomi 117

4.13. Uji D-W 120


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. LAMPIRAN

I Tabel Data

II Coefficients dan Model Summary persamaan I III Coefficients dan Model Summary persamaan II


(11)

ABSTRACT

The objective of the research was to see the condition and the decreased of the environment quality and the factors that affected that condition above directly and indirectly. The variable that were used in the research were economic variable, demography variable, and environmental budget variable. Economic variable consisted of industry sector, agriculture sector, commercial agricultural enterprise subsector and economic growth sector at were seen from GDP. Demography variable was the number of Indonesian population. Environmental budget variable explained about the fund allocation to restore the forest condition. In the research, the writer used the path analyze to regress the data.

From the result, writer concluded that industry sector, agricltre sector, and commercial agricultural enterprise subsector affected the foest degradation and indirectly through the economic growth variable. In increasing the economic growth, country increased the industry sector,agriculture sector, and commercial agricultural enterprised subsector that the economic condition would supportthe damaged environment process and would increase the degradation of Indonesia forests. Mean while the number of population and the environmental budget gave the effect directly to the degradation the forests in Indonesia.

Key word : forests degredation, industry sector, agriculture sector, commercial agricultural enterprise subsector, economic growth, number of population, environmental budget.


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat keadaan dan penurunan kualitas lingkungan hidup serta faktor - faktor yang mempengaruhinya baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu variabel ekonomi, variabel demografi dan variabel anggaran. Variabel ekonomi mencakup sektor industri, sektor pertanian, subsektor perkebunan, dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri yang dilihat dari PDB. Variabel demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia. Dan variabel anggaran menjelaskan alokasi dana untuk pemulihan kondisi hutan. Penulis dalam penelitian ini menggunakan model analisis jalur untuk meregresikan data yang ada.

Dari hasil penelitian yang didapat kesimpulan bahwa sektor industri, sektor pertanian dan subsektor perkebunan mempengaruhi luas hutan secara langsung maupun tidak langsung. Sektor industri, sektor pertanian dan subsektor perkebunan mempengaruhi degradasi hutan secara tidak langsung melalui variabel pertumbuhan ekonomi. Dimana untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka negara meningkatkan sektor industri, sektor pertanian dan subsektor perkebunan, yang kemudian kegiatan ekonomi ini akan mendorong proses perusakan lingkungan dan meningkatkan degradasi hutan Indonesia. Sementara jumlah penduduk dan anggaran memberikan pengaruh secara langsung terhadap luas hutan Indonesia.

Kata kunci: degradasi hutan, sektor industri, sektor pertanian, subsektor perkebunan, pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, anggaran.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang berdampak negatif pada lingkungannya. Padahal lingkungan alam merupakan tempat berbagai organisme hidup beserta segala keadaan dan kondisinya untuk menunjang kehidupan manusia itu sendiri di bumi yang menjadi tempat tinggalnya. Salah satu permasalahan hidup yang dialami sekarang ini adalah dampak dari kerusakan lingkungan.

Kerusakan lingkungan salah satunya dapat dilihat dengan kerusakan dan penyusutan luas areal hutan. Hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara yang memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia. Hutan juga merupakan salah satu sumber daya alam yang berperan dalam menjaga, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dan kesuburan tanah. Ketersediaan air dan kesuburan tanah merupakan urat nadi kehidupan manusia. Indonesia dikenal memiliki hutan yang cukup luas dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan bahkan tertinggi kedua di dunia setelah Brazil.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan RI tahun 2000, luas hutan Indonesia adalah 106,94 juta hektar atau 3,1% dari luas hutan dunia.


(14)

Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan hasil hutan seperti kayu yang semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak memperhatikan kelestariannya. Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya dilakukan secara ilegal seperti melakukan pembalakan liar, perambahan dan pencurian yang mengakibatkan kerusakan hutan menjadi tidak terkendali. Eksploitasi hasil hutan juga terjadi di Indonesia dimana penyusutan degradasi hutan setiap tahunnya, rata-rata 1,8 juta hektar.

Akibatnya, kerusakan hutan atau lingkungan yang tak terkendali tersebut mengakibatkan degradasi hutan semakin meningkat, lahan kritis semakin bertambah, dan sering terjadi bencana alam seperti banjir, tanah longsor yang menelan korban harta dan jiwa yang tidak sedikit, terjadinya kebakaran dan kekeringan, dan lain sebagainya. Hal ini tentunya merupakan tantangan bagi semua pihak untuk mencari akar permasalahan dan solusi pemecahannya. Pembalakan liar, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan, pembukaan pemukiman baru, transmigrasi, dan pemberlakuan izin HPH dan lain sebagainya, disinyalir merupakan penyebab rusaknya kawasan hutan dan meningkatnyanya degradasi hutan di Indonesia. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang semakin tinggi, sementara luas tanah adalah tetap, serta diiringi oleh pembangunan yang terus berkembang di setiap negara, desakan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, lapangan kerja kurang tersedia memaksa kawasan hutan dijadikan sebagai alternatif sasaran bagi masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan maupun masyarakat yang jauh dari


(15)

kawasan untuk memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Walaupun demikian, setiap negara haruslah melakukan pembangunan untuk meningkatkan perekonomiannya, termasuk negara Indonesia.

Saat ini Indonesia sedang melakukan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang dilakukan banyak menggunakan lahan hutan sebagai tempat dilaksanakannya pembangunan tersebut sehingga menyebabkan terjadinya degradasi hutan yang tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 1974, luas degradasi hutan Indonesia 600.000 hektar. Laju degradasi hutan yang semakin tinggi tiap tahunnya yang dilihat dari hasil pemetaan Dephut 1985- 1977 mencapai angka rata- rata 1,87 juta ha pertahunya. Dan kemudian mengalami peningkatan yang pesat pada tahun 1997 – 2000 menjadi 2,83 juta ha per tahun. Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan terjadinya kerusakan dan degradasi lahan hutan di Indonesia tahun 2006 yang meningkat menjadi 4 juta hektar. Sektor pertanian yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya perluasan lahan pertanian baik itu lahan pertanian bahan pangan, lahan holtikultura maupun untuk lahan perkebunan. Pada tahun1974, luas lahan pertanian dan perkebunan adalah 29.885.993 juta hektar dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 37.390.401 juta hektar. Jumlah industri di Indonesia juga semakin meningkat dimana pada tahun 1974 banyaknya jumlah industri di Indonesia adalah 7.091.000 unit, pada tahun 2006 menjadi 23.224.000 unit. Keberadaan industri memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup yang dapat dilihat dari kerusakan yang ditimbulkan akibat limbah yang dihasilkan oleh industri maupun degradasi hutan


(16)

akibat lahan hutan yang digunakan untuk pembangunan industri. Dalam setiap menitnya setiap hari rata-rata kita kehilangan 5 hektar atau setara dengan 5 kali lapangan sepak bola atau setiap hari kita kehilangan Rp 83 Milliar. Hal ini sangat memerlukan perhatian dari pemerintah maupun masyarakat. Dalam hal ini pemerintah berupaya untuk mengurangi tingkat kerusakan hutan dan berusaha melakukan pelestarian keberadaan hutan dengan melakukan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu proses pembangunan itu. Dengan pembangunan berwawasan lingkungan maka pembangunan dapat dikatakan berkelanjutan. Dalam laporan Komisi Sedunia tentang Lingkungan dan Pembangunan (WCED,1987) pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai “pembangunan yang mengusahakan dipenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka”.

Pembangunan berkelanjutan mengandung arti, lingkungan dapat mendukung pembangunan dengan terus menerus karena tidak habisnya sumber daya yang menjadi modal pembangunan. Modal terdiri dari buatan manusia, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, pabrik dan prasarana pembangunan dan sumberdaya alam, baik yang bersifat terperbaharui maupun yang tak terperbaharui. Walaupun pemerintah telah menyediakan anggaran lingkungan, namun hal ini tetap tidak bisa memperbaiki lingkungan yang telah rusak ataupun tercemar dan habis. Hal ini


(17)

disebabkan karena kurangnya kesadaran dari para pengusaha dan masyarakat akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup dan keberadaan akan hutan.

Akibat dari pembangunan yang masih belum memperhatikan lingkungan dan sumber daya alamnya serta keberadaan hutan yang semakin sempit menyebabkan banyaknya bencana alam terjadi dan semakin tingginya tingkat polusi/pencemaran baik itu pencemaran air, udara, tanah dan polusi suara.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba melakukan penelitian melalui penulisan skripsi dengan mengangkat judul “ Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia ”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Apakah sektor industri, pertanian, dan perkebunan secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi?

2. Apakah sektor industri, pertanian, perkebunan, jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan anggaran lingkungan hidup secara langsung berpengaruh terhadap degradasi hutan?

