174
6.3. Analisa Dampak dan Manfaat FTA ASEAN – China
6.3.1. Tahap Early Harvest Programme Hasil Simulasi-1
6.3.1.1. Dampak Terhadap Kinerja Makroekonomi
Pada tahap “program panen awal” atau Early Harvest Programme EHP, penghapusan hambatan perdagangan masih terbatas di sektor pertanian dan
kehutanan. Komoditi pertanian yang akan diliberalisasikan pada tahap EHP ini adalah produk yang terdaftar pada kode HS Harmonized System 01
– 08 yang meliputi lebih dari 600 pos tarif. Oleh karena liberalisasi perdagangan hanya melibatkan
sebagian komoditi pertanian dan maka dampak terhadap variabel makroekonomi relatif kurang signifikan sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 26. Selain itu,
kontribusi sektor pertanian terhadap GDP negara-negara ASEAN juga relatif kecil jika dibandingkan dengan sektor manufaktur dan jasa. Berdasarkan data Tabel 26,
Indonesia merupakan salah satu negara ASEAN yang diperkirakan memperoleh keuntungan ekonomi pada tahap EHP ini. GDP riil Indonesia naik sebesar 0.16
persen dan kesejahteraan bertambah sebesar US 71.23 juta dihitung dari skenario dasar. Peningkatan GDP dan kesejahteraan ini terjadi karena penghapusan hambatan
perdagangan di sektor pertanian menurunkan harga impor, sehingga daya beli riil konsumen domestik meningkat dan selanjutnya produksi bertambah.
Pada tahap EHP ini, total nilai perdagangan Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya Malaysia, Philippines, Vietnam akan meningkat. Ekspor Indonesia
bertambah sebesar 0.14 persen, sedangkan impor naik 0.10 persen atau terjadi surplus perdagangan sebesar 0.04 persen. Sementara ekspor China akan berkurang sebesar
0.01 persen dan impor naik sebesar 0.55 persen. Hal ini menunjukkan pentingnya perdagangan sektor pertanian dan kehutanan antara ASEAN dengan China. Di sisi
lain, peningkatan nilai perdagangan tersebut menyebabkan diversi perdagangan
175
dengan negara-negara di luar ASEAN dan China. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya nilai ekspor dan impor negara-negara tersebut. Sebagai contoh, ekspor
dan impor Uni Eropa akan berkurang masing-masing sebesar 0.06 persen dan 0.08 persen. Dilihat dari nilai Terms of Trade TOT, persentase perubahan TOT tersebut
sangat kecil untuk semua negara. Hal ini menggambarkan volume perdagangan sektor pertanian dan kehutanan negara-negara ASEAN dan China relatif kecil sehingga tidak
mempengaruhi permintaan dan penawaran pasar dunia dan harga ekspor maupun impor relatif tidak berubah.
Hasil simulasi di atas konsisten dengan hasil studi Hutabarat et al 2007, dimana tahap EHP akan memberikan tambahan GDP Indonesia sebesar 0.26 persen
dan kesejahteraan sebesar US 452 juta. Peningkatan GDP dan kesejahteraan tersebut diduga sebagai akibat dari peningkatan ekspor pertanian agregat yang mendorong
peningkatan neraca perdagangan pertanian. Ekspor pertanian Indonesia diperkirakan meningkat hingga 82.85 persen dan impor naik sebesar 21.19 persen. Apabila
dibandingkan antara sebelum dan sesudah EHP, total nilai ekspor produk pangan dan pertanian Indonesia sejak dilaksanakannya EHP tahun 2004 telah meningkat dua kali
lipat, yaitu mencapai US 4 trilyun atau 20 persen dari total ekspor ke China. Lebih lanjut disimpulkan bahwa kekhawatiran akan dampak kesepakatan regional tersebut
tidak perlu terjadi karena pelaksanaan FTA ASEAN-China memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di masing-masing negara
dengan syarat semua negara harus mematuhi aturan penurunan tarif yang telah disepakati bersama. Walaupun demikian, hasil studi tersebut perlu ditafsirkan secara
hati-hati dan adalah statu tantangan tersendiri untuk mewujudkan keadaan tersebut. Dukungan dari berbagai pemangku kepentingan pemerintah, swasta, dan kelompok
masyarakat lainnya di semua negara yang terlibat sangat dibutuhkan.
