Simulasi Kebijakan Menyamakan Tingkat Pengembalian Modal yang Diharapkan Untuk

5.5. Simulasi Kebijakan

Simulasi dilakukan untuk menganalisis dampak kebijakan liberalisasi perdagangan ASEAN – China terhadap perekonomian Indonesia, terutama di sektor pertanian dan kehutanan. Simulasi dirancang dalam 5 lima skenario, yaitu: 1 liberalisasi perdagangan secara terbatas hanya di sektor pertanian dan kehutanan early harvest programm dalam kerangka FTA ASEAN – China, 2 liberalisasi perdagangan secara penuh dengan melibatkan semua sektor dalam kerangka FTA ASEAN – China, 3 FTA ASEAN – China dikombinasikan dengan kebijakan unilateral Indonesia untuk meningkatkan investasi sektor pertanian, 4 FTA ASEAN – China dikombinasikan dengan kebijakan untuk mengurangi biaya transaksi dalam kegiatan perdagangan di Indonesia, dan 5 kombinasi skenario 3 dan 4. Sebelum kelima simulasi kebijakan di atas counterfactual simulations dilakukan, terlebih dahulu akan disimulasikan skenario dasar baseline scenario yang hasilnya akan dijadikan sebagai pembanding terhadap hasil simulasi kebijakan. Pada simulasi dasar ini negara-negara ASEAN diasumsikan sudah menerapkan liberalisasi perdagangan regional dengan skema AFTA dimana semua tarif dihapuskan atau diturunkan menjadi nol persen. Skenario Dasar Pada simulasi skenario dasar baseline scenario diasumsikan negara- negara ASEAN telah melaksanaan AFTA secara penuh, dengan menghapuskan semua jenis hambatan perdagangan. Penghapusan tarif dan non-tarif dilakukan dengan melakukan shock terhadap database GTAP versi 6 sebagai data dasar benchmark. Meskipun kesepakatan AFTA memungkinkan anggota untuk memasukkan sesuatu jenis komoditi ke dalam daftar Sensitive and Highly Sensitive List misal: beras, gula yang tarifnya dapat dipertahankan antara 5 – 20 persen, tetapi untuk kemudahan pada simulasi ini semua tarif dihapuskan. Hasil skenario dasar selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil simulasi skenario lain dalam kerangka FTA ASEAN – China, sehingga dapat dievaluasi apakah kesepakatan liberalisasi perdagangan ASEAN – China tersebut menambah tingkat kesejahteraan atau malah sebaliknya merugikan ekonomi Indonesia. Perbedaan antara hasil simulasi skenario dasar dengan hasil simulasi skenario lainnya dinyatakan dalam bentuk persentase. Alasan untuk menggunakan AFTA sebagai skenario dasar adalah karena ASEAN telah sepakat untuk menghapuskan tarif perdagangaan barang dan jasa melalui skema CEPT – AFTA secara penuh pada 2010. Oleh sebab itu dengan atau tanpa adanya FTA ASEAN – China, negara-negara ASEAN tetap akan meliberalisasi perdagangan diantara anggotanya. Pelaksanaan AFTA tersebut diharapkan dapat meningkatkan perdagangan intra-ASEAN dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi Indonesia. Menurut Hakim 2004, dengan AFTA pelaksanaan AFTA diperkirakan pada tahun 2010 GDP riil Indonesia akan meningkat sebesar 0.2 persen dan volume perdagangan bertambah sekitar 1.8 persen dari baseline skenario. Skenario 1: Early Harvest Programme FTA ASEAN – China Pembentukan FTA ASEAN – China akan dilaksanakan secara bertahap. Pada tahap awal yang disebut dengan Early Harvest Programme EHP, disepakati untuk meliberalisasi komoditi pertanian di negara-negara ASEAN-6 dan China pada 2006, dan tahun 2010 di kelompok negara ASEAN - CLMV. Meskipun masih terbatas hanya pada sektor pertanian, diharapkan langkah awal liberalisasi perdagangan ASEAN – China ini dapat menjadi katalisator untuk liberalisasi di sektor manufaktur dan jasa. Selain itu, mengingat tingkat proteksi komoditi pertanian di China masih lebih tinggi dibanding ASEAN maka ekspor komoditi ASEAN ke China diperkirakan akan meningkat. Pada skenario ini diasumsikan semua negara ASEAN dan China menghapuskan tarif dan non-tarif untuk komoditi pertanian dan kehutanan, sedangkan produk manufaktur dan jasa masih berlaku tarif MFN most favored nations . Walaupun waktul pelaksanaan EHP ditetapkan secara berbeda antara ASEAN-6 dengan kelompok CLMV, pada simulasi ini diasumsikan jadwal pelaksanaan EHP adalah sama untuk semua negara ASEAN dan China. Hal ini dengan pertimbangan model yang digunakan bersifat komparatif statis bukan dinamis dan untuk