Pengamatan Stabilitas Minuman Formula Optimal Minuman Formula 943 Selama Penyimpanan

itu, analisis ragam dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui signifikansi perbedaan skor kesukaan panelis terhadap warna untuk sampel yang disajikan. Skor kesukaan panelis terhadap warna minuman formula 943 skala hedonik = 3.48 dan warna minuman kunyit asam komersil skala hedonik = 3.65 tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5, sedangkan skor kesukaan panelis terhadap warna minuman jahe komersil skala hedonik = 2.84 secara nyata lebih rendah dibandingkan warna kedua produk minuman lainnya pada taraf signifikansi 5. Artinya, panelis lebih menyukai warna minuman formula 943 dibandingkan warna minuman jahe komersil. Warna minuman formula 943 tidak kalah disukai oleh panelis dibandingkan warna minuman kunyit asam komersil.

2. Pengamatan Stabilitas Minuman Formula Optimal Minuman Formula 943 Selama Penyimpanan

Aktivitas antioksidan minuman formula optimal tidak berbeda nyata atau sama dengan aktivitas antioksidan minuman komponen tunggalnya. Oleh karena itu, penelitian dilanjutkan untuk mendapatkan informasi mengenai stabilitas minuman formula optimal selama 15 hari penyimpanan. Stabilitas minuman formula optimal yang diamati meliputi: aktivitas antioksidan selama 15 hari penyimpanan, karakter citarasa dan warna minuman pengamatan sensori secara individual selama sembilan hari penyimpanan, nilai pH, nilai total padatan terlarut TPT, dan derajat warna minuman nilai L dan °Hue selama 15 hari penyimpanan, total mikroba dalam minuman metode Total Plate Count selama sembilan hari penyimpanan, serta total kapang-khamir dan total polifenol minuman formula optimal pada akhir penyimpanan hari ke-15. Penyimpanan minuman dilakukan pada tiga tingkat variasi suhu, yaitu suhu refrigerator 1-3°C, suhu kamar ±30°C, dan suhu tinggi ±55°C. Ketiga suhu ini digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa suhu kamar adalah suhu umum dalam penyimpanan bahan pangan, sedangkan suhu refrigerator dipilih berdasarkan suhu yang umum digunakan untuk mengawetkan bahan pangan, karena dapat menghambat pertumbuhan 58 mikroba. Suhu 55°C dipilih sebagai suhu penyimpanan untuk mengasumsikan bahwa produk minuman yang dikemas dalam botol sering terpapar sinar matahari selama penyimpanan. Aktivitas antioksidan menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan perubahannya selama penyimpanan mengingat klaim fungsional produk minuman ini berdasarkan aktivitas antioksidannya. Aktivitas antioksidan pada minuman disebabkan karena adanya kandungan flavonoid Pratt, 1992. Senyawa flavonoid ini banyak terdapat pada tanaman dalam hal ini kumis kucing, mengingat ekstrak tersebut merupakan ingridien terbanyak dalam campuran rempah yang ada di minuman. Menurut Pratt 1992, posisi dan derajat hidroksilasi menjadi faktor penentu utama munculnya aktivitas antioksidan. Gugus ortho-dihhidroksilasi atau grup ortho-catechol 3’,4’–OH pada cincin β telah diketahui memberikan kontribusi utama terhadap aktivitas antioksidan senyawa flavonoid Pratt, 1992. Secara umum, minuman formula 943 menunjukkan penurunan aktivitas antoksidan seiring dengan semakin lamanya waktu simpan Gambar 21, baik minuman yang disimpan di suhu rendah, suhu kamar, maupun suhu tinggi. Turunnya aktivitas antioksidan pada minuman yang disimpan di suhu refrigerator dan suhu kamar mungkin disebabkan karena masih adanya senyawa oksigen residual di dalam kemasan botol tertutup rapat, baik yang muncul akibat jalur oksidatif maupun anaerobik Gregory, 1996. Pada umumnya, konstanta kecepatan degradasi anaerobik senyawa antioksidan akan berlangsung lebih cepat hingga dua atau tiga kali daripada degradasi oksidatif Gregory, 1996. Adanya senyawa oksigen residual tersebut dapat mengakibatkan senyawa flavonoid dalam minuman mendonorkan gugus hidroksilnya -OH untuk mempertahankan kestabilan minuman. Senyawa flavonoid tersebut akhirnya kehilangan gugus –OH yang mengakibatkan semakin turunnya aktivitas antioksidan Pratt, 1992 selama penyimpanan. Penjelasan tersebut semakin