176
Tabel 26. Perubahan Variabel Makroekonomi pada Tahap Early Harvest Programme ,
Negara GDP riil
Kesejahteraan EV
US Juta Terms of
Trade tot Nilai Ekspor
vxwreg Nilai Impor
viwreg IDN
0.16 71.23
0.13 0.14
0.10 MYS
0.13 93.76
0.04 0.09
0.07 PHL
-0.14 38.14
-0.03 0.32
0.28 SGP
-0.06 -30.22
0.00 -0.06
-0.07 THA
-0.06 -55.65
0.12 -0.02
-0.07 VNM
0.15 24.75
0.11 0.26
0.21 XSE
-0.18 -56.36
-0.13 -0.25
-0.30 CHN
-0.03 799.01
-0.06 -0.01
0.55 JPN
-0.07 -858.12
0.05 0.02
-0.07 ROK
-0.06 -59.89
0.03 -0.05
-0.05 USA
-0.08 -1 658.87
0.01 -0.01
-0.05 EU-15
-0.08 -2 183.96
0.00 -0.06
-0.08 ROW
-0.11 -2 688.90
-0.02 -0.08
-0.09 Sumber: Hasil Simulasi-1
6.3.1.2. Dampak Terhadap Produksi Pertanian dan Kehutanan
Pada tingkat sektoral, pelaksanaan EHP akan menyebabkan perubahan tingkat produksi komoditi pertanian dan kehutanan di negara-negara ASEAN dan China.
Perubahan tingkat produksi tersebut disebabkan oleh perubahan ekspor dan impor serta perubahan konsumsi domestik akibat penghapusan hambatan perdagangan.
Penghapusan tarif impor untuk komoditi tertentu seperti: beras dan gula, akan menyebabkan harga di pasar domestik relatif murah sehingga produsen cenderung
akan menurunkan tingkat produksi.
177
Selain itu, perubahan produksi juga dipengaruhi oleh keunggulan komparatif comparative advantage yang dimiliki masing-masing komoditi. Secara konsep,
sebuah komoditi dengan keunggulan komparatif lebih baik maka akan mampu bersaing di pasar internasional sehingga penghapusan tarif menyebabkan harga lebih
murah dan permintaan meningkat. Sebagaimana disajikan pada Tabel 27, pelaksanaan EHP menyebabkan produksi sebagian besar komoditi pertanian di Indonesia
mengalami penurunan. Termasuk dalam kelompok komoditi yang produksinya turun adalah: food products termasuk di dalamnya produk cokelat olahan dan other
agriculture termasuk di dalamnya komoditi kopi. Kedua jenis komoditi tersebut
selama ini merupakan andalan komoditi ekspor Indonesia ke China sehingga perlu kehati-hatian dalam memasukkan kedua komoditi tersebut ke dalam daftar EHP
Hutabarat et al, 2007. Pada tahap EHP, beberapa komoditi pertanian Indonesia yang diperkirakan
mengalami peningkatan produksi, antara lain: vegetable oils termasuk minyak kelapa sawit, meat products, dan livestock. Khusus untuk meat products dan livestock,
persentase peningkatan produksi terlihat sangat signifikan, yaitu masing-masing meningkat sebesar 5.52 persen dan 2.21 persen. Oleh karena peningkatan produksi
dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan maka perlu kehati-hatian dalam menginterpretasikan data tersebut. Tingginya angka peningkatan produksi tidak
berarti bahwa Indonesia akan menjadi produsen besar atau mampu swasembada untuk kedua jenis komoditi tersebut. Kondisi yang sebenarnya adalah data awal produksi
kedua komoditi tersebut di dalam database GTAP adalah sangat kecil, sehingga perubahan yang sedikit saja dalam bentuk persentase akan menjadi besar. Namun
secara nominal peningkatan produksi kedua komoditi tersebut tidak terlalu besar. Komoditi lain yang diperkirakan akan meningkat produksinya adalah produk
178
kehutanan dan kayu olahan forest dan wood products. Peningkatan produk kehutanan dan kayu olahan tersebut lebih disebabkan daya saing yang relatif tinggi
karena Indonesia memiliki sumber daya hutan lebih luas dan sistim pengelolaan lebih baik dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Selain itu, penghapusan tarif
