Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah dengan kenyataan justru kuatnya aksesibilitas pada investor asing swasta besar dibandingkan dengan petani
kecil dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian di Indonesia, maka dipandang perlu adanya grand strategy pembangunan pertanian melalui pemberdayaan petani kecil.
Melalui konsepsi tersebut, maka diharapkan mampu menumbuhkan sektor pertanian, sehingga pada gilirannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi
perekonomian Indonesia, khususnya dalam hal pencapaian sasaran : 1 mensejahterkan petani, 2 menyediakan pangan, 3 sebagai wahana pemerataan
pembangunan untuk mengatasi kesenjangan pendapatan antar masyarakat maupun kesenjangan antar wilayah, 4 merupakan pasar input bagi pengembangan
agroindustri, 5 menghasilkan devisa, 6 menyediakan lapangan pekerjaan, 7 peningkatan pendapatan nasional, dan 8 tetap mempertahankan kelestarian
sumberdaya.
4.1.5. Kondisi Perkebunan Indonesia.
Perkebunan merupakan subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja,
penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak. Dalam perkembangannya, subsektor ini tidak terlepas dari berbagai dinamika lingkungan nasional dan global. Perubahan
strategis nasional dan global tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan perkebunan harus mengikuti dinamika lingkungan perkebunan. Pembangunan
Universitas Sumatera Utara
perkebunan harus mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi perkebunan selain mampu menjawab tantangan-tantangan globalisasi.
Krisis ekonomi dalam yang melanda Indonesia dan beberapa negara dikawasan Asia Pasifik, telah membuka kesadaran dan cakrawala baru. Sektor
pertanian, khususnya perkebunan, yang akhir-akhir ini daya tariknya tertutupi oleh glamournya sektor industri, mencuat kembali sebagai sektor usaha yang menarik.
Bahkan berbagai kalangan melihat bahwa usaha di bidang perkebunan merupakan usaha yang strategis untuk perekonomian Indonesia , paling tidak selama 20 – 30
tahun mendatang. Salah satu daya tarik utamanya adalah sesuai dengan perjalanan sejarahnya, sebagai penghasil devisa. Selain itu, dengan turunnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika, maka pendapatan petani dalam rupiah meningkat tajam, yang apabila dikelola dengan baik akan membuka peluang bagi pemupukan modal
guna meningkatkan kinerja perkebunan. Fenomena tentang pengusahaan lahan menunjukkan bahwa pengusahaan
lahan perkebunan yang ada belum menjamin keberlanjutan usaha perkebunan. Mengingat bahwa usaha perkebunan merupakan aset produktif pemerintah,
keberlanjutannya perlu dijaga. Keberlanjutan tidak hanya menyangkut kerjasama terpadu untuk melakukan usaha budidaya tanaman antara badan usaha dengan
masyarakat atau keterpaduan kegiatan budidaya tanaman dengan industri dan pemasaran produk. Keberlanjutan tidak hanya menyangkut dimensi ruang, tetapi juga
menyangkut dimensi waktu. Oleh karena itu, rekayasa kelembagaan pengusahaan lahan antar pelaku usaha perkebunan perlu dikembangkan. Berbagai rekayasa
Universitas Sumatera Utara
kelembagaan dimaksud harus berorientasi pada adanya pola distribusi manfaat secara adil.
Lahan perkebunan yang terus bertambah tiap tahunnya merupakan konsekuensi wajar dari sumbangan positif yang telah diberikan sektor ini pada
perekonomian Indonesia. Di tahun 1974 lahan perkebunan Indonesia 6,17 juta ha. Di tahun 70-an karet dan kelapa merupakan komoditas unggulan. Luas lahan untuk karet
pada tahun1979 yaitu 2.384.022 ha sementara kelapa 2.579.573 ha dari luas total perkebunan saat itu 7.686.217 ha. Dan di tahun 80- an komoditas karet dan kelapa
tetap menjadi unggulan ditambah dengan kopi sebagai komoditas unggulan baru. Perkebunan kelapa sawit mulai mengalami perluasan luas lahan mulai tahun 90-an
dan komoditas ini terus naik, sehingga tahun 1999 luas perkebunan sawit menempati posisi pertama dengan luas 3.901.802 ha, sementara kelapa menjadi 3.679.376 ha.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4. Luas Lahan Perkebunan Indonesia Tahun 1974-2006
Tahun Luas lahan perkebunan
Ha
1974 6.178.133
1975 6.431.470
1976 6.660.760
1977 6.892.144
1978 7.058.260
1979 7.686.217
1980 7.824.939
1981 8.372.405
1982 8.567.996
1983 8.919.572
1984 9.450.199
1985 9.883.167
1986 10.031.591
1987 10.300.535
1988 10.728.176
1989 11.133.410
1990 11.651.474
1991 12.282.893
1992 12.826.016
1993 13.000.121
1994 13.350.409
1995 13.759.002
1996 13.811.776
1997 13.792.821
1998 14.581.740
1999 15.504.355
2000 15.932.743
2001 16.947.556
2002 17.437.006
2003 17.696.333
2004 17.528.573
2005 17.789.228
2006 17.999.763
Sumber: Departemen pertanian
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan ekonomi dunia dan naiknya permintaan akan kelapa sawit telah membuat luas lahan untuk komoditi ini terus meningkat dan pada tahun 2005
luas perkebunan sawit mencapai 5,453,817 ha. dan secara total luas lahan perkebuna Indonesia juga bertambah dari 6.178.133 ha pada tahun 1974 menjadi 17.999.763 ha
di tahun 2006.
4.1.6. Kondisi Perekonomian Indonesia.