puskesmas terhadap jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah 1: 42,206, yang berarti 1 Puskesmas melayani 42,206 penduduk. Rumah Sakit sebanyak 5
buah, dimana 3 milik Pemda dan 2 milik swasta, dengan sarana tempat tidur TT sebanyak 371 buah di RS milik Pemda. Sehingga rasio TT dibandingkan dengan
jumlah penduduk 1:6,484. Sarana kesehatan lain milik swasta adalah 12 Rumah Bersalin,Balai Pengobatan 51 buah, Toko Obat 22 buah, Apotik 33 buah. Praktek
dokter swasta 261, laboratorium klinik 7 buah, praktek bidan swasta 213 buah. Sedanglan sarana kesehatan yg dibangun oleh warga masyarakat seperti
Posyandu sebanyak 3,061 buah dengan kategori pratama 1,049 buah, purnama
894 dan mandiri 236 buah Dinkes 2008. Status Gizi dan Derajat Kesehatan. Status balita dengan gizi buruk
menunjukkan peningkatan yaitu 1.51 tahun 2005; 1.6 tahun 2006; 1.76 tahun 2007 dan tahun 2008 sebesar 1.68 dari 191,896 anak yg ditimbang.
Prevalensi gizi buruk menurut wilayah kerja Puskesmas cukup bervariasi, kisarannya dibawah 1 sampai diatas 1, namun tidak ada kecamatan yang
prevalensi gizi buruk diatas 5 , sehingga tidak ada kecamatan yang tergolong
rawan gizi.
Dengan alokasi anggaran yang meningkat setiap tahun, dan didukung dengan penambahan tenaga kesehatan dan sarana kesehatan, Kabupaten
Sukabumi berhasil meningkatkan derajat kesehatan dengan indikator makro seperti pada Tabel 17.
Tabel 17 Derajat kesehatan dengan indikator makro di Kabupaten Sukabumi Indikator
Satuan 2005
2006 2007
2008 AHH
Tahun 65.70
65.87 65.94
66.56 AKB
Per 1000 53.25
44.39 42.00
42.00 AKI
Per 100,000 364.17
363.19 363.19
363.19
2. Karakteristik Keluarga Balita Sasaran
2.1. Keadaan lingkungan fisik tempat tinggal dan sanitasi Naluri untuk bertahan hidup menyebabkan manusia selalu ingin hidup
sehat. Kondisi lingkungan fisik yang berada disekitar tempat tinggal mempunyai peranan besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau kelompok
masyarakat. Kondisi lingkungan fisik mencakup aspek yang sangat luas sehingga dalam penelitian ini terbatas pada keadaan tempat tinggal dan sanitasi
meliputi keadaan fisik rumah, MCK dan sumber air minum.
Rumah. Keadaan rumah balita contoh yang diteliti meliputi lantai dan
dinding. Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar 80.7 rumah sudah berlantai ubinkeramik dan semen, namun ada sebagian kecil masih berlantai
tanah. Berdasarkan persyaratan kesehatan perumahan lantai rumah harus kedap air dan mudah dibersihkan Kepmenkes RI No 829MenkesSKVII1999
Lantai yang tidak kedap air dan tidak didukung ventilasi yang baik dapat menimbulkan peningkatan kelembaban dan kepengapan yang akan
memudahkan penularan penyakit Depkes 2001. Dinding sebagian besar 73.5 rumah balita contoh sudah terbuat dari
tembok batu bata dengan semen ataupun dengan tanah liat, sedangkan sebagian lainnya masih terbuat dari kayu atau bambu . Berdasarkan Depkes
2008 penggunaan jenis dinding dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Apabila dibandingkan dengan data Riskesdas
nasional 63.7, maka kondisi keluarga balita contoh memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan rata-rata nasional.