diperkuat dengan meningkatnya total mikroba pada minuman secara signifikan selama penyimpanan. Mikroba tersebut mungkin melakukan proses fermentasi dalam kondisi anaerobik yang 59 mendegradasi gula menghasilkan senyawa-senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa Fardiaz, 1992. Turunnya aktivitas antioksidan pada minuman formula optimal yang disimpan pada suhu 55°C terjadi karena tutup botol yang retak akibat perbedaan tekanan yang cukup tinggi antara tekanan dalam kemasan dan di luar kemasan botol. Retaknya tutup botol ini mengakibatkan kondisi dalam minuman terkontaminasi oleh mikroba. Mekanisme terdegradasinya senyawa antioksidan mirip dengan penjelasan yang telah diberikan sebelumnya. 100 200 300 400 500 600 700 60 5 10 15 20 pengamatan hari ke- pp m A E A C suhu kamar suhu refri suhu 55 C Gambar 21. Aktivitas antioksidan minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa faktor suhu dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan minuman formula 943 pada taraf signifikansi 5 Lampiran 25. Korelasi antara lama penyimpanan dengan aktivitas antioksidan minuman berupa hubungan linier dengan nilai r 2 = 0.859, 0.735, dan 0.850, untuk masing- masing suhu penyimpanan suhu kamar, suhu refrigerator, dan suhu 55°C. Penyimpanan mulai hari ke-5 hingga hari ke-15, menunjukkan perbedaan nyata terhadap aktivitas antioksidan minuman dibandingkan dengan kontrol minuman yang dibuat pada hari ke-0. Minuman yang disimpan pada suhu tinggi ± 55°C mengalami penurunan aktivitas antioksidan yang berbeda nyata dengan aktivitas antioksidan minuman yang disimpan pada suhu refrigerator. Formula minuman yang disimpan pada suhu refrigerator relatif masih dapat mempertahankan kestabilan aktivitas antioksdiannya dalam menghambat terbentuknya senyawa-senyawa radikal bebas. Aktivitas antioksidan minuman selama 15 hari penyimpanan diprediksi akan mengalami penurunan dibandingkan aktivitas antioksidan minuman yang dibuat pada hari ke-0 hingga mencapai 519.15 ppm AEAC suhu kamar, 545.33 ppm AEAC suhu refrigerator, dan 482.10 ppm AEAC suhu 55°C. Selama sembilan hari penyimpanan juga dilakukan pengamatan sensori secara individual untuk mendapatkan informasi mengenai mutu citarasa dan warna minuman di berbagai suhu simpan. Berdasarkan hasil pengamatan, produk minuman yang disimpan pada suhu refrigerator masih memiliki karakter citarasa yang sama dengan produk segar yang dibuat pada hari ke-0 dengan karakteristik aroma dominan jahe dan rasa manis hingga penyimpanan hari ke-7, selanjutnya muncul rasa pahit dimungkinkan karena adanya penurunan intensitas rasa manis, walaupun aromanya masih tetap sama dengan produk segar yang dibuat pada hari ke-0. Penurunan intensitas rasa manis mungkin disebabkan karena penggunaan oksigen dalam respirasi mikroba yang menghasilkan CO 2 dan H 2 O atau air Fardiaz, 1992. Adanya penambahan air di dalam minuman mengakibatkan terjadimya pengenceran sehingga intensitas rasa manis menjadi turun. Dilihat dari segi warna, produk minuman cenderung stabil hingga penyimpanan hari ke-9. Citarasa minuman yang disimpan pada suhu kamar masih memiliki karakter citarasa yang sama dengan produk segar yang dibuat pada hari ke-0 hingga penyimpanan hari ke-2, sedangkan karakter citarasa minuman hingga penyimpanan hari ke-7 berbeda dengan produk segar yang dibuat pada hari ke-0. Walaupun demikian, citarasa minuman masih dapat diterima hingga penyimpanan hari ke-7, dengan karakter intensitas rasa manis sedikit berkurang sehingga memunculkan rasa pahit dan sedikit pedas. Turunnya intensitas rasa manis mengakibatkan semakin terdeteksinya rasa pahit pada minuman. Rasa pahit pada minuman kemungkinan karena adanya kandungan komponen fenolik dan flavonoid Drewnowski dan Carneros, 2000. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan. Ambang batas ini disebut sebagai threshold. Pada umumnya, ambang batas manusia terhadap rasa pahit 61 sangat rendah dibandingkan ambang batas rasa manis Drewnowski dan Carneros, 2000. Ambang batas manusia terhadap rasa pahit adalah sekitar 25-µmolL, sedangkan ambang batas rasa manis 10000-µmolL Drewnowski dan Carneros, 2000. Aroma jahe tampaknya mulai sedikit menurun intensitasnya pada penyimpanan minuman pada hari ke-5 di suhu kamar. Penyimpangan citarasa mulai terjadi pada hari ke-9. Dilihat dari segi warna, produk minuman yang disimpan di suhu kamar cenderung stabil hingga penyimpanan hari ke-9. Minuman yang disimpan pada suhu 55°C sudah mengalami penyimpangan citarasa selama dua hari penyimpanan, ditandai dengan munculnya karakter citarasa fermented karena tercium sedikit bau alkohol pada produk. Penyimpangan karakter citarasa minuman terdeteksi secara nyata pada penyimpanan hari ke-5. Hal ini mungkin terjadi karena adanya kontaminasi mikroba, khususnya khamir mengingat retaknya tutup botol kemasan mungkin akibat gas metabolit sekunder yang dihasilkannya. Khamir merupakan mikroba yang dapat tumbuh secara optimal pada pH 4-5, sesuai dengan pH minuman Fardiaz, 1992. Selain itu dugaan adanya kontaminasi khamir diperkuat dengan munculnya citarasa fermented pada minuman kemungkinan akibat fermentasi aerobik atau dikenal dengan istilah oksidasi tidak lengkap Fardiaz, 1992. Pada proses oksidasi tidak lengkap, produk akhir berupa komponen organik yang teroksidasi Fardiaz, 1992. Hal ini juga dapat menjadi penjelasan logis yang terkait dengan turunnya aktivitas antioksidan pada minuman selama penyimpanan. Selain aspek citarasa, aspek warna minuman yang disimpan pada suhu 55° juga mengalami perubahan nyata dengan terbentuknya warna kuning yang lebih gelap daripada kontrol. Penyimpangan warna ini mulai jelas terlihat pada penyimpanan hari ke-2. Penyimpangan warna diduga terjadi karena terjadinya proses pencoklatan non-enzimatis akibat adanya katalis berupa suhu tinggi dan adanya reaksi antar gula pereduksi hasil pemecahan sukrosa oleh khamir Fardiaz, 1992. 62 Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa korelasi antara lama penyimpanan dengan nilai pH minuman, baik yang disimpan pada suhu kamar maupun suhu 55°C berupa hubungan kuadratik dengan nilai r 2 = 0.830 dan 0.686 secara berturut-turut, sedangkan korelasi antara faktor waktu dengan nilai pH minuman yang disimpan pada suhu refri berbeda dengan kedua kondisi penyimpanan lainnya, yaitu berupa hubungan linier dengan nilai r 2 = 0.328. Nilai korelasi r 2 yang rendah menunjukkan kecilnya keeratan hubungan antara faktor waktu simpan dan nilai pH minuman Gambar 22. Nilai pH awal minuman yang diamati menunjukkan nilai pH 3.99. Pada penyimpanan hari ke-15, nilai pH berkisar antara 3.91-4.12. Penurunan nilai pH minuman secara tajam tampaknya terjadi pada minuman yang disimpan pada suhu 55°C. Penurunan nilai pH pada minuman mungkin disebabkan karena adanya aktivitas respirasi mikroba yang menghasilkan CO 2 dengan cara melepaskan atom hidrogen secara bertahap sehingga dapat menurunkan pH minuman Fardiaz, 1992. Nilai pH minuman selama 15 hari penyimpanan diprediksi akan mengalami penurunan dibandingkan nilai pH minuman yang dibuat pada hari ke-0 hingga mencapai 4.05 suhu kamar dan 3.90 suhu 55°C, sedangkan nilai pH pada minuman yang disimpan pada suhu refrigerator tidak diberikan nilai prediksinya mengingat keeratan hubungan yang kecil. 3.85 3.90 3.95 63 4.00 i p 4.05 4.10 4.15 5 10 15 20 pengamatan hari ke- n ila H suhu kamar suhu refri suhu 55 C Gambar 22. Pengamatan nilai pH minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa faktor suhu, faktor waktu, dan faktor interaksi suhu dan waktu simpan berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH minuman pada taraf signifikansi 5 Lampiran 26. Uji lanjut diolah menggunakan piranti lunak STATISTICA versi 6.0 untuk mengetahui signifikansi masing-masing perlakuan terhadap nilai pH minuman. Minuman yang dibuat pada hari ke-0 di suhu kamar ditetapkan sebagai kontrol, mengingat tidak ada perlakuan penyimpanan khusus yang diberikan suhu tidak diturunkan maupun dinaikkan. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa pH minuman yang disimpan pada suhu refrigerator tidak berbeda nyata terhadap pH kontrol, kecuali minuman yang disimpan selama 5 hari pada taraf signifikansi 5. Sedangkan pH minuman yang disimpan pada suhu kamar selama 7 hari dan suhu 55 °C selama 5 hari berbeda nyata terhadap pH kontrol, kecuali perlakuan lainnya, pada taraf signifikansi 5 Lampiran 26. Nilai pH minuman yang disimpan pada suhu refrigerator tidak berbeda nyata dengan pH minuman pada suhu kamar, sedangkan nilai pH minuman pada suhu 55°C berbeda nyata dengan pH minuman pada suhu kamar dan suhu refri selama 15 hari penyimpanan pada taraf signifikansi 5. Perbedaan waktu simpan juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH minuman akhir, kecuali nilai pH minuman yang disimpan 15 hari dengan nilai pH minuman yang dibuat pada hari ke-0 pada taraf signifikansi 5 Lampiran 26. Pengamatan terhadap nilai TPT minuman juga dilakukan selama 15 hari penyimpanan. Secara umum tampaknya terjadi peningkatan kemudian penurunan nilai TPT pada saat ± 6 hari penyimpanan Gambar 23. Korelasi antara lama penyimpanan dengan nilai TPT minuman berupa hubungan kuadratik dengan nilai r 2 = 0.880, 0.877, dan 0.869 untuk masing-masing suhu penyimpanan suhu kamar, suhu refrigerator, dan suhu 55°C. Nilai TPT minuman selama 15 hari penyimpanan diprediksi akan mengalami penurunan dibandingkan nilai TPT minuman yang dibuat pada hari ke-0 hingga mencapai 14.52 °Brix suhu kamar, 14.41 °Brix suhu refrigerator, dan 14.59 °Brix suhu 55°C. 64 Perhitungan nilai total padatan terlarut TPT dinyatakan dalam °Brix, yaitu skala berdasarkan persentase berat sukrosa dalam larutan minuman. Penurunan nilai TPT minuman menandakan terjadinya penurunan kadar sukrosa dalam minuman. Hal ini diperkuat dengan pengamatan sensori secara individual terhadap citarasa minuman selama 15 hari penyimpanan yang menunjukkan terjadinya penurunan intensitas rasa manis pada minuman. Kadar sukrosa yang semakin menurun atau nilai TPT yang semakin menurun mungkin disebabkan karena adanya proses fermentasi oleh mikroba kontaminan. Karbohidrat dalam hal ini sukrosa menjadi substrat utama yang dipecah oleh mikroba dalam proses fermentasi menjadi unit-unit gula yang lebih sederhana misalnya glukosa Fardiaz, 1992. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TPT minuman yang disimpan selama 15 hari, sedangkan waktu penyimpanan mempengaruhi secara nyata nilai TPT akhir minuman pada taraf signifikansi 5 Lampiran 27. Penyimpanan pada hari ke-9 hingga hari ke-15 menunjukkan nilai TPT yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 dengan nilai TPT minuman yang dibuat pada hari ke-0. 14.20 14.4 65 14.6 14.8 15.0 15.2 15.4 15.6 5 10 15 20 pengamatan hari ke- o B ri x S u kr o s a suhu kamar suhu refri suhu 55 C Gambar 23. Pengamatan nilai TPT minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan Warna merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Warna yang menarik akan membuat konsumen lebih tertarik untuk mengkonsumsi produk tersebut. Warna bahan pangan dapat disebabkan oleh beberapa sumber, salah satu yang terpenting adalah pigmen alami yang berasal dari tumbuhan. Secara umum, pigmen alami sangat sensitif terhadap perubahan kimia dan fisika selama pengolahan maupun penyimpanan, juga karena panas suhu tinggi Hutching, 1999. Pigmen tumbuhan yang paling berperan dalam formulasi minuman fungsional berbasis kumis kucing ini adalah pigmen brazilin yang berasal dari kayu secang. Dalam kondisi asam adanya penambahan ekstrak jeruk lemon, mengakibatkan warna minuman yang terbentuk menjadi kuning. Pengamatan warna minuman selama penyimpanan 15 hari telah dilakukan pada berbagai suhu penyimpanan. Terjadi penurunan derajat kecerahan nilai L minuman khususnya pada minuman yang disimpan di suhu 55°C Gambar 24. Perubahan warna yang terjadi adalah semakin berwarna kuning kecoklatan. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa korelasi antara lama penyimpanan dengan derajat kecerahan nilai L minuman, baik yang disimpan pada suhu refri maupun suhu 55°C berupa hubungan linier dengan nilai r 2 = 0.008 dan 0.380 secara berturut-turut, sedangkan korelasi antara faktor waktu dengan nilai L minuman yang disimpan pada suhu kamar berbeda dengan kedua kondisi penyimpanan lainnya, yaitu berupa hubungan kubik dengan nilai r 2 = 0.510. Nilai korelasi r 2 yang rendah menunjukkan kecilnya keeratan hubungan antara faktor waktu simpan dan nilai L minuman Gambar 24. Nilai L minuman tidak diberikan nilai prediksinya mengingat keeratan hubungan yang kecil nilai r 2 yang rendah. Rendahnya nilai r 2 dapat terjadi akibat hubungan lama penyimpanan dan nilai L yang sangat kompleks dan tidak dapat dijelaskan. 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 5 10 15 20 pengamatan hari ke- d e raj at kece ra h an n il ai L suhu kamar suhu refri suhu 55 C Gambar 24. Derajat kecerahan nilai L minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan 66 Berdasarkan pengamatan terhadap kisaran warna °Hue, diketahui bahwa nilai °Hue minuman cenderung tidak berubah selama 15 hari penyimpanan, baik di suhu kamar maupun suhu refrigerator, sedangkan pada minuman yang disimpan di suhu 55°C menunjukkan penurunan nilai °Hue Gambar 25. Berdasarkan hasil pengujian warna secara obyektif, keseluruhan produk minuman masih memiliki kisaran warna yang tergolong sebagai warna kuning kemerahan yellow red dengan kisaran nilai 79.93–89.21°Hue. Walaupun demikian, apabila diamati secara visual, warna minuman formula 943 yang disimpan pada suhu 55°C sedikit berbeda dibandingkan warna minuman yang disimpan pada suhu refrigerator dan suhu kamar lihat Gambar 26. Berdasarkan pengamatan secara visual, warna minuman yang disimpan pada suhu refrigerator menunjukkan warna kuning cerah, sedangkan warna minuman yang disimpan pada suhu 55°C menunjukkan warna kuning agak kecoklatan. Korelasi antara lama penyimpanan dengan nilai °Hue minuman, baik yang disimpan pada suhu refri maupun suhu 55°C berupa hubungan linier dengan nilai r 2 = 0.163 dan 0.827 secara berturut-turut, sedangkan korelasi antara faktor waktu dengan nilai °Hue minuman yang disimpan pada suhu kamar berbeda dengan kedua kondisi penyimpanan lainnya, yaitu berupa hubungan kuadratik dengan nilai r 2 = 0.190. Nilai korelasi r 2 yang rendah menunjukkan kecilnya keeratan hubungan antara faktor waktu simpan dan nilai °Hue minuman Gambar 25. Kisaran warna minuman yang disimpan selama 15 hari pada suhu 55°C diprediksi akan mengalami penurunan dibandingkan nilai °Hue minuman yang dibuat pada hari ke-0 hingga mencapai skala 79.18 °Hue Yellow Red, sedangkan kisaran warna pada minuman yang disimpan pada suhu kamar dan suhu refrigerator tidak diberikan nilai prediksinya mengingat keeratan hubungan yang kecil. Rendahnya nilai korelasi r 2 dapat terjadi akibat hubungan lama penyimpanan dan nilai kisaran warna minuman yang sangat kompleks dan tidak dapat dijelaskan. 67 78 80 82 84 86 88 90 5 10 15 20 pengamatan hari ke- o Hu e suhu kamar suhu refri suhu 55 C Gambar 25. Kisaran warna °Hue minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu penyimpanan Gambar 26. Penampakan visual warna minuman formula 943 selama dua hari penyimpanan pada suhu refrigerator kiri, suhu kamar tengah, dan suhu 55°C kanan Pengujian mikrobiologis untuk produk minuman cair siap minum Ready to Drink, disingkat RTD menjadi faktor penting yang tidak boleh dilupakan. Pasalnya, salah satu syarat utama bilamana suatu bahan pangan layak dikonsumsi atau tidak dilihat dari segi keamanan mikrobiologisnya. Oleh karena itu, minuman formula 943 juga perlu diuji secara mikrobiologis untuk dilihat jumlah total mikroba dan total kapang-khamirnya. Penggunaan satu produk minuman RTD komersil juga diikutsertakan sebagai standar pembanding. Minuman fungsional yang terbuat dari rempah-rempah seharusnya dikategorikan ke dalam minuman tradisional serbuk berdasarkan SNI 01- 4320-1996, tetapi karena formula minuman dalam penelitian ini tidak 68 diserbukkan, maka ketentuan yang diacu adalah berdasarkan SNI 01-3719- 1995 yang mengatur tentang minuman sari buah. Minuman sari buah diasumsikan memiliki karakteristik fisik dan kimia yang serupa dengan formula minuman fungsional berbasis kumis kucing, yaitu merupakan produk minuman segar siap minum dengan kadar gula cukup tinggi 20-30. Berdasarkan SNI 01-3719-1995, jumlah total mikroba TPC yang diperbolehkan ada dalam produk akhir maksimal 2.0 x 10 2 CFU ml sampel, sedangkan jumlah total kapang-khamir yang masih diperbolehkan maksimal 5.0 x 10 1 koloni ml sampel. Analisis total mikroba TPC terhadap minuman formula 943 telah dilakukan selama 9 sembilan hari pada berbagai suhu penyimpanan Gambar 27. Berdasarkan hasil pengamatan, tampaknya jumlah total mikroba pada minuman rendah 2.0 x 10 2 CFU ml, kecuali formula minuman yang disimpan pada suhu kamar ± 30°C. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis mikroba dominan yang ada pada minuman adalah mikroba mesofil, yang hidup pada suhu kamar 25-30°C. Jenis mikroba yang diduga terdapat dalam minuman adalah kapang dan khamir mengingat formula 943 mengandung kadar gula sebesar 24. Kapang dan khamir merupakan jenis mikroba yang banyak tumbuh pada suhu kamar Frazier dan Westhoff, 1978. Oleh karena itu, penting juga dilakukan analisis total kapang-khamir. 1 10 100 1000 10000 2 5 7 9 Pengamatan hari ke- k o lo n i m l suhu ref ri suhu kamar suhu 55 C Gambar 27. Pengamatan total mikroba TPC minuman formula 943 selama 9 hari di berbagai suhu penyimpanan 69 Jumlah mikroba meningkat cukup signifikan pada formula minuman yang disimpan selama dua hari pada suhu kamar, tetapi kemudian jumlahnya menurun hingga penyimpanan hari ke-9. Demikian juga untuk produk minuman yang disimpan pada suhu refrigerator 1-3°C selama dua hari penyimpanan menunjukkan adanya peningkatan jumlah mikroba walaupun tidak meningkat secara tajam. Hal sedikit berbeda terjadi pada produk minuman yang disimpan pada suhu tinggi 55°C. Jumlah total mikroba semakin menurun dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Hal ini mungkin terjadi karena produk selalu terpapar pada suhu tinggi yang mengakibatkan mikorba mesofil yang ada pada produk minuman mati atau menjadi inaktif Frazier dan Westhoff, 1978. Apabila dilihat kesesuaian dengan ketentuan dalam SNI, formula minuman yang disimpan selama 9 hari pada suhu refrigerator dan suhu 55°C telah memenuhi syarat mikrobiologis karena jumlah TPC pada produk minuman yang diuji masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan dalam SNI 2.0 x 10 2 CFU ml, kecuali untuk minuman yang disimpan pada suhu kamar terjadi kejanggalan karena sempat mengalami peningkatan jumlah mikroba pada hari kedua penyimpanan hingga mencapai 1.5 x 10 3 koloni ml. Analisis total kapang-khamir juga telah dilakukan untuk produk minuman yang disimpan selama 15 hari penyimpanan, dibandingkan dengan produk minuman yang dibuat pada hari ke-0 sebagai kontrol, dan produk komersil sebagai pembanding. Produk komersil yang dipilih adalah produk minuman segar komersil rasa jeruk. Alasan pemilihan produk minuman tersebut sebagai pembanding dalam analisis total kapang-khamir adalah karena produk tersebut tergolong dalam produk minuman siap minum RTD yang dikemas secara aseptis dan mengandung gula. Hasil pengamatan jumlah total kapang-khamir dalam produk minuman yang disimpan selama 15 hari pada berbagai suhu penyimpanan disajikan dalam Gambar 28. Jenis khamir yang relevan terdapat dalam minuman sirup merupakan jenis mikroba osmofilik terutama dari genera Saccharomyces, Candida, dan Pichia, sedangkan jenis kapang yang mungkin tumbuh adalah yang berasal dari genera Aspergillus, Stemphylium, 70 Sterigmatocystis, Cladosporium, Monilia, dan sebagainya Frazier dan Westhoff, 1978. Berdasarkan acuan SNI 01-3719-1995, baik minuman kontrol, produk pembanding, dan formula 943 yang disimpan selama 15 hari pada suhu refrigerator 1-3°C masih memenuhi ketentuan jumlah total kapang-khamir 5.0 x 10 1 koloni ml. Minuman formula 943 yang disimpan selama 15 hari pada suhu kamar ±30°C dan suhu 55°C sudah tidak memenuhi persyaratan mikrobiologis dalam SNI. Oleh karena itu, suhu penyimpanan terbaik untuk produk minuman ini adalah suhu refrigerator 1-3°C. Kenaikan jumlah kapang-khamir yang cukup signifikan terutama dalam minuman yang disimpan pada suhu kamar semakin memperkuat pembahasan mengenai dugaan adanya aktivitas mikroba dalam minuman yang mengakibatkan turunnya aktivitas antioksidan, intensitas rasa manis, nilai pH, dan nilai TPT minuman selama penyimpanan. 