Kondisi Hutan Indonesia. Gambaran Umum Wilayah Indonesia 1. Keadaan Geografis

Dan sebagai negara yang beriklim tropis, Indonesia memiliki dua jenis musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian kedua musim tersebut terjadi dua kali dalam setahun sebagian besar wilayah Indonesia mendapatkan hujan hampir sepanjang tahun, sehingga sangat sesuai sebagai lahan untuk bercocok tanam, terlebih lagi didukung suhu udara yang berkisar antara 22 C – 27 C. Selain itu, Indonesia juga dianugerahi dengan sumber daya alam yang melimpah, sekaligus yang menjadi potensi negara, yaitu : 1. Potensi kelautan 2. Potensi darat, seperti tanah yang subur, pemandangan alam yang indah 3. Potensi kehutanan 4. Kandungan mineral yang melimpah pada bumi Indonesia seperti minyak bumi, batu bara, gas alam, dan kandungan mineral lainnya.

4.1.2. Kondisi Hutan Indonesia.

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bernilai, baik di Indonesia maupun di dunia. Hutan bukan saja merupakan sumber daya ekonomi yang besar, tetapi juga merupakan penopang kehidupan. Sejak zaman dahulu hutan merupakan sumber utama penghasil bahan makanan, bahan bakar, dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Peran hutan akan tetap seperti itu di masa yang akan datang walaupun dalam intensitas dan bentuk yang mungkin berbeda. Walaupun sejarah hutan di Pulau Jawa dapat dilihat sejak abad XVI, pengelolaan hutan di Indonesia masih baru dikembangkan tiga dekade yang lalu. Pada waktu zaman orde Universitas Sumatera Utara baru, pemerintah mulai mengambil langkah-langkah yang pragmatis dan sistematis dalam membangun ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya alam. Pemanfaatan ini dipercepat dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang penanaman modal dalam negeri, UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, dan UU No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal asing. Sejak itu berkembang pemanfaatan hasil hutan khususnya kayu melalui pemberian hak pengusahaan hutan HPH yang diatur dengan PP No. 21 tahun 1970 dan dikelola dengan sistem tebang pilih Indonesia TPI yang ditetapkan tahun 1972. Banyak perusahaan nasional maupun internasional yang berlomba-lomba untuk mendapatkan areal HPH dalam skala luas. Hampir seluruh hutan produksi kemudian diberikan hak pengusahaannya kepada para pengusaha. Pembiayaan pembangunan di negara berkembang seperti Indonesia berasal dari ekploitasi sumberdaya alam, industri dengan teknologi usang yang kurang bersahabat dengan lingkungan. Sementara komoditas produk dari negara berkembang dihargai sangat rendah. Sehingga lingkungan mengalami percepatan degradasi secara signifikan. Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya alam mengakibatkan terjadinya deforestasi, konversi lahan pertanian dan pencemaran lingkungan. Keadaan ini diperparah oleh lemahnya pemahaman etika lingkungan, cenderung antroposentris dan eksploratif. Jika deforestasi dan konversi lahan semakin tidak terkendali dikhawatirkan berdampak pada peningkatan gas rumah kaca diatmorfer yang menyebabkan terjadinya hujan asam, peningkatan suhu bumi dan perubahan iklim global. Universitas Sumatera Utara Hutan dalam sistem ekologi merupakan ekosistem masyarakat tumbuhan yang berinteraksi dengan lingkungan, berfungsi sebagai penghasil oksigen. Pada tahun 1974 hutan Indonesia yang terdegradasi mencapai luas 600.000 ha, luas degradasi hutan ini terus bertambah seiring dengan jalannya waktu, banyak faktor yang mengakibatkan peningkatan degradasi tersebut. Namun faktor paling utama adalah pemanfaatan hasil hutan khususnya kayu melalui pemberian Hak Pengusahaan Hutan HPH dan dikelola dengan sistem Tebang Pilih Indonesia TPI. Produks i kayu meningkat drastis sampai mencapai puncaknya pada tahun 80-an. Pada tahun 90-an dicoba mengatasi kemunduran ini dengan pemberian kesempatan melaksanakan pemanenan hutan dengan sistem Tebang Jalur Tanam Indonesia TJTI di samping penggunaan sistem TPTI. Namun hal ini tidak banyak memperbaiki keadaan, bahkan hutan semakin rusak, terutama karena pelaksanaan TJTI dilakukan pada areal bekas tebangan dengan sistem TPTI, serta kurangnya pengawasan pelaksanaan di lapangan. Melihat hal ini maka sistem TJTI dilarang pada tahun 2000. Pada era reformasi tahun 1997 kerusakan hutan makin parah dengan makin meningkatnya “kebebasan” dalam segala hal termasuk dalam pemanfaatan hasil hutan. Terjadi penebangan yang tidak terencana atau penebangan liar di mana-mana. Rakyat diperalat oleh oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan sesaat tanpa memperhatikan kelestarian hutan. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1. Laju Degradasi Hutan Tahun 1974-2006 Tahun Laju degradasi hutan ha 1974 600.000 1975 500.000 1976 500.000 1977 400.000 1978 500.000 1979 600.000 1980 600.000 1981 600.000 1982 200.000 1983 1.900.000 1984 1.500.000 1985 1.000.000 1986 2.000.000 1987 1.000.000 1988 1.400.000 1989 1.200.000 1990 1.700.000 1991 1.700.000 1992 1.700.000 1993 1.700.000 1994 1.700.000 1995 1.700.000 1996 1.700.000 1997 2.840.000 1998 2.840.000 1999 2.840.000 2000 2.840.000 2001 1.380.000 2002 2.220.000 2003 1.800.000 2004 1.780.000 2005 1.830.000 2006 4.010.000 Sumber : GOIIIED, RePPProt ,Walhi, GOI-TGHK, DepHut, Citra satelit diolah Universitas Sumatera Utara Degradasi hutan Indonesia pada tahun 1997 yaitu 2.840.000 ha dan degradasi tersebut terus berlanjut pada tahun berikutnya. Otonomi daerah yang dilaksanakan tahun 2001 yang memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk memanfaatkan sumberdaya hutan di daerah memperparah reformasi yang sudah salah arah. Akibatnya di samping produksi yang tidak tercatat meningkat yang berarti pemasukan uang ke negara menurun, hutan makin rusak yang terlihat dari terjadinya kekeringan yang diikuti kebakaran hutan pada musim kemarau, dan banjir pada musim penghujan . Laju kerusakan hutan Indonesia selama tujuh tahun terahkir mulai dari tahun 2000 hingga tahun 2006 mencapai angka 2,26 juta Gambar.4.1. Luas Degradasi Hutan, Luas Lahan Pertanian, Luas Lahan Perkebunan Tahun 1974-2006 Universitas Sumatera Utara

4.1.3. Kondisi Perindustrian Indonesia.