Anggaran Lingkungan Hidup 1. Instrumen Kebijakan

2.7. Anggaran Lingkungan Hidup 2.7.1. Instrumen Kebijakan Instrumen kebijakan untuk membiayai dan mengembalikan sebagian investasi pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi : a kebijakan pemerintah insentif dan subsidi, b kebijakan disinsentif, pajak dan retribusi, c kebijakan penentuan harga sumber daya alam. Instrumen-instrumen tersebut merupakan instrumen ekonomi yang umum digunakan sebagai instrumen kebijakan keuangan negara. Suparmoko : 2000;156 Khusus dikaitkan dengan tujuan pengelolaan lingkungan, kebijakan tersebut bertujuan : a. Mendorong penggunaan atau pengambilan sumber daya alam agar lebih efisien dan tidak terjadi pemborosan, b. Menerapkan konsep pencemar yang membayar polutter pays principles sehingga eksternalitas negatif akibat tindakan seseorang atau perusahaan terhadap kelompok masyarakat lain dapat dibatasi, c. Mengambil sebagian atau seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengelola lingkungan dari masyarakat yang mendapatkan manfaat dari masyarakat yang mendapatkan manfaat dari pengelolaan lingkungan tersebut. Dengan penerapan instrumen pembiayaan yang didukung dengan administrasi dan kelembagaan yang tepat, maka instrumen kebijakan itu akan menjadi efektif Universitas Sumatera Utara dalam mempengaruhi prilaku masyarakat, termasuk para pengusaha dan keterlibatannya membiayai pengelolaan lingkungan dan hutan. Beberapa kebijakan dapat berpengaruh langsung pada pihak yang bersangkutan seperti kebijakan iuran dan retribusi untuk sampah dan air dan ada yang berpengaruh tidak langsung seperti pungutan pajak untuk masukan input maupun luaran output yang mencemari lingkungan atau masyarakat banyak. Selanjutnya penentuan harga sumber daya alam atas dasar rente ekonomi atau biaya penggantian maupun harga pasar, bagi orang yang menggunakannya akan memaksa masyarakat tersebut untuk melakukan penghematan dalam penggunaannya.

A. Pajak dan Retribusi

Pajak dan retribusi merupakan instrumen ekonomi yang bersifat menimbulkan kurang minat atau disinsentif baik untuk menabung, menginvestasi maupun untuk bekerja dalam kaitannya dalam pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu, pajak dan retribusi dalam hal pengelolaan lingkungan lebih diarahkan kepada pengendalian pencemaran yang ditimbulkan dan dibuangnya ke lingkungan alami. Yang dimaksud dengan pajak ialah iuran yang harus dibayarkan oleh wajib pajak kepada pemerintah tanpa balas jasa yang langsung dapat ditunjuk; sebagai contoh umum adalah pajak kendaraan bermotor. Sedangkan yang dimaksud dengan retribusi adalah iuran yang dibayar oleh pemakai jasa yang diberikan oleh pemerintah dan balas jasa tersebut dapat langsung ditunjuk, seperti pembayaran iuran sampah, iuran air minum dan sebagainya. Memang tidak semua pungutan pajak atau retribusi Universitas Sumatera Utara akan memberikan disinsentif dalam mencemari lingkungan. Hal ini sangat tergantung kepada elastisitas permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Pencemar atau polutan sesungguhnya merupakan produk sampingan dari produk utama yang dihasilkan oleh perusahaan. Dalam suatu kegiatan produksi selalu terjadi di samping dihasilkan suatu produk dihasilkan pula suatu pencemar seperti limbah padat dan pada umumnya produksi limbah ini bersifat proporsional terhadap produksi utamanya. Suparmoko : 2000 ; 157

B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Pemerintah pusat mulai tahun pertama PELITA V 198384-198889 telah melaksanakan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui empat program pokok yaitu : a inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, b penyelamatan hutan, tanah dan air, c pembinaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, d pengembangan meteorologi dan geofisika. Lebih rinci lagi dalam Repelita VI telah dicanangkan pengelolaan lingkungan hidup dengan dana APBN yang sebagian besar berasal dari pajak umum. Dana dari APBN ini dapat langsung digunakan untuk pengelolaan lingkungan hidup dan khusus telah dianggarkan baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah daerah mendapatkan subsidi dari pemerintah pusat dan disamping itu harus menggali pendapatan asli daerah untuk kepentingan tersebut. Selama ini pungutan retribusi memang lebih dimaksudkan sebagai sumber penerimaan daerah dan belum berfungsi sepenuhnya sebagai pendorong untuk Universitas Sumatera Utara pemeliharaan lingkungan yang bersih dan sehat. Sangat penting diketahui oleh masyarakat bahwa pungutan retribusi dan pajak yang dikaitkan dengan objek lingkungan diarahkan untuk menyadarkan mereka tentang pemeliharaan lingkungan yang bersih. Dengan demikian diharapkan agar pungutan itu bersifat disinsentif dalam mencemari lingkungan. Memang kadang-kadang sulit untuk menarik pungutan khusus yang berkaitan dengan lingkungan, karena perbaikan lingkungan sering tercermin pada nilai aset lain yang dipengaruhi oleh kualitas lingkungan. Misalnya , naiknya nilai atau harga lahan karena kondisi lingkungan yang sehat, udara bersih, air tanah yang jernih dan bersih serta pemandangan alam yang indah. Dalam hal ini pendapatan yang berasal dari lahan seperti pajak bumi dan bangunan sudah mencakup penerimaan yang berasal dari perbaikan lingkungan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika sebagian dari penerimaan pajak bumi dan bangunan disisihkan untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. Sehingga nilai lingkungan itu dapat diperhitungkan secara teliti sehingga dapat pula diperhitungkan berapa persen dari seluruh penerimaan pajak bumi dan bangunan itu yang harus dialokasikan untuk perbaikan dan pengelolaan lingkungan. Suparmoko : 2000 ; 161