1 10 100 1000 10000 k ol oni m l 1 2 3 4 5 jenis produk minuman Keterangan: • 1 : minuman formula 943 yang dibuat pada hari ke-0 • 2 : minuman di suhu refri selama 15 hari • 3 : minuman di suhu kamar selama 15 hari • 4 : minuman di suhu 55°C selama 15 hari • 5 : minuman segar komersil rasa jeruk sebagai pembanding Gambar 28. Total kapang-khamir minuman formula 943 selama 15 hari di berbagai suhu simpan vs. minuman segar komersil rasa jeruk Hasil analisis mikrobiologi juga diperkuat oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Hapsari 2000. Hasil analisis mikrobiologi dilakukan terhadap beberapa produk minuman sari jahe yang beredar di sekitar kota Bogor. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan total mikroba pada minuman sari jahe dengan bahan baku jahe dan gula sekitar 0–3,2 log CFUg. Kandungan total mikroba yang tinggi terdapat pada sampel berbentuk 71 cair yaitu sebesar 4,9 log CFUml. Total kapang-khamir pada produk-produk minuman sari jahe yang beredar di sekitar kota Bogor sebesar 2 log CFUg. Pengukuran total polifenol dilakukan untuk melihat korelasinya dengan aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh minuman formula 943. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa terjadi penurunan kandungan senyawa polifenol di dalam minuman pada kondisi suhu penyimpanan yang semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa polifenol dalam herbal dan rempah dapat mengalami penurunan akibat semakin tingginya suhu penyimpanan Shahidi dan Naczk, 1995. Pengukuran total polifenol juga dilakukan untuk produk komersil minuman berbasis Zingiberaceae sebagai pembanding. Produk minuman ini merupakan jenis minuman RTD, sehingga produk ini dapat menjadi pembanding yang setara dengan minuman formula 943. Hasil perbandingan total polifenol minuman formula 943 dengan produk komersil berbasis Zingiberaceae disajikan pada Gambar 29. Total polifenol kontrol 680 ppm Tannic Acid Equivalent, disingkat TAE yang lebih rendah daripada total polifenol minuman yang sudah disimpan selama 15 hari 750-890 ppm TAE terjadi karena sewaktu pembuatan kontrol menggunakan ekstrak rempah yang sudah lama tersimpan di dalam refrigerator. Diduga senyawa polifenol yang terkandung di dalam ekstrak rempah telah mengalami penurunan selama penyimpanan di suhu refrigerator. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaur dan Kapoor 2002 menunjukkan adanya kandungan total fenolik pada 36 ekstrak tumbuhan, mulai dari 34–400 mg 100 gram berat basah. Sun et al. 2002 juga menemukan adanya kandungan senyawa fenolik total pada 11 buah- buahan, mulai dari 49.6–527.2 mg asam galat ekivalen 100 g berat dapat dimakan. Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kaur dan Kapoor 2002 dan Sun et al. 2002, hasil pengukuran total fenolik tehadap minuman formula 943 menunjukkan kandungan senyawa fenolik sebesar 750-890 mg asam tanat ekivalen 1000 ml minuman, atau sekitar 75-89 mg asam tanat ekivalen 100 ml dengan asumsi 1g ml. Hasil yang diperoleh nampaknya sangat kecil dibandingkan hasil penelitian 72 sebelumnya mengingat perhitungan total fenolik dalam penelitian ini dilakukan terhadap produk minuman akhir, bukan pada ekstrak rempahnya. Apabila diamati lebih lanjut, kandungan total polifenol nampaknya masih terukur dalam minuman meskipun aktivitas antioksidannya turun. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua senyawa polifenol memiliki aktivitas antioksidan Pratt, 1992. 200 400 600 800 1000 pp m T A E 1 2 3 4 5 jenis produk minuman Keterangan: • 1 : minuman formula 943 yang dibuat pada hari ke-0 • 2 : minuman di suhu refri selama 15 hari • 3 : minuman di suhu kamar selama 15 hari • 4 : minuman di suhu 55°C selama 15 hari • 5 : minuman segar berbasis Zingiberaceae sebagai pembanding Gambar 29. Kandungan total polifenol dalam ppm TAE minuman formula 943 vs. total polifenol minuman komersil siap minum berbasis Zingiberaceae 73