3. Apakah sektor industri, pertanian dan perkebunan secara tidak langsung berpengaruh terhadap degradasi hutan melalui pertumbuhan ekonomi?

4. Apakah sektor industri, pertanian dan perkebunan secara total berpengaruh terhadap degradasi hutan melalui pertumbuhan ekonomi?


(18)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh sektor industri, pertanian, dan perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Untuk mengetahui pengaruh sektor industri, pertanian, perkebunan, jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan anggaran lingkungan hidup terhadap degradasi hutan.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, terutama bagi mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik membahas kondisi lingkungan hidup Indonesia.

3. Sebagai tambahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang mengambil bahan yang sama di masa mendatang.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Hutan.

2.1.1. Pengertian Hutan dan Degradasi Hutan.

Berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Dari definisi hutan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputinya yaitu:

a. Suatu kesatuan ekosistem; b. Berupa hamparan lahan;

c. Berisi sumber daya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya; dan

d. Mampu memberi manfaat secara lestari.

Pengertian degradasi hutan memiliki arti yang berbeda dan bervariasi tergantung pada suatu kelompok masyarakat. Sebagian mengatakan bahwa hutan yang terdegradasi adalah hutan yang telah mengalami kerusakan sampai pada suatu point/titik dimana penebangan kayu maupun non kayu pada periode yang akan datang menjadi tertunda atau terhambat semuanya. Sedangkan sebagian lainnya


(20)

mendefinisikan hutan yang terdegradasi sebagai suatu keadaan dimana fungsi ekologis, ekonomis dan sosial hutan tidak terpenuhi.

A. Pembagian Hutan Menurut Departemen Kehutanan, berdasarkan fungsi hutan yaitu :

1.1. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah instrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

1.2. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

Hutan produksi dapat dibagi lagi menjadi:

a. Hutan produksi dengan penebangan terbatas, yaitu hutan produksi yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih, dan

hutan produksi dengan penebangaan bebas, yaitu hutan produksi yang dapat dieksploitasi baik dengan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis disertai dengan pembibitan alam atau dengan pembibitan buatan.

1.3. Hutan suaka alam yaitu kawasan hutan yang karena sifatnya yang khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alaam hayati lainnya. Antara lain dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:


(21)

a. Hutan suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas, termasuk alam hewani dan alam nabati yang perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang selanjutnya disebut cagar alam, dan

b. Hutan suaka alam yang ditetapkaan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional yang kemudian disebut suaka margasatwa.

1.4. Hutan wisata ialah hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata atau perburuan, yaitu :

a. Hutan wisata yang memiliki keindahan alam baik keindahan nabati, keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri memiliki corak yang khas untuk dimanfaatkan demi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Hutan seperti ini disebut sebagai taman wisata.

b. Hutan wisata yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan diselenggarakannya perburuan yang teratur bagi kepentingan rekreasi yang selanjutnya disebut taman buru. (Suparmoko : 1997 ; 239)


(22)

2.1.2. Fungsi Hutan

Adapun fungsi hutan di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi serta memelihara kesuburan tanah.

2. Menyediakan hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk keperluan pembangunan industri dan ekspor sehingga menunjang pembangunan ekonomi nasional pada umumnya.

3. Melindungi suasana iklim ataupun pengatur suhu lingkungan.

4. Memberikan keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman perburuan, dan taman wisata serta berbagai laboratorium untuk ilmu pengetahuan, pendidikan dan pariwisata.

5. Hutan berfungsi sebagai penyaring udara. Hutan dapat menyerap CO2 di lingkungan yang sedang tercemar oleh asap kendaraan bermotor, asap pabrik ataupun gas buangan lainnya.

6. Hutan merupakan pelindung terhadap angin. Lebatnya vegetasi di suatu hutan mengurangi dan mencegah kencangnya tiupan angin yang terlalu kuat bagi tanaman budidaya ataupun bagi daerah pemukiman.

7. Hutan merupakan penyangga hama dan penyakit. Jika pada suatu waktu timbul ledakan suatu penyakit atau hama, maka akibatnya bisa diperkecil karena


(23)

2.1.3. Penyebab Kerusakan Hutan

Di Indonesia kerusakan hutan terutama disebabkan: 1. Sistem perladangan berpindah.

Sistem ini dilakukan oleh penduduk yang tinggal di kawasan atau di pinggir hutan. Pertanian dilakukan dengan cara yang masih sangat sederhana yaitu dengan cara menebang pohon dan lalu dikeringkan dan kemudian dibakar. Selanjutnya tanah yang merupakan lahan pertanian tidak diolah, melainkan langsung ditanami. Lahan pertanian ini dimanfaatkan hanya dalam jangka waktu 3-4 tahun. Jika sudah tidak diolah lagi sebagai lahan pertanian, maka akan ditinggalkan. Pada dasarnya sistem perladangan berpindah tidak berdampak negatif terhadap lingkungan karena luas lahan yang dibuka relative sempit yaitu berkisar antara 2-3 hektar. Akan tetapi, karena penduduk bertambah terus dan teknologi sudah mulai berkembang, maka degradasi hutan Indonesia menjadi semakin luas dan bertambah parah kondisinya.

2. Perambahan hutan.

Perambahan hutan adalah pemanfaatan kawasan hutan secara illegal oleh masyarakat untuk digunakan sebagai lahan usaha pertanian dan pemukiman. Masyarakat yang merambah hutan disebut sebagai perambah hutan. Perambah hutan tidak selalu bermukim di areal hutan yang dirambah, tetapi ada juga yang tinggal di luar kawasan hutan. Pada umumnya perambahan hutan dilakukan oleh penduduk karena jumlah penduduk yang semakin bertambah namun jumlah lahan tetap, sehingga banyak penduduk yang tidak memiliki lahan.


(24)

3. Pengusaha HPH ( Hak Pengusahaan Hutan ).

Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk untuk kegiatan tebang pilih di hutan alam selama periode tertentu, pada umumnya 20 tahun, dan diperbaharui untuk satu periode selanjutnya, pada umumnya 20 tahun lagi. Pemberian izin HPH ini memberikan kontribusi positif dalam hal penerimaan negara, namun demikian di sisi lain izin HPH juga meninggalkan suatu permasalahan baru yaitu kerusakan hutan. Persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur pengusahaan hutan tidak dilaksanakan sehingga kayu hutan dibabat habis. Kerusakan hutan terkait dengan pengusahaan hutan ini antara lain dapat disebabkan karena kurangnya pengawasan, mentalitas dan integritas pengawas yang buruk, pengusaha kurang bertanggungjawab, dan sikap pengusaha yang tidak peduli pada lingkungan.

4. Bencana alam.

Kerusakan hutan akibat bencana alam relatif kecil, kecuali jika terjadi kebakaran hutan karena petir, namun hal ini jarang terjadi. Penyebab kebakaran hutan yang banyak terjadi adalah oleh ulah manusia. Bencana alam lainnya seperti longsor dan badai biasanya tidak menyebabkan kerusakan hutan yang berarti karena terjadi pada perluasan yang terbatas ( sempit ). (Eddy : 2003 ; 78)

Kerusakan hutan dan penyusutan luas lahan hutan di Indonesia setiap tahunnya sebagian besar diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan yang terjadi di berbagai wilayah/ daerah di Indonesia. Karena jumlah penduduk yang terus bertambah, degradasi hutan pun terus meningkat. Di samping


(25)

itu dengan pembangunan yang terjadi banyak melakukan kegiatan yang merambah hutan, misalnya transmigrasi, pembalakan dan pertambangan. Sebenarnya pembalakan dan perladangan tradisional yang dikelola dengan baik tidak perlu memusnahkan hutan. Sayangnya banyak kegiatan itu tidak dikelola dengan baik sehingga menyebabkan kerusakan dan meningkatkan laju degradasi hutan..

2.2 Industri

2.2.1. Pengertian dan Konsep Industri

Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang sangat penting. Melalui kegiatan industri akan dihasilkan berbagai kebutuhan manusia, mulai dari alat-alat sederhana sampai peralatan modern. Dengan demikian, pada dasarnya kegiatan industri lahir untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada awalnya perkembangan industri masih sangat sederhana dan terbatas, yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan dalam lingkup yang terbatas, namun seiring berjalannya waktu kegiatan industri semakin berkembang bahkan berkembang pesat.

Pengertian industri sangat luas, yaitu dapat dibedakan berdasarkan lingkup makro dan mikro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang erat. Dari segi pembentukan pendapatan, yakni yang cenderung bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Jadi batasan industri dalam pengertian makro, yaitu


(26)

semua produk baik barang maupun jasa ( Hasibuan dikutip dari Kuncoro : 2007 ; 105)

Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan kegiatan perencanaan pendirian industri atau pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya. Sedangkan perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.