C. Pungutan dan Denda Terhadap Pencemar

Dalam ilmu keuangan negara pungutan dan denda yang dikenakan terhadap pencemar lingkungan disebut sebagai “Pigouvian Taxes”. Pungutan dan denda semacam ini dimaksudkan untuk menurunkan tingkat pencemaran yang dihasilkan Universitas Sumatera Utara oleh perusahaan atau individu dengan cara mengintrernalkan biaya lingkungan yang semula ditanggung oleh masyarakat. Biaya lingkungan yang disebut juga biaya eksternal itu sering berupa menurunnya kualitas lingkungan, timbulnya penyakit dan turunnya produktivitas semua jenis sumber daya baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup secara implisit dalam Pasal 34 dan 35, diterapkan prinsip pencemar yang membayar polutter pays principle . UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang merupakan pengganti dan penyempurnaan dari UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, telah diterbitkan PP No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tersebut, ditetapkan bahwa pelaku pencemaran dan pengrusakan hutan dikenakan kurungan penjara 15 tahun dan denda sekurang- kurangnya Rp 750 juta. Secara teoretis pengenaan pajak atau pungutan atas pencemaran dapat ditentukan atas dasar beban pencemaran maupun indikator pencemar lainnya. Dalam hal ini, pungutan limbah masih relatif baru dan belum banyak diterapkan, kecuali pada beberapa lingkungan industri. Dengan adanya sistem desentralisasi pemerintah dan difungsikannya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan BAPEDALDA di tingkat Kabupaten dan Kotamadya serta Propinsi, maka jenis pungutan limbah seperti ini dapat diterapkan dan dikembangkan sebagai sumber penerimaan daerah dan sekaligus dapat mengendalikan pencemaran Universitas Sumatera Utara lingkungan. Pemerintah daerah dapat memulai dengan menerapkannya untuk limbah padat dan limbah cair sebagai buangan industri. Suparmoko : 2000 ; 162

D. Asuransi Kerugian Lingkungan

Asuransi dalam kaitannya dengan perlindungan lingkungan telah banyak diterapkan di negara-negara maju. Demikian pula untuk industri-industri besar seperti industri perminyakan, pertambangan batubara dan lain-lain. Pada dasarnya perusahaan yang terlibat dalam kegiatan penggalian sumber daya alam termasuk minyak bumi diwajibkan membeli polis asuransi untuk menjaga kemungkinan rusaknya lingkungan. Dalam hal ini, tampaknya belum ada lembaga asuransi di dalam negeri yang berkecimpung dalam asuransi lingkungan ini. Hal ini kemungkinan karena masih sulitnya mengukur besarnya dampak kerusakan lingkungan dan menilainya dalam rupiah atau dollar. Suparmoko : 2000 ; 163

E. Dana Internasional

Secara internasional ada dana yang tersedia untuk mempertahankan kualitas lingkungan secara global. Negara-negara maju telah menyadari bahwa konsep lingkungan ini tidak mengenal batas, sehingga memburuknya kondisi lingkungan di suatu daerah atau negara akan mempunyai dampak yang negatif pula bagi negara- negara lain. Oleh karena itu, negara-negara maju telah menyisihkan sebagian dari anggaran belanjanya untuk membentuk dana lingkungan global yang disebut dengan Global Envirometal Fund GEF. GEF ini berkedudukan di Geneva. Di samping itu, banyak negara-negara maju yang bersedia membantu negara-negara sedang Universitas Sumatera Utara berkembang untuk memperbaiki kondisi lingkungannya, seperti Norwegia, Perancis, Jerman, Jepang, dan Australia telah memberikan bantuan perbaikan dan pengolahan lingkungan dalam bentuk bantuan tenaga ahli maupun kerjasama dalam pelaksanaan dan pembiayaannya. Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia juga telah memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman yang tidak sedikit dalam rangka perbaikan dan pengolahan lingkungan di Indonesia. Berbagai uraian mengenai sumber pembiayaan baik pengolahan lingkungan ini perlu didukung dengan kebijakan perpajakan yang jelas. Pada dasarnya, berbagai sumber pembiayaan yersebut harus ditentukan terlebih dahulu dalam kaitannya dengan beberapa persyaratan berikut : • Tujuannya harus jelas. • Pelaksanaan dan administrasinya sederhana. • Sejalan dengan kerangka administrasi keuangan dan peraturan perpajakan yang ada. • Dapat dipahami dan diterima oleh kelompok sasaran. • Pelaksanaannya luwes dan sesuai dengan konsep pengelolan lingkungan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya, azas keadilan dalam pengenaan pajak dan retribusi serta dampaknya harus diberikan perhatian sebaik mungkin. Kewenangan pemerintah daerah di Indonesia dalam perpajakan dan pengelolaan keuangan harus ditingkatkan, karena masalah lingkungan ini lebih banyak yang bersifat lokal disamping yang Universitas Sumatera Utara sifatnya nasional maupun global. Kewenangan yang semakin tinggi diharapkan akan meningkatkan kreativitas dalam penggalian sumber-sumber keuangan asli daerah dan memanfaatkannya untuk pengelolaan lingkungan. Suparmoko : 2000 ; 165

2.8. Hubungan Angggaran dengan Lingkungan Hidup.