menyebabkan harga impor relatif murah sehingga permintaan impor bertambah. Bagi China, tahap EHP memberikan dampak positif terhadap peningkatan
produksi komoditi pertanian dan kehutanan. Komoditi yang mengalami peningkatan produksi cukup signifikan antara lain: kayu olahan 16.89 persen dan gula 11.83
persen. Peningkatan produksi kayu olahan sudah barang tentu memerlukan bahan baku kayu cukup banyak. Selama ini kebutuhan bahan baku industri perkayuan di
China sebagian besar diimpor dari negara-negara ASEAN, terutama Indonesia, Malaysia, dan Myanmar. Menurut Jukka 2006, pada tahun 2005 negara China telah
menjadi eksportir kayu lapis terbesar di dunia dengan total ekspor mencapai hampir US 4.0 juta. Pada tahun yang sama impor kayu bulat logs dari Indonesia dan
Malaysia tercatat sebesar 2.0 juta m
3
, sedangkan dari Myanmar 1.1 juta m
3
. Untuk kayu gergajian, China mengimpor dari Indonesia sebanyak 0.7 juta m
3
, Malaysia: 0.5 juta m
3
, Myanmar: 0.3 juta m
3
, dan Thailand: 0.8 m
3
. Padahal pemerintah Indonesia secara resmi telah menerapkan kebijakan untuk melarang ekspor kayu bulat sejak
tahun 1985 dan ekspor kayu gergajian mulai tahun 2004. Berbagai studi menyebutkan bahwa sebagian besar ekspor kayu bulat dari Indonesia ke China
diperkirakan dilakukan secara tidak sah ilegal dengan cara transhipment melalui negara ketiga. Dengan cara ini asal usul country of origin kayu bulat dari Indonesia
diubah atau dipalsukan menjadi seolah-olah berasal dari negara lain. Untuk mengatasi masalah perdagangan kayu secara ilegal tersebut diperlukan upaya serius dari
pemerintah Indonesia. Hal ini dapat dilakukan baik secara bilateral melalui kerjasama
179
pabean dan penegakan hukum dengan China, maupun melalui kerjasama regional dengan melibatkan negara-negara ASEAN lain yang biasanya dijadikan sebagai
tempat transit perdagangan kayu dari Indonesia.
Tabel 27. Perubahan Output Sektor Pertanian dan Kehutanan qo pada Tahap Early Harvest Programme
Sektor Region
IDN MYS
PHL SGP
THA VNM
CHN Paddy
-0.18 -0.4
0.23 -0.48
-1.67 -1.27
0.87 ProcRice
-0.19 -1.32
0.28 0.35
-1.69 -0.83
1.01 Wheat
-1.67 -5.12
0.49 -1.43
-1.93 21.67
0.77 Cereal
-0.27 -1.47
-0.24 -0.84
-1.24 -1.16
1.41 VegetFruit
-0.45 -1.34
0.35 -0.97
0.18 3.92
0.66 VegetOil
2.43 9.41
1.68 1.91
0.22 6.97
2.51 Sugar
-0.06 1.22
-0.73 -5.22
3.28 -0.42
11.83 OtherSugar
-0.01 -0.1
-0.71 1.29
3.27 -0.24
2.32 MeatProd
5.52 11.24
-1.14 0.17
-0.38 -0.62
2.29 DairyProd
-0.47 0.9
0.6 1.54
1.06 0.13
3.07 FoodProd
-0.24 0.19
-0.02 0.27
-0.47 -0.42
2.34 Livestock
2.21 4.08
-0.48 1.21
-0.38 -0.13
0.72 Fishery
-0.05 0.27
0.01 0.09
-0.15 -0.05
0.47 Forest
0.52 -1.53
-0.69 -0.48
-0.88 -0.12
3.26 WoodProd
0.53 -2.76
-2.77 1.59
-3.18 -0.92
16.89 OtherAgric
-0.13 -0.8
0.49 0.26
2.93 2.37
-0.59 Sumber: Hasil Simulasi-1
180
6.3.1.3. Dampak Terhadap Perdagangan Komoditi Pertanian dan Kehutanan
Peningkatan produksi pada umumnya juga diikuti dengan bertambahnya volume ekspor komoditi yang bersangkutan. Sebagaimana di sajikan pada Tabel 28,
ekspor komoditi pertanian ASEAN yang mengalami peningkatan cukup signifikan adalah: minyak nabati, produk daging, dan kehutanan. Peningkatan ekspor tersebut
terjadi karena asas timbal balik reciprocal dalam penurunan tarif sehingga masing- masing negara lebih efisien dalam melakukan alokasi sumberdaya dan mampu
meningkatkan daya saing Hutabarat et al, 2008. Untuk Indonesia, ekspor produk daging diperkirakan akan meningkat sebesar