Yang dimaksud dengan bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Dan yang dimaksud bahan baku adalah bahan mentah yang diolah dan dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri. Sedangkan barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. Pembangunan industri adalah bagian dari program pembangunan jangka panjang untuk merubah struktur perekonomian yang terlalu berat sebelah kepada bahan mentah dan hasil pertanian kearah struktur ekonomi yang lebih simbang dan serasi. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005, industri dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan di bidang ekonomi yang sifatnya produktif; dan


(27)

2. Dalam pengertian secara sempit, industri hanyalah mencakup industri pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar menjadi mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi atau menjadi barang jadi, kemudian barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya dan sifatnya lebih kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan ini adalah perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri dan pekerja perakitan (assembling).

2.2.2. Klasifikasi Industri

Jumlah dan kemajemukan jenis industri berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Kemajemukan jumlah dan jenis tersebut sangat ditentukan oleh banyak faktor diantaranya dalah ketersediaan bahan mentah, jumlah tenaga kerja, pangsa pasar, jenis teknologi yang dipakai serta ketersediaan tenaga kerja. Perkembangan ekonomi masing-masing daerah tentu saja akan turut mewarnai kemajemukan yang dimaksud diatas.

Industri dapat diklasifikasikan dalam tipe-tipe tertentu berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/1986:

a) Menurut lokasinya, industri sering diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Industri perkotaan, yang merupakan industri yang terletak dalam jarak yang dekat dengan daerah metropolitan atau kota besar. Sehingga dengan adanya


(28)

kepadatan penduduk yang cukup tinggi di kota metropolitan/ kota besar dapat dimanfaatkan sebagai sumber tenaga kerja bagi industri tersebut. 2. Industri semi perkotaan, yang merupakan industri yang terletak di ibukota

kabupaten, jadi di antara daerah perkotaan dan kecamatan.

3. Industri pedesaan, yang merupakan kawasan industri yang terletak di ibukota kecamatan yang penduduknya dapat dikatakan cukup besar.

b) Fungsi atau aktivitas di dalamnya

Menurut fungsinya industri dapat dikelompokkan dengan mengingat kegiatan yang dilakukan industri yang menggunakan kawasan tersebut menurut fungsinya, industri dapat dikelompokkan atas :

1. Industri majemuk, yakni industri yang mealkukan berbagai amcam kegiatan industri.

2. Industri permodalan, yaitu merupakan industri atau perusahaan yang umumnya kecil-kecil yang keseluruhannya merupakan pendukung dari perusahaan-perusahaan besar tertentu.

3. Industri khusus, yaitu perusahaan yang bergerak dalam satu kegiatan yang sejenis atau menghailkan produk yang sama.


(29)

c). Golongan / macam industri berdasarkan jumlah modal

1. Industri padat modal : adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya 2. Industri padat karya : adalah industri yang lebih dititik beratkan pada

sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.

d). Jenis-jenis / macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja

1. Industri rumah tangga : adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.

2. Industri kecil : adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.

3. Industri sedang atau industri menengah : adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.

4. Industri besar : adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.

e). Macam-macam / jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan

1. Industri primer : adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu.


(30)

Contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.

2. Industri sekunder : industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.

Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.

3. Industri tersier : adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa.

Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Pengelompokkan lain kegiatan industri dibuat berdasarkan jenis komoditi utama yang dihasilkan oleh masing-masing perusahaan. Disini secara garis besar kegiatan industri dikelompokkan menjadi :

a) Industri makanan, minuman, dan tembakau b) Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit

c) Industri kayu dan barang dari kayu termasuk alat-alat rumah tangga d) Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan e) Industri kimia dan bahan-bahan dari kimia, minyak bumi, batu bara, karet,


(31)

f) Industri barang galian bukan logam kecuali minyak bumi, batu bara dan logam

g) Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya h) Industri pengolahan lainnya.

2.2.3. Hubungan Industri dengan Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup.

Kegiatan produksi baik di sektor industri atau pabrik, di sektor pertanian, maupun di sektor jasa akan memberikan hasil atau output berupa barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Semakin banyak jumlah penduduk, lebih – lebih disertai dengan peningkatan dalam taraf hidup yang tercermin pada peningkatan pendapatan perkapita, akan dituntut banyak barang dan jasa yang harus disediakan. Kegiatan produksi di berbagai sektor akan semakin meningkat dalam menghasilkan alat pemuas kebutuhan yang lebih banyak berupa barang dan jasa yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perkapita suatu negara. (Suparmoko : 1997;46)

Namun perkembangan peradaban manusia yang ditunjang oleh kemajuan ilmu dan teknologi sekaligus juga merusak dan mencemari lingkungan hidup. (Eddy : 2003; 65). Pembangunan berbagai industri, seperti industri pupuk, semen, tekstil, kertas, minyak, besi baja, dan lain-lain, semuanya berpotensi memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Industri merusak dan mencemari lingkungan tidak hanya terjadi setelah berproduksi, tetapi juga dalam proses tahap pembangunannya atau konstruksi. Pada tahap ini perusakan dan pencemaran lingkungan dapat terjadi


(32)

pada kegiatan land clearing, mobilisasi peralatan berat, pengangkutan bahan bangunan dan kegiatan lainnya. Dalam proses produksinya, semua industri akan menghasilakan produk sampingan yang tidak atau kurang bernilai ekonomis. Produk sampingan ini disebut sebagai limbah, yang terdiri dari limbah padat, cair dan gas. Limbah ini akan mencemari lingkungan perairan, tanah dan udara yang pada akhirnya akan menggangu kehidupan makhluk hidup termasuk manusia.

2.3. Pertanian

Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi khususnya negara-negara dunia ke tiga termasuk Indonesia, sebab sebagian besar penduduknya hidup dari itu. Sektor pertanian yang relatif lebih ‘labour intensive’ memungkinkan menjadi pemasok tenaga kerja ke sektor modern. Di samping itu sektor pertanian bisa menjadi sumber modal bagi sektor modern. (Sukanto : 1998 ; 65)

2.3.1. Klasifikasi Sektor Pertanian

Adapun pembagian bidang-bidang pertanian adalah sebagai berikut : 1. Pertanian rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit

2. Perkebunan ( termasuk di dalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar) 3. Kehutanan


(33)

4. Peternakan, dan

5. Perikanan ( dalam perikanan dikenal lebih lanjut yaitu perikanan darat dan perikanan laut). (Mubyarto : 1989 ; 15)

Namun disini penulis hanya membahas atau menitikberatkan pada pertanian dan perkebunan saja. Dalam arti sempit pertanian diartikan sebagai pertanian rakyat yaitu usaha pertanian dimana diproduksi bahan makanan seperti : padi dan palawija, terdiri dari jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau ,dan tanaman holtikultura seperti : sayuran dan buah buahan. Kelompok sayur-sayuran, terdiri dari bawang merah, bawang putih, bawang daun, kentang, kubis, sawi, wortel, lobak, kacang merah, kaacang panjang, tomat, cabe, ketimun, labu siam, kangkung, kol bunga, bayam, terung. Kelompok buah-buahan, terdiri dari alpukat, mangga, jeruk, rambutan, durian, salak, pisang, nenas, manggis, nangka, sirsak dan belimbing.

2.3.2. Syarat-Syarat Pembangunan Pertanian

Menurut Musher (Mubyarto : 1989 ; 195), pembangunan pertanian di Indonesia memiliki syarat mutlak dan syarat pelancar dalam kegiatannya. Syarat mutlak pembangunan pertanian adalah :

1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani 2. Teknologi yang semakin berkembang.


(34)

3. Tersedianya bahan-bahan dan alat produksi secara local. 4. Adanya perangsang produksi bagi petani, dan

5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontiniu Dan syarat-syart pelancarnya adalah :

1. Pendidikan pembangunan 2. Kredit produksi

3. Kegiatan gotong royong petani

4. Perbaikan dan perluasan lahan pertanian 5. Perencanaan nasional pembangunan pertanian.

2.3.3. Hubungan Pertanian dengan Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup

Berbicara masalah pembangunan ekonomi, khususnya di dunia ke tiga orang tidak akan lepas dari masalah pertanian. Sedangkan berbicara masalah pertanian kita tidak bisa lepas dari lahan sebab pertanian ada dan tumbuh karena tersedianya lahan meskipun saat ini mulai dirintis pertanian tanpa lahan dengan teknologi dan sejenisnya, namun paling tidak sampai beberapa dekade lahan untuk pertanian masih dibutuhkan mengingat mahalnya tehnologi tersebut.