memudahkan simulasi. Skenario 2: FTA ASEAN – China Secara Penuh Berdasarkan kesepakatan FTA ASEAN – China, penghapusan tarif untuk komoditi di luar EHP dibagi menjadi 2 dua kelompok, yaitu: Normal Track I yang diharapkan tercapai sepenuhnya untuk sepuluh negara ASEAN dan China pada 2015, dan Normal Track II dijadwalkan sampai akhir 2018. Selain itu masih dimungkinkan untuk memasukkan komoditi ke dalam daftar sensitif yang penurunan tarifnya dilakukan secara bertahap antara 0 – 5 persen sampai dengan tahun 2020, dan daftar komoditi sangat sensitif yang tarifnya harus diturunkan menjadi setengah 50 persen dari tingkat tarif saat ini pada awal tahun 2018. Meskipun skema penurunan tarif dalam kerangka FTA ASEAN – China dilakukan secara bertahap dan bervariasi menurut kelompok negara dan jenis komoditi, namun pada simulasi ini diasumsikan bahwa seluruh negara ASEAN dan China telah menghapuskan semua hambatan tarif dan non-tarif perdagangan barang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan selain untuk memudahkan dalam analisis, model yang digunakan dalam penelitian ini bersifat komparatif statik sehingga analisis lebih ditekankan kepada perubahan kondisi sebelum dan sesudah diberlakukannnya kebijakan liberalisasi perdagangan. Skenario 3: FTA ASEAN – China Ditambah Dengan Kebijakan Unilateral di Indonesia Untuk Mengurangi Biaya Transaksi Perdagangan Sebesar 30 Persen Biaya transaksi dalam kegiatan bisnis biasanya diasosiasikan dengan ekonomi biaya tinggi akibat berbagai jenis pungutan tidak resmi yang harus dikeluarkan oleh pengusaha. Ekonomi biaya tinggi tersebut menyebabkan terjadinya inefisiensi dan menurunkan daya saing. Menurut Gaduh 2006 permasalahan utama dalam upaya meningkatkan ekspor Indonesia bukan terletak pada kebijakan perdagangan tetapi lebih pada kebijakan untuk meningkatkan produktivitas. Berkaitan dengan hal ini, ekspor dapat ditingkatkan apabila kebijakan untuk mengurangi korupsi, pungutan liar, dan biaya transaksi lainnya dapat dilakukan secara efektif. Sebagai contoh mengenai tingginya biaya transaksi di Indonesia adalah biaya bongkar muat pelabuhan Terminal Handling Charges. Meskipun sejak November 2005 THC Indonesia sudah diturunkan menjadi US 95 untuk kontainer ukuran 20 feet, namun biaya tersebut masih lebih tinggi dibanding dengan di beberapa negara tetangga yang berkisar US 90 – US 107. Selain itu, tingginya biaya transaksi tersebut juga disebabkan kualitas pelayanan dan infrastruktur di pelabuhan yang masih rendah. Menurut Bussolo dan Whalley 2003 biaya transaksi dapat dikelompokkan menjadi 3 tiga kategori, yaitu: biaya transaksi terkait dengan geografi, teknologiinfrastruktur, dan institusikebijakan. Salah satu contoh dari biaya transaksi kategori pertama adalah margin biaya transportasi. Jenis biaya transaksi ini adalah yang paling mudah dilihat dan diukur. Dalam perdagangan internasional biaya transaksi tersebut diukur berdasarkan rasio CIF FoB. Kategori kedua adalah biaya transaksi yang terkait dengan kemajuan teknologi dan infrastruktur. Ketersediaan teknologi dan infrastruktur akan memperlancar arus perdagangan dan sekaligus mengurangi biaya transaksi. Sebagai contoh adalah penggunaan teknologi informasi dan telekomunikasi telah menurunkan secara drastis biaya perdagangan di negara-negara OECD. Kategori ketiga adalah biaya transaksi yang terkait dengan kelembagaan atau kebijakan ekonomi. Salah satu contoh dari jenis biaya transaksi ini adalah adanya pencari rente rent seekers yang memanfaatkan kelemahan sistim atau kebijakan pemerintah. Pada simulasi ini, penurunan biaya transaksi perdagangan dilakukan dengan melakukan shock terhadap variable perubahan atau perbaikan teknologi pengangkutan barang dari region r ke s. Shock terhadap variable tersebut selanjutnya akan mempengaruhi variable indeks biaya transportarsi dari region r ke s: [ptransi,r,s]. ptransi,r,s = summ,MARG_COMM, VTFSD_MSHm,i,r,s [ptm - atmfsdm,i,r,s] …………………………...V-18 dimana atmfsdm,i,r,s merupakan variabel perubahan teknologi pengapalan untuk komoditi i dari region r ke s. Variabel tersebut merupakan penjumlahan dari beberapa variable lain yang dirumuskan dengan persamaan: atmfsdm,i,r,s = atmm + atfi + atsr + atds + atallm,i,r,s ..........................................................V-19 dimana: atm m : perubahan teknologi moda pengapalan; atf i : perubahan teknologi pengapalan komoditi i; ats r : perubahan teknologi pengapalan dari region r; atds : perubahan teknologi pengapalan ke region s; atallm,i,r,s : perubahan teknologi pengapalan sebanyak m kali untuk komoditi i dari r ke s. Oleh karena penurunan biaya transaksi diasumsikan sebesar 30 persen, maka besaran shock yang dilakukan adalah –30. Asumsi tersebut konsisten dengan hasil penelitian Henderson, Shalizi, dan Venables 2001 dalam Bussolo dan Whalley 2003, yang memperkirakan besarnya biaya transaksi transportasi di negara-negara berkembang berkisar antara 30 – 40 persen. Penurunan biaya transaksi diharapkan akan meningkatkan efisiensi dan daya saing ekonomi Indonesia, sehingga manfaat dari liberalisasi perdagangan diharapkan akan semakin bertambah. Skenario 4: FTA ASEAN – China Ditambah Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Meningkatkan Investasi Di Sektor Pertanian Sebesar 15 Persen. Salah satu kendala dalam meningkatkan produktivitas sektor pertanian di Indonesia adalah terbatasnya anggaran pemerintah dalam pembangunan infrastuktur pertanian. Investasi di bidang infrastuktur pertanian sangat diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor di pasar internasional. Menurut Yudhoyono 2004 peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian akan meningkatkan PDB nasional dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan investasi di sektor pertanian sebesar 15 persen akan meningkatkan PDB riil sebesar 10.8 persen, menurunkan tingkat pengangguran 4.9 persen dan total angka kemiskinan sebesar 0.6 persen. Dalam model GTAP, investasi netto merupakan agregrat investasi di setiap region NETINVr. Persamaan investasi di tingkat sektor tidak ada di dalam model. Selain itu, pengeluaran pemerintah untuk masing-masing sektor di suatu region VDGAi,r mencakup alokasi pembelanjaan untuk barang konsumsi dan investasi. Dengan demikian, tidak ada variabel yang dapat digunakan secara langsung untuk menganalisis dampak investasi terhadap perubahan makro ekonomi. Untuk menganalisis dampak investasi atau pengeluaran pemerintah di sektor pertanian, digunakan proxy perubahan teknologi produktivitas sektor pertanian yang dalam model GTAP dinyatakan dengan variabel aoallj, r, yaitu: peningkatan output sektor j di region r akibat adanya perbaikan teknologi. Diasumsikan bahwa investasi akan memperbaiki tingkat teknologi produksi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas output sektor pertanian. Asumsi ini konsisten dengan hasil studi Oktaviani et al 2006 yang membuktikan adanya korelasi positif antara investasi dengan peningkatan produktivitas di semua sektor dengan koefisien korelasi sebesar 1.33. Selain itu, dalam studi tersebut juga diketahui bahwa pangsa share investasi pemerintah di sektor pertanian selama beberapa tahun terakhir rata-rata adalah sebesar 0.47 persen. Dengan menggunakan angka koefisien korelasi dan pangsa investasi pemerintah tersebut, serta asumsi peningkatan investasi sektor pertanian sebesar 15 persen maka selanjutnya besaran shock atas variabel aoallj, r dapat ditentukan, yaitu sebesar: 1.33 0.47 1.15 = 0.71. Nilai shock ini selanjutnya digunakan di dalam simulasi kebijakan dengan skenario kombinasi kebijakan FTA ASEAN – China dengan peningkatan investasi sektor pertanian di Indonesia sebesar 15 persen. Skenario 5: Kombinasi Antara Skenario 3 dan 4 Pada simulasi ini akan dikombinasikan antara simulasi skenario 3 dan 4, dimana diasumsikan pemerintah Indonesia meliberalisasi perdagangan dan sekaligus melaksanakan kebijakan domestik yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan produktivitas sektor pertanian. Dengan kombinasi kebijakan tersebut maka dapat diharapkan dampak positif dari liberalisasi perdagangan terhadap kinerja ekonomi akan bertambah besar, dan sebaliknya dampak negatif akibat dari kebijakan liberalisasi perdagangan dapat dikurangi sehingga secara keseluruhan kesejahteraan masyarakat meningkat.

VI. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN

6.1. Definisi Skenario Dasar