78.67 persen, dan minyak nabati sebesar 7.74 persen. Demikian pula ekspor komoditi kehutanan dan kayu olahan mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2.19
persen dan 1.03 persen. Di sisi lain, ekspor beberapa jenis komoditi akan mengalami penurunan, seperti: sayuran dan buah-buahan, produk makanan, yang disebabkan
rendahnya daya saing komoditi tersebut. Menurut Tongzon 2005, nilai indeks keunggulan komparatif RCA komoditi sayuran dan buah-buahan dari Indonesia
hanya 0.3 jauh lebih rendah dibandingkan Philippines 1.52 dan Thailand 1.53. Hasil simulasi di atas konsisten dengan penelitian Hutabarat et al 2008, dimana
setelah pasca pelaksanaan tahap EHP, pertumbuhan laju ekspor komoditi pertanian Indonesia mengalami peningkatan cukup tinggi, terutama untuk minyak dan lemak
dari sayuran, minyak sawit, serta seluruh produk karet. Berdasarkan data perkembangan nilai ekspor untuk 20 duapuluh jenis komoditi pertanian utama dari
Indonesia ke China sebelum dan setelah tahap EHP sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 29, dapat dilihat bahwa permintaan pasar China untuk produk minyak dan
lemak dari kacang-kacangan meningkat sangat tinggi selama periode 2004-2006 pasca EHP, yaitu sebesar 149.32 persen per tahun.
181
Namun demikian dari keduapuluh jenis komoditi unggulan ekspor Indonesia di atas, hanya sebagian kecil jenis komoditi yang masuk dalam kerangka EHP. Data
pada Tabel 30 menunjukkan bahwa hanya minyak kopra, minyak inti sawit, minyak dan lemak sayur serta margarine, yang masuk dalam daftar EHP. Sedangkan komoditi
unggulan lain seperti: karet, kakao dan gaplek, tidak termasuk dalam skema EHP. Padahal ketiga komoditi unggulan tersebut sangat potensial untuk dikembangkan
mengingat Indonesia masih memiliki sumberdaya lahan yang berlimpah. Selama ini andalan utama ekspor Indonesia ke China adalah komoditi perkebunan, terutama
produk minyak sawit lainnya, karet, minyak sayur, minyak sawit, minyak inti sawit, karet lembaran, dan coklat. Sedangkan untuk produk tanaman pangan, sejalan dengan
maraknya pengembangan bahan bakar yang berbasis tanaman atau dikenal dengan nama bio-energy, permintaan akan gaplek dalam bentuk chips dan kering meningkat
dengan sangat tajam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia perlu menegosiasikan dengan China untuk memasukkan komoditi unggulan pertanian
lainnya dalam kerangka EHP sehingga dapat memperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar dari pelaksanaan FTA ASEAN-China.
Melihat perkembangan ekspor produk komoditi pertanian dalam kerangka EHP selama tahun 2004-2005 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 30, dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan tahap EHP dalam kerangka FTA ASEAN-China diperkirakan akan menguntungkan bagi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan nilai ekspor komoditi pertanian Indonesia yang masuk dalam daftar EHP tersebut. Pada tahun 2004 nilai ekspor Indonesia untuk komoditi pertanian yang
masuk kerangka EHP adalah sebesar US 128.27 juta, selanjutnya pada tahun 2005 bertambah menjadi sebesar US 177.61 juta atau meningkat 38 persen. Nilai ekspor
tersebut akan dapat lebih ditingkatkan lagi apabila produk komoditi ekspor andalan
182
lainnya seperti: karet, kakao dan gaplek dapat dimasukkan ke dalam daftar EHP. Sehubungan dengan hal ini, pemerintah Indonesia perlu melakukan negosiasi ulang
dengan pihak China agar beberapa komoditi unggulan tersebut dapat dimasukkan ke dalam skema EHP.