(35)

Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Apabila pembangunan pertanian berhasil, maka pertumbuhan ekonomi juga akan merasakan imbasnya. Pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah pendayagunaan secara optimal sumber daya pertanian dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, yaitu membangun sumber daya manusia aparatur profesional, petani mandiri dan kelembagaan pertanian yang kokoh, meningkatkan pemanfaataan sumber daya pertanian secara berkelanjutan, memantapkan ketahanan dan keamanan pangan, meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertaniaan, menumbuhkembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, serta membangun sistem menajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani. (Sukanto : 1998;65)

Dalam hubungannya dengan lingkungan, jumlah penduduk yang semakin banyak menimbulkan tuntutan kebutuhan manusia akan bertambah. Untuk menjaga keberlangsungan hidupnya manusia butuh pangan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan perlu dicetak perladangan dan persawahan baru dengan jalan membuka hutan ( Lubis dikutip dari Ritonga : 2003;100)

Sementara dalam menjalankan aktivitas pertanian, limbah dapat saja muncul. Untuk memperoleh hasil atau produksi biasanya sebelum ditanami tanah diolah terlebih dahulu seperti dibajak atau di cangkul. Praktek pengolahan tanah semacam ini biasanya menghasilkan limbah berupa partikel – partikel sedimen yang ketika sawah atau lahan pertanian tersebut diairi, ikut terbawa ke peraiaran umum .Demikian pula untuk mempercepat pertumbuhan tanaman dan mencegah serangan hama,


(36)

tanaman tersebut diberi pupuk, dan penyemprotan dengan pestisida. Sementara, penggunaan pupuk dan pestisida tidak akan terpakai secara keseluruhan . Sisanya akan terbuang kelingkungan bersama – sama dengan partikel sedimen melalui saluran irigasi, mencapai sungai dan selanjunya ke laut. Zat – zat sisa ini yang cenderung menjadi racun bagi biota lain dan merusak keseimbangan lingkungan (Supriharyono : 2007;146)

2.4. Perkebunan

2.4.1. Pengertian Perkebunan

Perkebunan didefenisikan sebagai segala bentuk kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistim yang sesuai; termasuk mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan dan manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pekebun dan masyarakat (Amanat UU Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan).

2.4.2.Klasifikasi Perkebunan

1. Perkebunan rakyat, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat yang hasilnya sebagian besar untuk dijual dengan area pengusahaannya dalam skala yang terbatas luasnya. Perkebunan rakyat terdiri dari kelapa


(37)

sawit, karet, kopi arabika, kopi arabusta, kelapa, coklat, cengkeh, kemenyan, kulit manis, nilam, tembakau, kemiri, tebu, pala, lada, kapuk, gambir, the, aren, pinang, vanili, jaahe, kapulaga, jambu mente, dan sereh wangi.

2. Perkebunan besar, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta yang hasilnya seluruhnya untuk dijual dengan areal pengusahaannya sangat luas. Perkebunaan besar terdiri dari kelapa sawit, karet, coklat, teh, tembakau, kopi dan tebu.

3. Perkebunan perusahaan inti rakyat (PIR), yaitu suatu usaha budidaya tanaman, dimana perusahaan besar (pemerintah atau swasta) bertindak sebagai inti sedangkan rakyat merupakan plasma.

4. Perkebunan unit pelaksana proyek (perkebunan Pola UPP) yaitu perkebunan yang dalam pembinaannya dilakukan oleh pemerintah, sedangkan pengusahaannya tetap dilakukan oleh rakyat. Wikipedia Indonesia. 2009. http//www.wikipedia.com. Diakses maret.

2.4.3. Hubungan Perkebunan dengan Pertumbuhan Ekonomi.

Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB). hasil-hasil perkebunan yang memiliki kontribusi yang besar terhadap PDB seperti : karet, kelapa sawit, teh, cengkeh, tembakau, kopi, dan lain-lain. Sebagai salah satu subsektor penting dalam


(38)

sektor pertanian, subsektor perkebunan secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia . Sebagai negara berkembang dimana penyediaan lapangan kerja merupakan masalah yang mendesak, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan. Sampai dengan tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh subsektor perkebunan diperkirakan mencapai sekitar 17 juta jiwa. Jumlah lapangan kerja tersebut belum termasuk yang bekerja pada industri hilir perkebunan. Kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja menjadi nilai tambah sendiri, karena subsektor perkebunan menyediakan lapangan kerja di pedesaan dan daerah terpencil. Peran ini bermakna strategis karena penyediaan lapangan kerja oleh subsektor berlokasi di pedesaan sehingga mampu mengurangi arus urbanisasi. (Artikel penelitian, Susila dan Goenadi 2004).

2.5. Penduduk

2.5.1. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk yang pesat di Indonesia dipastikan akan menimbulkan berbagai masalah lingkungan hidup terutama masalahnya terhadap tingkat degradasi hutan yang tinggi. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menimbulkan masalah dalam penyediaan lahan untuk pemukiman dan untuk usaha, fasilitas pelayanan sosial (pendidikan, rumah ibadah, kesehatan, air bersih, dan transportasi), serta masalah sosial ekonomi dan masalah sosial budaya lainnya. Tingkat


(39)

pertumbuhan penduduk di Indonesia yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat.

Lahan yang tersedia tidak akan mampu menampung pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat dikarenakan luas lahan tidak bertambah. Akibat dari pertumbuhan penduduk yang tinggi ini, maka manusia yang semakin bertambah jumlahnya untuk setiap tahunnya menggunakan lahan hutan yang tersedia untuk pemukiman dan usaha tani dan untuk keperluan lainnya. Pertumbuhan penduduk yang besar di Indonesia menyebabkan banyak terjadi pengrusakan secara besar-besaran terhadap lahan hutan dan terhadap hasil-hasil hutan. Hal ini menyebabkan terjadinya degradasi hutan yang tinggi.

2.5.2. Teori Pertumbuhan Penduduk A. Teori Malthus

Pelopor dalam pembahasan masalah penduduk secara lebih mendalam dan dianggap sebagai ilmu pengetahuan kependudukan atau demografi adalah Thomas Robert Malthus (1766-1834) yang dating pada abad ke 18. Ia menulis sebuah karangan berjudul “ An Essay On The Principal of Population, as Its Efects The Future Improvement of Society “. Menurut Malthus, sebab utama timbulnya kemiskinan dan kemelaratan bukan semata-mata karena organisasi masyarakat yang salah tetapi karena adanya ketidakselarasan yang selalu ada antara jumlah penduduk dan kebutuhan hidup yang tersedia. Pendapat ini dibuat berdasarkan dua gagasan utama, yaitu:


(40)

1. Manusia selalu memerlukan sandang dan pangan untuk kebutuhan hidup. 2. Nafsu seksual antara dua jenis kelamin akan selalu ada dan tidak akan

berubah sifatnya.

Kekuatan penduduk untuk bertambah adalah lebih besar daripada kesanggupan bumi untuk menyediakan atau menghasilkan kebutuhan hidup.

Malthus menggambarkan bahwa jumlah penduduk akan bertambah menurut deret ukur ( 1,2,4,8,16,…), sedangkan kebutuhan hidup terutama bahan makanan akan mengikuti deret hitung ( 1,2,3,4,5,…). Apabila perkembangan seperti ini berjalan terus maka lama kelamaan akan terjadi suatu ketimpangan yang amat menyolok antara jumlah penduduk dan jumlah kebutuhan hidup/pangan yang dapat dihasilkan sehingga keadaan ini dapat menimbulkan bencana yang hebat. Ketidakseimbangan pertambahan penduduk dengan pertambahan produksi pangan sangat mempengaruhi lingkungan hidup dan lahan hutan yang tersedia, dimana lingkungan hidup dan kekayaan hutan diperas dan dikuras untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sebagai akibatnya lingkungan hidup semakin berkurang kemampuan ataupun produktivitasnya. Apabila keadaan ini berjalan terus-menerus maka tentu saja akan sangat merugikan daerah itu sendiri dan secara tidak langsung juga mempengaruhi keadaan lingkungan yang lebih luas lagi. (Lubis dikutip dari Ritonga : 2003 ;28)

B. Teori Fisiologis

• Thomas Jarold, seorang dokter dari Inggris mengatakan bahwa kemampuan reproduksi manusia akan berkurang apabila ia semakin banyak menggunakan


(41)

tenaganya baik fisik maupun mental. Mengingat terjadinya perkembangan tingkat hidup dan kemajuan dari manusia yang terus menerus akan menyebabkannya menjadi lebih sibuk, maka pertumbuhan penduduk akan semakin berkurang sehingga kekhawatiran akan terjadinya ketimpangan antara jumlah penduduk dan jumlah makanan tidak perlu terjadi.