Tabel 18 Sebaran keluarga balita berdasarkan kondisi fisik rumah
Kondisi Fisik Rumah Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n n
Lantai Ubinkeramik
9 50.0
8 53.3
10 62.5
8 44.4
9 56.3
Semen 5
27.8 3
20.0 2
12.5 8
44.4 3
18.7 Semen karpet
plastic 1
5.6 1
6.7 Bambu
2 11.0
3 20.0
2 12.5
2 11.2
4 25.0
Tanah 1
5.6 2
12.5 Total
18 100
15 100
16 100
18 100
16 100
Dinding Batabatu dg semen
13 72.2
10 66.7
10 62.5
16 88.9
12 75.0
Batabatu dg tanah liat
1 6.2
Kayubamboo 5
27.8 5
33.3 5
31.3 2
11.1 4
25.0 Total
18 100
15 100
16 100
18 100
16 100
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
Sarana pembuangan limbah dari aktivitas kehidupan sehari hari termasuk limbah kotoran manusia mempunyai peranan yang besar terhadap kesehatan
seseorang maupun masyarakat. Pembuangan kotoran tinja yang tidak layak akan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, terutama penyakit-
penyakit yang penularannya melalui tinja. Menurut Widyati Yuliarsih 2002
sebagian besar penyakit dapat dikendalikan dengan sanitasi yang baik melalui pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan. Jenis sarana pembuangan
tinja yang dianggap ‘saniter’ apabila menggunakan jenis leher angsa Riskesdas 2008. Tabel 19 menunjukkan bahwa pembuangan tinja keluarga balita contoh
yang menggunakan WC berseptictank milik sendiri dan umum masih lebih rendah 59.0 apabila dibandingkan dengan rata-rata nasional 68.9 .
Persentase keluarga balita yang menggunakan tempat pembuangan tinja belum saniter masih cukup tinggi dan menyebar pada semua kelompok, baik kelompok
kontrol maupun perlakuan,termasuk pembuangan tinja pada sungaiparitselokan sebesar 9.6 persen.
Tabel 19 Sebaran keluarga berdasarkan kondisi MCK
Jenis WC Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n n
WC sendiri dg septic tank
9 50.0
8 53.3
6 37.5 10
55.6 4
25.0 WC sendiri tanpa
septic tank 3
16.7 2
13.3 3
18.8 3 16.7
4 25.0
WC umum dg septic tank
0 1 5.6
1 6.3
WC umum tanpa septic tank
2 11.1
2 13.3
3 18.8 2
11.1 1
6.3 WC tetangga
1 5.6
1 6.7
0 0 2
12.5 Jamban cemplung
1 5.6
1 6.7
1 6.3 2
11.1 2
12.5 Sungaiparitselokan
2 11.1
1 6.7
3 18.8 0
2 12.5
Jumlah 18
100 15
100 16
100 18
100 16
100
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
Keadaan sumber air minum. Air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh. Menurut Joint Monitoring Program WHOUnicef dalam Riskesdas
2008 akses terhadap air bersih ‘baik’ apabila pemakaian air minimal 20 liter per orang per hari, sarana sumber air yang digunakan improved. Sarana sumber air
yang improved adalah sumber air jenis perpipaanledeng, sumur borpompa, sumur terlindung dan air hujan, selain itu dikategorikan not improved. Tabel 20
menunjukkan bahwa sebagian besar 63.9 sumber air bersih untuk minum pada keluarga balita contoh sudah tergolong improved, namun juga masih
terdapat sebagian keluarga yang menggunakan sumber air minum yang terbuka yaitu sumur terbuka, mata air dan sungai.