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Fomula minuman dengan kombinasi ekstrak kumis kucing a, ekstrak jahe b, ekstrak secang c, ekstrak lemon d, dan ekstrak temulawak e dipilih sebagai minuman dengan formula optimal berdasarkan aktivitas antioksidan, serta aspek citarasa dan warna. Aktivitas antioksidan minuman komponen tunggal yang tertinggi diketahui berasal dari minuman kumis kucing 650.11 ppm AEAC. Aktivitas antioksidan minuman formula optimal 621.78 ppm AEAC tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5 dibandingkan dengan aktivitas antioksidan minuman komponen tunggalnya. Minuman formula optimal juga diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan aktivitas antioksidan produk komersil minuman serbuk instan berbasis jahe, temulawak, kunyit asam, minuman segar komersil berbasis Zingiberaceae, dan minuman segar rasa jeruk pada taraf signifikansi 5. Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman formula optimal dengan minuman komersil tidak dapat dibedakan secara nyata pada taraf signifikansi 5. Skor kesukaan panelis terhadap citarasa minuman formula optimal mencapai skala hedonik sebesar 3.32 dari skala 5.00. Panelis lebih menyukai warna minuman formula optimal dan kunyit asam dibandingkan warna minuman komersil berbasis jahe dengan skor hedonik warna minuman formula optimal sebesar 3.48 dari skala 5.00, dibanding skor hedonik minuman komersil berbasis jahe sebesar 2.84 dari skala 5.00. Suhu simpan yang semakin tinggi dan waktu simpan yang semakin lama berpengaruh nyata α=0.05 terhadap penurunan aktivitas antioksidan dan nilai pH minuman pada penyimpanan selama 15 hari. Suhu simpan tidak berpengaruh nyata α=0.05 terhadap nilai Total Padatan Terlarut TPT minuman, sedangkan waktu simpan yang semakin lama berpengaruh nyata α=0.05 terhadap penurunan nilai TPT minuman pada penyimpanan selama 15 hari. Pengamatan sensori secara individual menunjukkan bahwa penyimpangan atribut mutu citarasa minuman selama penyimpanan ditandai dengan munculnya

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian ekstrak etanol 96% herba kumis kucing (orthosiphon stamineus benth) terhadap penurunan kadar kolesterol total pada tikus jantan yang diinduksi pakan hiperkolesterol

3 20 92

Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus B*Miq) dan Proses Pembuatannya

0 6 1

Perpanjangan Umur Simpan Dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus Bi. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk

2 60 111

Upaya peningkatan penerimaan citarasa minuman fungsional berbasis kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) dengan menggunakan beberapa ekstrak jeruk dari varietas yang berbeda dan flavor enhancer

5 41 186

Aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada mencit hiperglikemik yang diinduksi dengan Streptozotocin

0 11 276

Pertumbuhan, Produksi dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) pada Berbagai Umur Panen

2 7 55

Penentuan Waktu Panen pada Budidaya Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.)

0 6 7

Upaya Peningkatan Produksi Biomassa dan Kadar Sinensetin Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq.) dengan Pemupukan

0 4 8

Pertumbuhan, Produksi, Dan Kadar Sinensetin Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus Bl. Miq.) Pada Berbagai Intensitas Naungan Dan Cara Pemupukan Nitrogen

1 11 53

Analisis Struktur Anatomi Dan Histokimia Tiga Varietas Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus (Blume) Miq.)

4 25 34