• Michael Thomas Sadler, mengemukakan akan terjadi suatu mekanisme keseimbangan antara jumlah penduduk dan tingkat kemakmuran. Bertambahnya tingkat kemakmuran akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk berketurunan dan sebaliknya. Disebutkan demikian karena ia memperhatikan pada kota-kota besar dimana banyak orang kota dengan penghidupan yang lebih baik cenderung untuk mempunyai angka kelahiran yang rendah.

• Thomas Doubleday mempertahankan teori yang mengemukakan adanya korelasi antara tingkat kelahiran dengan tingkat kemakmuran. Menurutnya tingkat kehidupan yang sulit akan merangsang orang untuk meningkatkan kelahiran sedangkan tingkat kehidupan yang makmur akan mengurangi kemampuan melahirkan. Keadaan ini disebut oleh Doubleday sebagai the real and great low of human population. Ia pun berpendapat bahwa kemampuan untuk reproduksi manusia dipengaruhi oleh pola makannya. Pada penduduk yang makmur, mereka banyak memakan daging hewan dan ini akan menurunkan kemampuan reproduksi mereka. Teori yang dikemukakan oleh Doubleday ini didukung oleh Jose de Castro, yang mencoba menghubungkan tingkat kelahiran dari suatu penduduk dengan konsumsi protein hewani dalam makanannya. Castro mengemukakan


(42)

bahwa apabila konsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu tinggi maka akan menyebabkan angka kelahiran yang rendah. Sebaliknya bila konsumsi protein hewani rendah maka akan menyebabkan angka kelahiran tinggi.

• Herbert Spencer mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan reproduksi dengan tingkat kemajuan individu. Semakin tinggi kemajuan dari kelompok penduduk/ individu maka semakin berkurang kemampuan reproduksinya dan sebaliknya, sehingga akhirnya akan tercapai keadaan dimana jumlah penduduk akan tetap. (Lubis dikutip dari Ritonga : 2003 ; 30)

C. Teori Psiko-sosial

Tokoh aliran ini adalah Nassau William Senior. Ia mengemukakan bahwa cita-cita manusia untuk memperbaiki keadaan hidupnya sama kuat dengan keinginan untuk mempunyai keturunan. Oleh sebab itu, menurutnya tidak mungkin terjadi keadaan dimana pertambahan penduduk menjadi lebih tinggi dari banyaknya bahan-bahan kebutuhan yang tersedia. Pertambahan-bahan penduduk akan selalu sejalan dengan perkemangan kemampuan yang memungkinkan penyediaan kebutuhan.

Arsenne Dumont pada tahun 1890 memperbaharui pendapat Senior dalam bukunya Depopulation et civilization. Ia mengatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan untuk memperbaiki kedudukan ekonomi dan kedudukan sosialnya sepanjang hal itu dapat dilakukannya yang disebutnya sebagai kapilaritas sosial. (Lubis dikutip dari Ritonga : 2003 ; 31)


(43)

D. Aliran Neo Maltusianisme

Aliran Neo Maltusianisme muncul karena adanya kritik terhadap teori Malthus. Kritikan ini muncul karena walaupun jumlah penduduk di Eropa bertambah, namun hal tersebut dapat diimbangi dengan peningkatan kemakmuran. Aliran Neo Maltusianisme membela teori Malthus dengan menambah penjelasan-penjelasan yang lebih lanjut. Tokoh dari aliran ini adalah Siegfried Budge, Warren Thomson, dan John Maynard Keynes. Mereka mengatakan bahwa walaupun produksi dapat ditingkatkan dengan kemajuan teknologi, namun ini pun mempunyai batas. (Lubis dikutip dari Ritonga : 2003 ; 31)

2.5.3. Interaksi Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

Pendudukan dan lingkungan hidup berkaitan erat. Keprihatinan tentang masalah kependudukan di indonesia sebetulnya telah lama dirasakan. Sekarang keprihatinan itu telah meningkat kembali setelah kita sendiri menjadi lebih sadar tentang berbagai dampak pertumbuhan penduduk yang tak terkendalikan di negara kita sendiri. Bersamaan dengan meningkatnya kesadaran lingkungan hidup, telah meningkat pula kesadaran tentang kaitan antara lingkungan hidup dengan aspek kependudukan. Bagi lingkungan sosial, masalah kependudukan dan lingkungan hidup merupakan unsur atau komponen dari masalah lingkungan sosial, yaitu masalah perubahan sosial di segala segi kehidupan, akibat perubahan dari segi material dan teknologi yang lebih cepat dari pada laju perubahan dari segi tata nilai atau gaya hidup. Oleh karena itu, untuk menanggapi masalah kerusakan lingkungan hidup,


(44)

termasuk masalah degradasi hutan, pola hidup penduduk harus berubah sehingga tumbuh masyarakat yang mampu menopang suatu pembangunan yang dapat memperbaiki mutu kehidupan manusia dengan tetap berusaha tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya. Untuk menumbuhkan masyarakat yang seperti itu, perlu dikembangkan prinsip etika (prinsip pertama dari prinsip-prinsip berkelanjutan) yang mengindahkan semangat gotong royong. Di atas prinsip gotong royong dikembangkan empat prinsip berkelanjutan, yaitu:

1. Prinsip meningkatkan kualitas hidup. Pembangunan ini baru berarti jika meningkatkan kualitas hidup dalam segala seginya;

2. Prinsip melestarikan vitalitas dan keanekaragaman bumi agar pembangunan bisa berlanjut;

3. Prinsip minimalisasi penciutan sumberdaya alam yang tidak diperbarui; dan 4. Prinsip mengindahkan daya dukung lingkungan.

Pertumbuhan penduduk dunia yang cukup tinggi (dua persen pertahun), sampai demikian jauh telah memberikan dampak negatif kepada alam sekitar. Jelas kiranya pertumbuhan yang bertambah itu menuntut jumlah kebutuhan hidup yang terus meningkat, pada hal bumi kita sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan pangan perlu dicetak persawahan, ladang baru dengan membuka hutan ( Lubis, dikutip dari Ritonga : 2003 ; 98)


(45)

2.6. Pertumbuhan Ekonomi

2.6.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Dalam kegiatan ekonomi banyak cara untuk mengukur bagaimana suatu perekonomian mengalami kemajuan atau sebaliknya mengalami kemunduran. Salah satunya dengan menilai prestasi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai adanya kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Dalam dunia nyata, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu. Kesulitan itu bukan saja karena jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam dan atuan ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai uangnya yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Tujuan utama dari perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah ngin melihat apakah kondisi perekonomian makin membaik. Ukuran baik buruknya dapat dilihat dari struktur produksi (sektoral) atau daerah asal produksi (regional). Dengan melihat struktur produksi, dapat diketahui apakah ada sektor yang terlalu tinggi atau terlalu lambat pertumbuhan.

Produk domestik bruto menghitung hasil produksi suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa pemilik faktor produksi tersebut. Semua faktor produksi yang beralokasi dalam perekonomian tersebut outputnya diperhitungkan dalam PDB. Nilai


(46)

PDB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang dihasilkan.

2.6.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi.

PDB adalah salah satu konsep pendapatan dalam ekonomi makro, teori-teori yang mendukung PDB dapat kita lihat dalam teori-teori pertumbuhan ekonomi. Teori-teori pertumbuhan ekonomi melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Teori-teori pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan : A. Teori pertumbuhan klasik

Menurut pandangan para ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan.

Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung kepada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik menitik beratkan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk pada pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan ekonomi mereka dikatakan luas tanah dan kekayaan alam adalah tetap jumlahnya dan tingkat teknologi tidak mengalami perubahan. Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus-menerus berlangsung.


(47)

Pada mulanya apabila penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dari investasi yang dibuat adalah tinggi. Maka para pengusaha akan mendapatkan keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi akan terwujud. Keadaan ini tiadak akan terus-menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktifitas setiap penduduk telah menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat telah menurun kembali, ekonomi telah mencapai tingkat perkembangan yang sangat rendah. Apabila keadaan ini tercapai ekonomi telah dikatakan mencapai keadaan tidak berkembang (stastionary state). Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampuh menghalangi terjadinya keadaan yang tidak berkembang tersebut. (Jinghan : 2008 ; 110)

B. Teori Schumpeter

Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha didalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi hal untuk memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisien cara memproduksi dalam menghasilkan sesuatu barang, memperluas pasar sesuatu barang kepasaran yang baru, mengembangkan sumber barang mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Berbagai kegiatan inovasi ini akan memerlukan investasi baru.


(48)

Didalam mengemukakan teori pertumbuhannya, Schumpeter memulai analisisnya dengan memisalkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak berkembang. Tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama. Pada waktu keadaan tersebut berlaku, segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan mendapatkan keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut. Pembaharuan tersebut, mereka akan meminjam modal dan melakukan penanaman modal. Investasi yang baru ini akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi negara. Maka pendapatan masyarakat akan bertambah dan seterusnya konsumsi masyarakat menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan banyak barang dan melakukan penanaman modal baru. Maka menurut Schumpeter, investasi dapat dibedakan kepada 2 golongan yaitu: penanaman modal otonomi dan penanaman modal terpengaruh.