Tabel 20 Sebaran keluarga balita berdasarkan sumber air minum
Sumber Air Minum
Kelompok Perlakuan P0
P1 P2
P3 P4
n n
n n
N PAM
2 11.1
1 6.7
4 25.0
4 22.2
2 12.5
Sumur tertutup 9
50.0 6
40.0 6
37.5 5
27.8 4
25.0 Sumur terbuka
4 22.2
2 12.5
1 6.3
Mata air 2
11.1 8
53.3 6
37.5 8
44.4 7
43.8 Sungai
1 6.3
Air Isi ulang 1
5.6 2
13.3 1
6.3 2
11.1 1
6.3 Air kemasan
1 5.6
1 6.3
1 6.3
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr Tiap keluarga ada yang mempunyai sumber air minum 1
Kategori sanitasi lingkungan fisik disusun dari sebagian aspek lingkungan fisik yang terbatas pada jenis lantai rumah, jenis sarana pembuangan tinja dan
sumber air minum, diperoleh bahwa secara keseluruhan persentase keluarga yang tergolong kategori sanitasi sedang dan baik relatif sama. Namun
berdasarkan masing-masing kelompok perlakuan ditemukan sebagian besar keluarga contoh kecuali keluarga kelompok P3 masih tergolong sedang, dan
sebaliknya kondisi sanitasi sebagian besar keluarga balita kelompok P3 tergolong baik. Menurut Riyadi 2006 keadaan kesehatan seseorang juga
dipegaruhi faktor lingkungan. Sebaran keluarga balita contoh berdasarkan kondisi sanitasi lingkungan disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Sebaran keluarga berdasarkan kondisi sanitasi lingkungan fisik
Kondisi Sanitasi Fisik
Kelompok Perlakuan P0
P1 P2
P3 P4
n n
n n
N Sedang
10 55.6
8 53.3
11 68.8
8 44.4
13 81.3
Baik 8
44.4 7
46.7 5
31.2 10
55.6 3
18.7 Total
18 100
15 100
16 100
18 100
16 100
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
2.2. Karakteristik keluarga balita
Besar keluarga dan Jumlah Balita. Tempat tinggal balita contoh
sebagian besar bersama kedua orang tuanya, namun ada sebagian lain yang hanya tinggal bersama salah satu orangtuanya ayah atau ibu yaitu balita
contoh pada kelompok P0 control dan perlakuan P4. Selain orangtua, ternyata sebagian balita contoh tinggal bersama kakeknenek dan bibipamannya.
Sebaran balita berdasarkan tempat tinggal disajikan pada Tabel 22
Tabel 22 Sebaran balita berdasarkan tempat tinggal
Tinggal Serumah
Kelompok Perlakuan P0
P1 P2
P3 P4
n n
n n
n Orang tua
16 88.8
12 80.0
12 75.0
16 88.9
13 81.3
Ayah saja 1
5.6 1
6.2
Ibu saja
2 13.3
1 6.2
KakekNenek
1 6.7
3 18.8
1 5.6
2 12.5
Keluarga lain
1 5.6
1 5.6
Total 18
100 15
100 16
100 18
100 16
100
Keterangan:: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
Besar keluarga balita dikelompokan menjadi tiga yaitu kecil ≤4 orang,
sedang 5-6 orang dan besar ≥ 7 orang. Tabel 23 menunjukkan sebagian
besar jumlah keluarga balita contoh tergolong sedang. Menurut Suhardjo 1989 jumlah anggota keluarga memilki andil dalam permasalahan gizi.
Tabel 23 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga
Besar Keluarga Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n n
≤ 4 orang 5
27.8 6
40.0 8
50.0 4
22.2 8
50.0 5 – 6 orang
13 72.2
9 60.0
8 50.0
14 77.8
8 50.0
Total 18
100 15
100 16
100 18
100 16
100
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
Jumlah anggota keluarga yang besar akan mempersulit dalam memenuhi kebutuhan pangan, terutama balita yang memerlukan perhatian khusus karena
belum bisa mengurus keperluan sendiri serta dalam masa pertumbuhan. Menurut Khomsan et al 2004 jumlah anggota keluarga dan kategori rumah
tangga mempunyai efek yang nyata terhadap tingkat kecukupan protein. Tabel 24 menunjukkan bahwa jumlah balita pada keluarga balita berkisar antara 1
hingga 2 balita dan sebagian besar hanya memiliki 1 orang balita. Jumlah balita pada keluarga contoh berkisar antara 1 hingga 2 balita.
Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian keluarga pada semua kelompok perlakuan memiliki 1 anak balita. Sebaran jumlah balita disajikan Tabel 24.