Tabel 28. Perubahan Volume Ekspor Sektor Pertanian dan Kehutanan qxw pada Tahap Early Harvest Programme
Sektor Region
IDN MYS
PHL SGP
THA VNM
CHN Paddy
1.26 -18.31 0.75
0.03 -6.13
-2.18 57.12
ProcRice -4.39
-3.35 -1.67
-1.37 -3.21
-2.02 17.23
Wheat -1.89
-5.18 0.44
-1.44 -5.58
43.23 11.13
Cereal -4.70
-2.14 -2.02
-0.73 -1.46
-0.95 1.75
VegetFruit -4.51
-0.09 21.20
-1.31 9.14
41.26 6.16
VegetOil 7.74
10.78 10.10
2.71 6.66
12.35 14.99
Sugar -1.69
-2.09 0.95
-9.71 9.30
0.51 175.97 OtherSugar
27.51 -6.88
3.27 -1.56
-9.03 31.13
1.37 MeatProd
78.67 14.39
5.85 0.85
-1.23 -2.39
53.78 DairyProd
-0.50 0.88
0.75 3.54
5.57 28.89
20.48 FoodProd
-0.82 0.54
0.05 0.72
-0.11 0.31
14.74 Livestock
0.14 -1.17
2.83 2.29
0.23 5.12
2.92 Fishery
0.29 0.36
0.04 0.57
1.26 0.45
-0.78 Forest
2.19 0.19
1.05 -0.80
12.36 28.21
2.04 WoodProd
1.03 -3.04
-5.38 2.27
-3.65 -0.76
30.35 OtherAgric
1.43 0.85
11.60 0.65
9.96 5.33
10.64 Sumber: Hasil Simulasi-1
183
Tabel 29. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Pertanian Utama Indonesia ke China No
Kode HS Kode SITC
Komoditi 1997-2005
1997-2003 Pra-FTA
2004-2006 Pasca FTA
1 151190
42229000 Minyak Sawit lainnya 20.78
12.21 13.01
2 400122
23125160 Karet SIR 20 25.25
26.62 64.76
3 151620
43122100 Minyak dan lemak dari sayuran kacang-kacangan 1.94
35.26 149.32
4 151110
42221000 Minyak sawit 8.22
-4.80 115.11
5 400121
23121000 Karet lembaran smoked sheets 34.49
15.20 61.29
6 151321
42241000 Minyak Inti Sawit Crude Oil of Palm Kernel 43.89
46.27 31.18
7 151311
42231000 Minyak Copra Crude Oil of Copra 30.30
29.30 38.73
8 180100
07210000 Biji coklat, pecah dan setengah pecah, mentah atau roasted 11.94
-12.64 28.52
9 400219
23211910 Karet - Polybutadiene - styrene SBR 35.23
54.95 20.29
10 151329
42249000 Minyak Inti Sawit lainnya 40.98
50.45 -16.84
11 071410
05481100 Gaplek iris dan kering manioc 8.44
-13.41 -4.86
12 151790
09109910 Other Edible Mixture of Vegetable Origin 32.47
-4.20 -64.26
13 400211
23211110 Polybutadiene - styrene Latex 16.47
21.96 -1.71
14 151710
09101900 Margarine curah 10.88
-9.55 -88.28
15 151319
42239000 Minyak Copra lainnya -2.59
-23.89 -13.86
16 400599
62119990 Karet Campuran Lainnya 36.37
n.a 129.49
17 400110
23110120 Lateks dengan campuran amonia 22.56
-3.94 58.57
18 080450
05787300 Manggis dikeringkan atau beku 45.85
15.05 58.27
19 400510
62111000 Karet campuran dengan silika -0.14
-0.14 n.a
20 090111
07111300 Kopi tidak dipanggang dan tidak mengandung kafein 13.57
-10.87 30.61
Sumber: Hutabarat et al. 2008 183
184
Tabel 30. Nilai Ekspor Komoditi Pertanian Dalam Skema EHP, Tahun 2004 – 2005
US 000 Kode
HS Jenis Produk
2004 US 000
2005
090111 Coffee, not roasted :-- Not decaffeinated 608.48
2 822.63 090112 Coffee, not roasted :-- Decaffeinated
- 31.72
151311 Coconut copra oil and its fractions :-- Crude oil
19 640.08 58 649.26
151319 Coconut copra oil and its fractions :-- Other
7 521.65 4 977.62
151321 Palm kernel or babassu oil and fractions thereof :-- Crude oil
48 756.64 83 446.93