Penanaman modal otonomi adalah penanaman modal yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi yang timbul sebagai akibat kegiatan inovasi. Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan suatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary state”. (Jinghan : 2008 ; 125)


(49)

C. Teori Harrod-Domar.

Dalam menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi, teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Dalam mencapai tujuan ini diperlukan penanaman modal (investasi). Kemampuan masyarakat untuk berinvestasi akan ditentukan oleh permintaan agregat yang berdaya beli dari masyarakat. (Sukirno : 2006 ; 255)

D. Teori Pertumbuhan Neo klasik

Teori pertumbuhan neo klasik melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi penawaran. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi bergantung kepada perkembangan faktor-faktor produksi (modal, penduduk, teknologi). Dalam analisisnya faktor terpenting yang mewujudkan pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan modal dan pertambahan tenaga kerja. Sumbangan terpenting dari teori pertumbuhan neo klasik bukanlah dalam menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, tetapi dalam sumbangannya untuk menggunakan teori tersebut untuk mengadakan penyelidikan empiris dalam menentukan peranaan sebenarnya dari berbagai faktor produksi dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. (Sukirno : 2007 ; 451)

E. Teori Pertumbuhan Ekonomi Rostow.

Rostow mengemukakan tahap-tahap dalam pertumbuhan ekonomi antara lain sebagai berikut (Jinghan : 2008 ; 142):


(50)

1. Masyarakat tradisional, artinya suatu kehidupan masyarakat yang berkembang secara tradisional dan belum didasrkan kepada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan , kadang-kadang berpikinya primitif dan irasional.

2. Prasyarat tinggal landas, merupakan masa transisi masyarakat untuk mempersiapkan dirinya mulai menerima teknik-teknik baru dan pemikiran-pemikitran baru dari laur kehidupan mereka.

3. Tinggal landas, artinya pad tahap ini terjadi perubahan-perubahan yang sangat drastis dalam terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi dalam berproduksi

4. Menuju kematangan artinya pada tahap ini masyarakaat secara efektif telah menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alam.

5. Konsumsi tinggi, artinya pada tahap ini perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah kesejahteraan dan upaya masyarakat tertuju untuk menciptakan welfare state yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada penduduknya dengan cara mengusahakan distribusi pendapatan melalui sistem perpajakan yang progresif. Masyarakat tidak mempersalahkan kebutuhan pokok lagi tetapi konsumsi lebih tinggi terhadap barang tahan lama dan barang-barang mewah.


(51)

2.6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi.

A. Sumber Daya Manusia.

Sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang terpenting. Sumber daya manusia bisa melakukan dua peran di dalam proses produksi dalam rangka menciptakan pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai tenaga kerja dan sebagai pengusaha. Manusia juga berperan untuk menciptakan teknologi baru dan atau mengembangkan teknologi yang sudah ada. Dalam proses pelaksanaan pertumbuhan ekonomi, sumber daya manusia senantiasa dituntut untuk terus meningkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas tersebut baik ilmu pengetahuan, keterampilan,dan meninggalkan cara-cara berpikir tradisional yang diganti dengan cara berpikir modern. Dari kenyataan tersebut, peran sumber daya manusia sangat menentukan berhasil tidaknya proses pertumbuhan ekonomi. (Jinghan : 2008 ; 67)

B. Sumber Daya Alam.

Faktor produksi alam juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. Hal-hal yang termasuk sumber daya alam adalah air, tanah, udara, hewan, tumbuh-tumbuhan, mineral, dan segala sesuatu yang ada di alam ini. Tanpa faktor alam yang cukup pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi. Indonesia dari segi faktor sumber daya alam cukup memadai, hanya tinggal kemampuan untuk memanfaatkan dan melestarikannya agar proses pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan.


(52)

C. Modal

Bagi negara-negara yang sedang berkembang, kekurangan modal merupakan penghambat pertumbuhan. Rendahnya tingkat pembentukan modal di negara berkembang disebabkan oleh kemampuan menabung yang rendah. Kemampuan menabung yang rendah disebabkan oleh tingkat pendapatan yang rendah, dimana tingkat pendapatan yang rendah ini disebabkan rendahnya tingkat produktivitas sehingga menyebabkan rendahnya tingkat investasi. Saling keterkaitan faktor-faktor akan terus berlangsung dan sulit untuk diputuskan. Inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia tetap dalam lingkaran kemiskinan.

D. Penguasaan teknologi.

Tanpa disertai penguasaan teknologi, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara berkembang akan tertinggal dan terhambat. Dengan adanya teknologi, proses produksi akan lebih cepat dan akan mampu menghasilkan produk yang lebih berkualitas dengan biaya yang lebih murah. Teknologi canggih akan membantu efisiensi dan efektivitas dalam proses produksi. Dengan demikian adanya teknologi akan memberikan nilai tambah terhadap proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang dilakukan suatu negara.

E. Kewirausahaan

Hal ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan dan keberanian dalam mengambil resiko guna memperoleh keuntungan. Para ahli mempunya perkiraan yang matang bahwa input yang dikombinasikan akan menghasilkan barang dan jasa


(53)

yang dibutuhkan masyarakat. Kemampuan mengkombinasikan input dapat disebut sebagai kemampuan inovasi.

2.6.4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup yang ada haruslah tetap dijaga kelestariannya, karena lingkungan hidup yang terjaga sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Seperti halnya dengan lingkungan, hutan juga telah dimanfaatkan bagi kehidupan manusia sejak saat kehidupan manusia masih primitif. Manusia memanfaatkan hutan sebagai sumber kehidupan untuk mengumpulkan bahan-bahan makan, buah-buahan, perburuan maupun untuk diambil kayunya. Kayu merupakan salah satu hasil hutan yang sangat dibutuhkan untuk bahan bangunan pokok di dunia, seperti pembangunan rumah-rumah, perabotan rumah tangga, membuat kapal, senjata, kereeta, bajak, dan lain-lain. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatan industri di negara-negara di dunia termasuk Indonesia, mengharuskan untuk mengolah hasil-hasil hutan dalam jumlah yang besar demi memenuhi kebutuhan hidup mausia dan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan semakin meningkatnya penggunaan hutan dan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menyebabkan terjadinya pembukaan hutan secara besar-besaran. Sebagai akibat selanjutnya, maka degradasi hutan di Indonesia semakin meningkat dan dengan hasil hutan yang semakin sedikit jumlahnya.( Suparmoko:1997;236)


(54)

2.7. Anggaran Lingkungan Hidup

2.7.1. Instrumen Kebijakan

Instrumen kebijakan untuk membiayai dan mengembalikan sebagian investasi pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi : a) kebijakan pemerintah insentif dan subsidi, b) kebijakan disinsentif, pajak dan retribusi, c) kebijakan penentuan harga sumber daya alam. Instrumen-instrumen tersebut merupakan instrumen ekonomi yang umum digunakan sebagai instrumen kebijakan keuangan negara. ( Suparmoko : 2000;156)

Khusus dikaitkan dengan tujuan pengelolaan lingkungan, kebijakan tersebut bertujuan :

a. Mendorong penggunaan atau pengambilan sumber daya alam agar lebih efisien dan tidak terjadi pemborosan,

b. Menerapkan konsep pencemar yang membayar (polutter pays principles) sehingga eksternalitas negatif akibat tindakan seseorang atau perusahaan terhadap kelompok masyarakat lain dapat dibatasi,

c. Mengambil sebagian atau seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengelola lingkungan dari masyarakat yang mendapatkan manfaat dari masyarakat yang mendapatkan manfaat dari pengelolaan lingkungan tersebut.

Dengan penerapan instrumen pembiayaan yang didukung dengan administrasi dan kelembagaan yang tepat, maka instrumen kebijakan itu akan menjadi efektif


(55)

dalam mempengaruhi prilaku masyarakat, termasuk para pengusaha dan keterlibatannya membiayai pengelolaan lingkungan dan hutan. Beberapa kebijakan dapat berpengaruh langsung pada pihak yang bersangkutan seperti kebijakan iuran dan retribusi untuk sampah dan air dan ada yang berpengaruh tidak langsung seperti pungutan pajak untuk masukan (input) maupun luaran (output) yang mencemari lingkungan atau masyarakat banyak. Selanjutnya penentuan harga sumber daya alam atas dasar rente ekonomi atau biaya penggantian maupun harga pasar, bagi orang yang menggunakannya akan memaksa masyarakat tersebut untuk melakukan penghematan dalam penggunaannya.