Tabel 24 Sebaran keluarga berdasarkan jumlah balita keluarga
Jumlah Balita Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n n
1 orang 17
94.4 14
93.3 15
93.8 15
83.3 16
100 2 orang
1 5.6
1 6.7
1 6.3
3 16.7
Total 18
100 15
100 16
100 18
100 100
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
2.3. Pendidikan Orangtua Pendidikan orangtua balita contoh bervariasi mulai tidak sekolah hingga
tamat SLTA. Tabel 25 menunjukkan bahwa pendidikan ayah dan ibu balita sebagian besar adalah tamat sekolah dasar SD dan bahkan pada ayah 8.3
serta ibu 7.7 balita pada kelompok P2 yang tidak pernah sekolah. Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendidikan orang tua disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25 menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan umum orangtua balita contoh masih tergolong rendah dan secara umum tingkat pendidikan ibu
balita contoh lebih rendah dibandingkan ayah balita. Menurut Soekirman 2000 pendidikan umum berhubungan dengan ketahanan pangan keluarga dan pola
pengasuhan anak. Kedua faktor tersebut merupakan penyebab tidak langsung terjadinya KEP. Pendidikan rendah yang dimiliki orang tua berdampak pada
status gizi balitanya karena berhubungan pola asah, asih dan asuh kepada anak balitanya. Disisi lain wanita dengan pendidikan lebih rendah, biasanya
mempunyai anak lebih banyak karena pada umumnya tidak dapatsulit diajak memahami dampak negatif dari mempunyai anak banyak Khomsan Kusharto
2002. Tabel 25 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan orangtua
Pendidikan Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n n
Ayah
Tidak sekolah 1
8.3 Tidak Tamat SD
1 5.9
1 8.3
2 12.5
Tamat SD 10
58.8 7
58.3 8
66.7 9
56.3 9
64.3 Tamat SLTP
2 11.8
2 16.7
2 16.7
3 18.8
3 21.4
Tamat SLTA 4
23.5 2
16.7 1
8.3 2
12.5 2
14.3 Total
17 100
12 100
12 100
16 100
14 100
Ibu
Tidak sekolah 1
7.7 Tidak tamat SD
1 6.3
2 14.3
1 7.7
Tamat SD 12
75.0 9
64.3 9
69.2 11
68.8 10
76.9 Tamat SLTP
3 18.8
2 14.3
2 15.4
3 18.8
3 23.1
Tamat SLTA 1
7.1 2
12.5 Total 16
100 14
100 13
100 16
100 13
100
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
2.4. Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua balita contoh cukup bervariasi meliputi bidang
pertanian, perikanan, perdagangan, jasa angkutan dan jasa lain termasuk buruh, pegawai swasta dan pegawai negeri. Sebagian besar pekerjaan KK
ayah adalah buruh dan sopirojek, sedangkan ibu balita sebagian besar tidak
bekerja atau sebagai ibu rumahtangga. Hanya sebagian kecil ibu balita yang bekerja yaitu kelompok perlakuan P2 dan P4 bekerja sebagai buruh dan
berdagang. Menurut Khomsan 2007 pekerjaan merupakan sumber pendapatan keluarga, dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga
tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan. Pekerjaan kepala keluarga KK lain pada balita yang tidak tinggal
dengan orang tua,yaitu: pada kelompok P0 dan P1 KK bekerja sebagai buruh; KK kelompok P2 bekerja sebagai petani yang mempunyai lahan 1 orang dan
buruh 2 orang; KK kelompok P3 bekerja sebagai petani yang mempunyai lahan 1 orang dan buka toko 1 orang, sedangkan pada kelompok P4, kepala
keluarga bekerja sebagai petani yang mempunyai lahan 1 orang dan PNS 1 orang. Sebaran keluarga berdasarkan jenis pekerjaan orang tua disajikan Tabel
26. Tabel 26 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan orangtua
Pekerjaan Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n n
Ayah
Tidak bekerja 1
5.8 Petani
1 8.3
1 6.3
Buruh tani 1
5.8 2
16.8 2
16.7 2
14.3 Nelayan
1 8.3
Pedagang 2
11.8 1
8.3 2
16.7 1
6.3 1
7.1 PNS
1 6.3
Pegawai swasta 1
5.9 1
8.3 2
16.7 Buruh
9 52.9
3 25.0
1 8.3
7 43.7
4 18.6
Sopirojek 2
11.8 1
8.3 3
25.0 2
12.4 3
21.4 Lainnya
1 5.8