151329 Palm kernel or babassu oil and fractions thereof :-- Other
19 568.75 25 704.57
151620 Vegetable fats and oils and their fractions 229.99
202.99 151710 Margarine, excluding liquid margarine
3 195.98 -
151790 Other 25 049.03
1 744.39 401691 Other :-- Floor coverings and mats
16.00 -
401693 Other :-- Gaskets, washers and other seals 64.50
30.97 401699 Other
3 627.38 -
Total 128 278.48
177 611.10 Total 20 Komoditi Pertanian Utama
876 280.85 852 976.04
Persentase 14.64
20.82 Sumber: Hutabarat et al 2008
Dilihat dari sisi impor, pelaksanaan tahap EHP diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan impor komoditi pertanian negara-negara ASEAN. Sebaliknya
impor China mengalami penurunan, kecuali produk kehutanan dan kayu olahan. Impor China untuk kedua jenis komoditi kehutanan tersebut meningkat masing-
185
masing sebesar 4.54 persen dan 1.24 persen. Hal ini menegaskan kembali bahwa kebutuhan China atas sumber bahan baku kayu dari ASEAN akan terus meningkat.
Data pada Tabel 31 menunjukkan bahwa peningkatan impor Indonesia yang cukup signifikan terjadi untuk produk peternakan, buah-buahan dan kayu olahan. Khusus
untuk komoditi yang termasuk di dalam skema EHP, nilai impor Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar US 181.4 juta, dan satu tahun berikutnya meningkat menjadi
US 241.2 juta. Impor produk EHP Indonesia yang cukup besar antara lain adalah: bawang putih HS 070320 meningkat 21.6 persen, buah apel HS 080810 meningkat
21.7 persen, dan buah jeruk mandarin HS 080520 meningkat 23.3 persen masing- masing dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian peningkatan nilai impor
komoditi pertanian tersebut tidak perlu dikhawatirkan mengingat bahwa pada tahun yang sama secara total Indonesia masih mengalami surplus dalam perdagangan
produk EHP sebesar US 105.5 juta. Menurut hasil penelitian Hutabarat et al. 2008, impor Indonesia dari China
untuk 20 jenis komoditi utama mengalami peningkatan sejak diberlakukannya skema EHP. Peningkatan impor tersebut terutama untuk komoditi hortikultura seperti:
bawang putih, buah-buahan dan jagung. Namun demikian, keduapuluh jenis komoditi tersebut tidak satupun yang masuk dalam skema EHP antara Indonesia dengan China.
Dengan tidak memasukkan keduapuluh komoditi tersebut ke dalam EHP dinilai sebagai kebijakan yang tepat, mengingat sebagian besar komoditas itu dapat tumbuh
dengan baik di Indonesia dan menjadi komoditi unggulan. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 32, laju pertumbuhan volume impor bawang putih selama tahun 2004-
2006 mencapai 10.50 persen, buah jeruk jenis mandarin sebesar 26.22 persen, dan tepung jagung sebesar 83.17 persen. Penghapusan tarif impor menjadi nol persen
membuat harga impor semakin murah dibanding buah lokal sehingga buah impor
186
membanjiri pasar dalam negeri mulai dari pasar moderen sampai pasar tradisional. Kondisi ini perlu mandapat perhatian bersama untuk meningkatkan kualitas dan
efisiensi biaya produksi serta pemasaran dari buah lokal sehingga mampu bersaing dengan buah impor.