A. Pajak dan Retribusi

Pajak dan retribusi merupakan instrumen ekonomi yang bersifat menimbulkan kurang minat atau disinsentif baik untuk menabung, menginvestasi maupun untuk bekerja dalam kaitannya dalam pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu, pajak dan retribusi dalam hal pengelolaan lingkungan lebih diarahkan kepada pengendalian pencemaran yang ditimbulkan dan dibuangnya ke lingkungan alami.

Yang dimaksud dengan pajak ialah iuran yang harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada pemerintah tanpa balas jasa yang langsung dapat ditunjuk; sebagai contoh umum adalah pajak kendaraan bermotor. Sedangkan yang dimaksud dengan retribusi adalah iuran yang dibayar oleh pemakai jasa yang diberikan oleh pemerintah dan balas jasa tersebut dapat langsung ditunjuk, seperti pembayaran iuran sampah, iuran air minum dan sebagainya. Memang tidak semua pungutan pajak atau retribusi


(56)

akan memberikan disinsentif dalam mencemari lingkungan. Hal ini sangat tergantung kepada elastisitas permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Pencemar atau polutan sesungguhnya merupakan produk sampingan dari produk utama yang dihasilkan oleh perusahaan. Dalam suatu kegiatan produksi selalu terjadi di samping dihasilkan suatu produk dihasilkan pula suatu pencemar seperti limbah padat dan pada umumnya produksi limbah ini bersifat proporsional terhadap produksi utamanya. (Suparmoko : 2000 ; 157)

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Pemerintah pusat mulai tahun pertama PELITA V (1983/84-1988/89) telah melaksanakan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui empat program pokok yaitu : a) inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, b) penyelamatan hutan, tanah dan air, c) pembinaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, d) pengembangan meteorologi dan geofisika. Lebih rinci lagi dalam Repelita VI telah dicanangkan pengelolaan lingkungan hidup dengan dana APBN yang sebagian besar berasal dari pajak umum. Dana dari APBN ini dapat langsung digunakan untuk pengelolaan lingkungan hidup dan khusus telah dianggarkan baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah daerah mendapatkan subsidi dari pemerintah pusat dan disamping itu harus menggali pendapatan asli daerah untuk kepentingan tersebut.

Selama ini pungutan retribusi memang lebih dimaksudkan sebagai sumber penerimaan daerah dan belum berfungsi sepenuhnya sebagai pendorong untuk


(57)

pemeliharaan lingkungan yang bersih dan sehat. Sangat penting diketahui oleh masyarakat bahwa pungutan retribusi dan pajak yang dikaitkan dengan objek lingkungan diarahkan untuk menyadarkan mereka tentang pemeliharaan lingkungan yang bersih. Dengan demikian diharapkan agar pungutan itu bersifat disinsentif dalam mencemari lingkungan.

Memang kadang-kadang sulit untuk menarik pungutan khusus yang berkaitan dengan lingkungan, karena perbaikan lingkungan sering tercermin pada nilai aset lain yang dipengaruhi oleh kualitas lingkungan. Misalnya , naiknya nilai atau harga lahan karena kondisi lingkungan yang sehat, udara bersih, air tanah yang jernih dan bersih serta pemandangan alam yang indah. Dalam hal ini pendapatan yang berasal dari lahan seperti pajak bumi dan bangunan sudah mencakup penerimaan yang berasal dari perbaikan lingkungan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika sebagian dari penerimaan pajak bumi dan bangunan disisihkan untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. Sehingga nilai lingkungan itu dapat diperhitungkan secara teliti sehingga dapat pula diperhitungkan berapa persen dari seluruh penerimaan pajak bumi dan bangunan itu yang harus dialokasikan untuk perbaikan dan pengelolaan lingkungan. (Suparmoko : 2000 ; 161)

C. Pungutan dan Denda Terhadap Pencemar

Dalam ilmu keuangan negara pungutan dan denda yang dikenakan terhadap pencemar lingkungan disebut sebagai “Pigouvian Taxes”. Pungutan dan denda semacam ini dimaksudkan untuk menurunkan tingkat pencemaran yang dihasilkan


(58)

oleh perusahaan atau individu dengan cara mengintrernalkan biaya lingkungan yang semula ditanggung oleh masyarakat. Biaya lingkungan yang disebut juga biaya eksternal itu sering berupa menurunnya kualitas lingkungan, timbulnya penyakit dan turunnya produktivitas semua jenis sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup secara implisit dalam Pasal 34 dan 35, diterapkan prinsip pencemar yang membayar ( polutter pays principle ). UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang merupakan pengganti dan penyempurnaan dari UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, telah diterbitkan PP No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tersebut, ditetapkan bahwa pelaku pencemaran dan pengrusakan hutan dikenakan kurungan penjara 15 tahun dan denda sekurang-kurangnya Rp 750 juta. Secara teoretis pengenaan pajak atau pungutan atas pencemaran dapat ditentukan atas dasar beban pencemaran maupun indikator pencemar lainnya.

Dalam hal ini, pungutan limbah masih relatif baru dan belum banyak diterapkan, kecuali pada beberapa lingkungan industri. Dengan adanya sistem desentralisasi pemerintah dan difungsikannya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDALDA) di tingkat Kabupaten dan Kotamadya serta Propinsi, maka jenis pungutan limbah seperti ini dapat diterapkan dan dikembangkan sebagai sumber penerimaan daerah dan sekaligus dapat mengendalikan pencemaran


(59)

lingkungan. Pemerintah daerah dapat memulai dengan menerapkannya untuk limbah padat dan limbah cair sebagai buangan industri. (Suparmoko : 2000 ; 162)

D. Asuransi Kerugian Lingkungan

Asuransi dalam kaitannya dengan perlindungan lingkungan telah banyak diterapkan di negara-negara maju. Demikian pula untuk industri-industri besar seperti industri perminyakan, pertambangan batubara dan lain-lain. Pada dasarnya perusahaan yang terlibat dalam kegiatan penggalian sumber daya alam termasuk minyak bumi diwajibkan membeli polis asuransi untuk menjaga kemungkinan rusaknya lingkungan. Dalam hal ini, tampaknya belum ada lembaga asuransi di dalam negeri yang berkecimpung dalam asuransi lingkungan ini. Hal ini kemungkinan karena masih sulitnya mengukur besarnya dampak kerusakan lingkungan dan menilainya dalam rupiah atau dollar. (Suparmoko : 2000 ; 163)

E. Dana Internasional

Secara internasional ada dana yang tersedia untuk mempertahankan kualitas lingkungan secara global. Negara-negara maju telah menyadari bahwa konsep lingkungan ini tidak mengenal batas, sehingga memburuknya kondisi lingkungan di suatu daerah atau negara akan mempunyai dampak yang negatif pula bagi negara-negara lain. Oleh karena itu, negara-negara-negara-negara maju telah menyisihkan sebagian dari anggaran belanjanya untuk membentuk dana lingkungan global yang disebut dengan Global Envirometal Fund (GEF). GEF ini berkedudukan di Geneva. Di samping itu, banyak negara-negara maju yang bersedia membantu negara-negara sedang


(60)

berkembang untuk memperbaiki kondisi lingkungannya, seperti Norwegia, Perancis, Jerman, Jepang, dan Australia telah memberikan bantuan perbaikan dan pengolahan lingkungan dalam bentuk bantuan tenaga ahli maupun kerjasama dalam pelaksanaan dan pembiayaannya. Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia juga telah memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman yang tidak sedikit dalam rangka perbaikan dan pengolahan lingkungan di Indonesia.

Berbagai uraian mengenai sumber pembiayaan baik pengolahan lingkungan ini perlu didukung dengan kebijakan perpajakan yang jelas. Pada dasarnya, berbagai sumber pembiayaan yersebut harus ditentukan terlebih dahulu dalam kaitannya dengan beberapa persyaratan berikut :

• Tujuannya harus jelas.

• Pelaksanaan dan administrasinya sederhana.

• Sejalan dengan kerangka administrasi keuangan dan peraturan perpajakan yang ada.

• Dapat dipahami dan diterima oleh kelompok sasaran.

• Pelaksanaannya luwes dan sesuai dengan konsep pengelolan lingkungan yang berlaku.