3 25.0
1 8.3
4 25.0
4 28.6
Total 17
100 12
100 12
100 16
100 14
100
Ibu
Ibu rumahtangga 15
93.8 12
85.8 8
61,5 15
93.8 11
84.6 Petani
1 7.1
1 6.7
Pedagang 2
15.4 1
7.7 Buruh
3 23,1
1 7.7
Lainnya 1
6.2 1
7.1 Total
16 100
14 100
13 100
16 100
13 100
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
2.5. Pendapatan Keluarga Pekerjaan merupakan sumber utama pendapatan keluarga. Rata-rata
pendapatan keluarga contoh cukup bervariasi berkisar antara Rp 716,666.70 hingga Rp 1,238,667.00, dimana pendapatan keluarga tertinggi terdapat pada
keluarga balita kelompok P1 dan terendah kelompok P4. Berdasarkan kategori kuintil, Tabel 27 menunjukkan bahwa secara umum sebagian besar pendapatan
keluarga balita contoh masih tergolong rendah. Persentase kategori pendapatan tinggi terbanyak pada keluarga balita kelompok P1, kategori pendapatan sedang
terbanyak adalah kelompok P3 dan P4, sedangkan kategori pendapatan rendah terbanyak adalah kelompok P3. Sebaran keluarga balita contoh berdasarkan
kategori pendapatan disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Sebaran keluarga berdasarkan kategori pendapatan keluarga
Kategori Pendapatan
Kelompok Perlakuan P0
P1 P2
P3 P4
n n
n n
N Rendah
Rp 625.000 7
38.9 7
46.7 5
31.3 9
50.0 6
37.5 Sedang
Rp 625.000 - Rp.1.500.000
7 38.9
3 20.0
6 37.4
9 50.0
8 50.0
Tinggi Rp 1.500.000
4 22.2
5 33.3
5 31.3
2 12.5
Total 18
100 15
100 16
100 18
100 16
100
Keterangan: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
2.6. Pengetahuan Pangan Gizi dan Pola Pengasuhan. Pengetahuan pangan gizi merupakan aspek kognitif pengasuh yang
mencerminkan pemahaman tentang gizi, pangan dan kesehatan. Secara umum perilaku konsumsi seseorang sangat erat dengan wawasan atau cara pandang
yang dimiliki terhadap nilai tindakan yang dilakukan. Pada tingkat rumahtangga, pengetahuan pangan dan gizi terutama ibu rumahtangga isteri, berpengaruh
terhadap jenis pangan yang dikonsumsi sebagai refleksi dari praktek dan perilaku berkaitan dengan gizi Hardinsyah 1996. Sebaran pengasuh balita
berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Sebaran pengasuh balita berdasarkan pengetahuan gizi kesehatan
pengasuh
Pengetahuan Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n N
Rendah 15
83.3 11
73.3 10 62.5
13 72.2 11 68.8
Sedang 3
16.7 4
26.7 6
37.5 5
27.8 5
31.2 Total
18 100
15 100
16 100 18 100
16 100
Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
Tabel 28 menunjukkan tingkat pengetahuan gizi kesehatan ibupengasuh balita contoh sebagian besar masih tergolong rendah dan sebaliknya tidak ada
yang tergolong baik. Persentase terbesar tingkat pengetahuan yang tergolong sedang ditemukan pada kelompok P2 37.5., sedangkan tingkat pengetahuan
rendah terbanyak pada ibupengasuh balita kelompok P0 83.3. Pengetahuan pangan gizi yang rendah seringkali dapat menimbulkan anggapan yang tidak
selaras dengan prinsip gizi dan juga seringkali kesulitan dalam pemilihan dan pengolahan bahan pangan serta pemberian makanan yang terbaik untuk
balitanya. 2.7. Pola Asuh
Pengasuhan adalah proses inisiatif. Pola pengasuhan yang diteliti terbatas pada pengasuhan makan dan pengasuhan hidup sehat yang meliputi pola akses
pelayanan kesehatan dasar dan pola asuh kebersihan hygiene. Tabel 29 menunjukkan bahwa ibu balita merupakan pengasuh utama sebagian besar
balita contoh, sedangkan pengasuh balita terbanyak berikutnya adalah nenekkakek. Anggota keluarga lain yang juga berperan sebagai pengasuh
balita adalah pamanbibi dan kakak kandung balita yang sudah dewasa. Menurut Hartog 2006 beberapa studi menunjukkan wanita dengan pendidikan lebih
tinggi cenderung mempunyai komitmen waktu dan upaya lebih baik untuk mengasuh anak daripada wanita dengan berpendidikan rendah.