Tabel 31. Perubahan Volume Impor Sektor Pertanian dan Kehutanan qiw pada Tahap Early Harvest Programme
Sektor Region
IDN MYS
PHL SGP
THA VNM
CHN Paddy
0.25 10.43
-0.92 0.08
2.57 99.04
-0.72 ProcRice
2.76 1.35
-1.24 0.05
6.86 4.71
-1.27 Wheat
-0.24 0.95
-0.01 0.04
-0.46 -0.27
-0.06 Cereal
0.77 0.95
4.59 0.03
15.88 3.46
-1.45 VegetFruit
3.63 0.93
5.43 0.00
6.23 21.56
-1.02 VegetOil
1.53 5.70
3.59 1.06
0.29 2.30
-0.38 Sugar
1.68 0.96
6.81 -3.76
12.02 0.22
-1.02 OtherSugar
1.00 7.86
-2.84 -0.25
6.03 6.39
-0.81 MeatProd
3.69 3.99
13.01 0.28
-1.30 0.28
-1.78 DairyProd
0.27 0.61
0.01 0.26
0.33 0.22
0.19 FoodProd
1.65 1.47
0.35 0.24
1.44 2.63
-0.24 Livestock
7.72 8.97
-0.88 -0.37
0.19 2.97
-0.55 Fishery
0.54 2.20
0.38 0.03
-0.35 1.32
-0.65 Forest
2.04 -1.00
-1.61 0.01
-3.05 -0.31
4.54 WoodProd
4.37 0.16
1.13 0.51
3.25 8.45
1.24 OtherAgric
1.10 -1.00
0.04 0.01
2.12 2.53
-1.51 Sumber: Hasil Simulasi-1
187
Tabel 32. Laju Pertumbuhan Nilai dan Volume Impor Komoditi Pertanian Indonesia dari China Sebelum dan Setelah EHP
No Kode
HS Komoditi
1997-2003 Pra EHP
2004-2006 Pasca EHP
Nilai impor
Volume impor
Nilai impor
Volume impor
1 070320 Bawang putih segar
1.45 17.47 67.14
10.50 2
080810 Buah Apel 43.85
38.60 17.06
5.51 3
080820 Buah Pir dan Kwini 28.73 23.53
-2.20 2.41
4 080520 Mandarin segar, Mandarin
kering, Mandarin lain segar; Mandarin lain kering
22.50 11.66 13.09
26.22
5 240120 Tembakau jenis virginia
0.00 0.00
0.00 0.00
6 210112 Bahan baku kopi
0.00 0.00
0.00 0.00
7 170490 Kembang gula tidak
mengandung obat; kembang gula lainnya
-66.64 -64.84
0.00 0.00
8 401199
Karet ban dari jenis selain untuk kendaraan dan mesin
0.00 0.00
0.00 0.00
9 100590 Jagung Lainnya
18.70 21.44
-78.76 -83.75
10 230310 Ampas pembuatan pati dan
ampas semacam dari tapioka 0.00
0.00 0.00
0.00 11 110100 Tepung gandum atau meslin
50.13 47.64
-21.97 -24.08
12 080610 Buah anggur segar 56.50
54.32 37.21
34.04 13 210690
Olahan ragi otolisa, Olahan makanan non-alkohol utk
minuman dlm kemasan 25 kg; Olahan makanan yg
digunakan utk membuat jelly 0.00
0.00 0.00
0.00
14 100190 Benih gandum, Gandum
lainnya, Meslin 46.34
49.09 -21.96
-21.61 15 170199 Gula kasar lainnya
-33.89 -32.95
0.00 0.00
16 110812 Pati jagung 5.46
8.36 84.84
83.17 17 240110
Tembakau, jenis lain dari virginia
0.00 0.00
0.00 0.00
18 401120 New Pneumatic tyres, of
rubber of kind used on buses of lorries
0.00 0.00
0.00 0.00
19 120220 Kacang tanah kupas -24.42
-18.76 -73.72 -109.83
20 80510 Buah Jeruk
33.75 29.23
-81.50 -85.79
Sumber: Hutabarat et al 2008
188
6.3.2. Tahap Pelaksanaan FTA ASEAN – China Secara Penuh