Dalam pelaksanaannya, azas keadilan dalam pengenaan pajak dan retribusi serta dampaknya harus diberikan perhatian sebaik mungkin. Kewenangan pemerintah daerah di Indonesia dalam perpajakan dan pengelolaan keuangan harus ditingkatkan, karena masalah lingkungan ini lebih banyak yang bersifat lokal disamping yang


(61)

sifatnya nasional maupun global. Kewenangan yang semakin tinggi diharapkan akan meningkatkan kreativitas dalam penggalian sumber-sumber keuangan asli daerah dan memanfaatkannya untuk pengelolaan lingkungan. (Suparmoko : 2000 ; 165)

2.8. Hubungan Angggaran dengan Lingkungan Hidup.

Penggelolaan lingkungan seperti halnya dengan usaha- usaha atau kegiatan lain tentu memerlukan dana untuk membiayai kegiatan tersebut. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sifatnya bebas tanpa biaya atau pengorbanan, demikian juga halnya dengan pengelolahan lingkungan hidup. Dana yang dialokasikan berfungsi untuk menekan tingkat kerusakan lingkungan hidup. Dengan kata lain anggaran lingkungan akan berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk menggelola lingkungan hidup secara keseluruhan dan mengatur sedemikian rupa dengan berbagai mekanisme sehingga para individu akan mau mengelola lingkungan dengan baik. Namun untuk itu akan diperlukan suatu alat pengelolaan yang disebut sebagai “perintah dan pengawasan” . Alat pengelolaan ini dimaksudkan untuk medorong atau menyadarkan masyarakat sebagai keseluruhan atau para individu agar mau berpartisipasi dalam mengelolah lingkungan, hal ini di sadari oleh pemerintah karena memang pemerintah mempunyai keterbatasan dalam kemampuannya untuk mengelola lingkungan secara langsung tanpa partisipasi masyarakat. ( Suparmoko : 2000 ; 15)


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Acmad,Engkos.2007. Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur.

Bandung: ALFABETA.

Badan Pusat Statistik (1974-2006). Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat

Statistik

Badan Pusat Statistik,2005. Statistik 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Badan

Pusat Statistik.

Bambang Sulistyo dan Panji Seminar.2003. Pemodelan Untuk Memprediksi Arah

Perambahan Hutan Lindung dengan Bantuan Data Penginderaan Jauh

dan Sistem Informasi Geografi. Laporan penelitian. Bengkulu: Pusat

Penelitian Universitas Bengkulu.

Eddy,Karden.2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan.

Hasibuan,N.1993. Ekonomi Industri: Persaingan Monopoli dan Regulasi. Jakarta:

LP3ES.

Jinghan,M.L.2008.

Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Edisi

Keenambelas. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Kuncoro,M.1997. Ekonomi Industri: Teori,Kebijakan dan Studi Empiris.


(2)

Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.

Reksohadiprodjo,Sukanto.1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi. Edisi

Kedua. Yogyakarta:BPFE.

Ritonga,Abdurrahman,Dkk.2003. Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Edisi

Kedua. Jakarta: Lembaga Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijakan. Edisi kedua.Jakarta : Kencana

Sukirno, Sadono.2007. Makro Ekonomi Modern. Jakarta : PT.Raja Grafindo

Persada

Suparmoko,M.1997. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.Edisi Ketiga.

Yogyakarta:BPFE

Suparmoko,M.2000. Ekonomika Lingkungan. Edisi Pertama. Yogyakarta:BPFE.

Supriharyono.2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Suryana.2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan. Jakarta:

Salemba Empat.

Susila.R. Wayan dan Goenadi. H. Didiek.2004 .Peran Subsektor Perkebunan


(3)

Suzanna Lamria Siregar. Korelasi Kanonikal: Komputasi dengan menggunakan SPSS

dan Interpretasi Hasil Analisis. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

Williaam Sunderlin dan Ida Aju Pradnja Resosudarmo.1997. Laju dan Penyebab

Deforestasi di Indonesia. Laporan Penelitian. Bogor: Center for International

Foresty Research.

Wikipedia Indonesia. 2009. http//www.wikipedia.com.

www.departemenpertanian.go.id


(4)

LAMPIRAN I

TABEL DATA

No Tahun Laju

degradasi hutan (ribu) Jumlah industry (ribu) luas pertanian rakyat (Ha ribu) Luas perkebunan (Ha ribu) Jumlah penduduk (jiwa juta) PDB (juta) Jumlah anggaran lingkungan (Rp juta) 1 1974 600 7091 23707.860 6178.133 129.083 362131 3419 2 1975 500 7189 23407.767 6431.470 132.110 380155 7041 3 1976 500 7258 22512.579 6660.760 133.940 405438 4033 4 1977 400 7656 23053.162 6892.144 134.190 441936 4525 5 1978 500 7832 24710.619 7058.260 136.630 471842 5469 6 1979 600 7942 24277.925 7686.217 139.376 506401 4497 7 1980 600 7950 24941.683 7824.939 148.040 556434 10919 8 1981 600 7960 26088.636 8372.405 151.314 600543 14883 9 1982 200 8006 24265.764 8567.996 154.661 614034 17909 10 1983 1900 8020 25325.881 8919.572 158.082 639780 11665 11 1984 1500 8221 27297.647 9450.199 161.579 684408 104972 12 1985 1000 12909 27087.727 9883.167 165.153 701259 105185 13 1986 2000 12765 28682.809 10031.591 168.662 742461 117310 14 1987 1000 12778 27501.917 10300.535 172.244 779032 124233 15 1988 1400 14664 29288.256 10728.176 175.903 824064 168030 16 1989 1200 14676 30114.914 11133.410 179.640 885519 326111 17 1990 1700 16494 18959.789 11651.474 183.456 949641 270231 18 1991 1700 16536 18534.855 12282.893 186.042 1018062 531315 19 1992 1700 17154 20493.653 12826.016 186.123 1081248 458014 20 1993 1700 18163 19346.958 13000.121 187.135 1151490 434871 21 1994 1700 19017 19171.160 13350.409 192.216 1238312 488507 22 1995 1700 21551 20889.168 13759.002 195.283 1340101 655971 23 1996 1700 22615 20771.864 13811.776 198.342 1444873 657109 24 1997 2840 22386 19276.545 13792.821 201.353 1512780 636232 25 1998 2840 21423 20360.232 14581.740 204.392 1314202 1586671 26 1999 2840 22070 20227.985 15504.355 205.517 1324599 2037257 27 2000 2840 22174 19635.240 15932.743 205.843 1389770 1448689 28 2001 1380 21396 19478.415 16947.556 209.760 1442984 1544107 29 2002 2220 21146 19028.062 17437.006 212.003 1504381 1622738 30 2003 1800 20324 19405.870 17696.333 215.276 1572159 2300421 31 2004 1780 20685 19944.879 17528.573 216.382 1656510 3293066 32 2005 1830 20729 19930.033 17789.228 218.869 1750810 3676527 33 2006 4010 23224 19601.173 17789.228 222.192 1847290 4579359

Sumber:1. GOI/IIED, RePPProt ,Walhi, GOI-TGHK, DepHut, Citra satelit (diolah)

2. Biro Perencanaan dan Keuangan, Setjen

3. Depertemen Pertanian

4. BPS (diolah)


(5)

LAMPIRAN II

Persamaan I:

Y

1

= 0,277 X

1

+ (-0,038) X

2

+ 0,695 X

3

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

95% Confidence Interval for

B Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) -170218.139 166258.068 -1.024 .314 -510254.068 169817.791

X1 20.626 7.060 .277 2.922 .007 6.187 35.064 .954 .477 .094 .114 8.739

X2 -4.902 5.491 -.038 -.893 .379 -16.133 6.328 -.663 -.164 -.029 .566 1.768

X3 81.936 10.945 .695 7.486 .000 59.551 104.321 .979 .812 .240 .119 8.372

a. Dependent Variable: Y1

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .985a .970 .967 81635.31160 .970 314.123 3 29 .000 .637

a. Predictors: (Constant), X3, X2, X1 b. Dependent Variable: Y1


(6)

LAMPIRAN III

Persamaan II:

Y

2

= (0,659 X

1

) + (-0,095 X

2

)

+ (-1,840 X

3

) + 2.013 X

4

+ 0.591 X

5

+ (-0,553 Y

1

)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

95% Confidence Interval for

B Correlations Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF

1 (Constant) -4416.801 2113.966 -2.089 .047 -8762.122 -71.481

X1 .096 .066 .659 1.452 .159 -.040 .231 .804 .274 .145 .048 20.620

X2 -.024 .041 -.095 -.580 .567 -.108 .061 -.486 -.113 -.058 .375 2.667

X3 -.424 .186 -1.840 -2.277 .031 -.806 -.041 .770 -.408 -.228 .015 65.397

X4 60.563 27.324 2.013 2.216 .036 4.398 116.728 .805 .399 .222 .012 82.580

X5 .000 .000 .591 2.414 .023 .000 .001 .676 .428 .241 .167 5.995

Y1 -.001 .001 -.553 -.784 .440 -.004 .002 .793 -.152 -.078 .020 49.912

a. Dependent Variable: Y2

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change

1 .860a .740 .680 496.42417 .740 12.353 6 26 .000 2.090

a. Predictors: (Constant), Y1, X2, X5, X1, X3, X4 b. Dependent Variable: Y2