Tabel 29 Sebaran balita berdasarkan pengasuh
Pengasuh Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n N
Ibu 8
44.4 9
60.0 8
50.0 9
50.0 9
56.2 NenekKakek
4 22.2
3 20.0
6 37.4
4 22.2
3 18.8
BibiPaman
1 5.6
1
6.7 1
6.3 3
16.7 2
12.5 Kakak balita
5 27.8
2
13.3 1
6.3 2
11.1 2
12.5 Total
18 100
15 100
16 100
18 100
16 100
Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
Pola Asuh Makan. Pola asuh makan yang diteliti terbatas pada apa
dan bagaimana balita makan serta situasi yang terjadi pada saat makan, meliputi pemberian ASI, kolustrum, pemberian makanan pertama selain ASI dan
frekuensi pemberian makan. Sebaran balita berdasarkan pola asuh makan disajikan pada Tabel 30. Hasil penilaian terhadap praktek pengasuhan makan
terhadap balita contoh, sebagian besar 44.6 tergolong sedang. Persentasi terbesar pola asuh makan yang tergolong baik adalah kelompok P3 38.9 dan
sebaliknya tergolong pola asuh yang buruk pada balita kelompok P0 44.0.
Tabel 30 Sebaran balita berdasarkan pola asuh makan
Pola Asuh Makan Kelompok Perlakuan
P0 P1
P2 P3
P4 n
n n
n n
Buruk 8
44.4 6
40.0 5
31.2 4
22.2 2
12.5 Sedang
7 38.9
5 33.3
8 50.0
7 38.9
10 62.5
Baik 3
16.7 4
26.7 3
18.8 7
38.9 4
25.0 Total 18
100 15
100 16
100 18 100
16 100
Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
Pola akses pelayanan dasar. Pola pengasuhan kesehatan yang
dilakukan pengasuh dalam mengakses pelayanan dasar yang diteliti meliputi imunisasi dasar yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi PPI
dan vitamin A dosis tinggi 10.000 IU yang diperoleh balita sebagai upaya memberikan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi. Imunisasi
dasar terbatas pada imunisasi yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA yaitu imunisasi BCG, DPT, dan Campak, sedangkan Vitamin A merupakan kapsul
vitamin A dosis tinggi yang diberikan setiap 6 bulan sekali. Hasil penilaian terhadap praktek pengasuh dalam mengakses pelayanan dasar terhadap balita
contoh secara umum sudah baik, meskipun masih terdapat yang tergolong buruk. Persentase terbesar pengasuhan dalam mengakses pelayanan dasar
yang tergolong baik adalah kelompok perlakuan P4 68.7, dan sebaliknya yang tergolong buruk pada kelompok P0 kontrol. Sebaran balita contoh
berdasarkan pola akses pelayanan kesehatan disajikan pada Tabel 31. Tabel 31 Sebaran balita berdasarkan pola akses pelayanan kesehatan
Pola Akses Yankes
Kelompok Perlakuan P0
P1 P2
P3 P4
n n
n n
n Buruk
6 33.3
1 6.7
5 31.2
3 16.7
2 12.5
Cukup 5
27.8 5
33.4 3
18.8 7
38.9 3
18.8 Baik
7 38.9
9 38.9
8 50.0
8 44.4
11 68.7 Total 18
100 15
100 16
100 18
100 16
100
Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
Pola asuh perawatan kebersihan higiene. Perawatan kesehatan
merupakan bentuk perilaku ibu atau pengasuh dalam menerapkan pola hidup sehat pada balita sehingga selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit.
Pola asuh perawatan yang diteliti meliputi mencuci tangan ketika menyuapi dan setelah buang air besar, kebiasaan mandi dan menggosok gigi serta pemakaian
sandalalas kaki. Hasil penilaian praktek perawatan kebersihan terhadap balita contoh, secara umum tergolong sudah baik, meskipun masih terdapat sebagian
kecil tergolong buruk. Persentasi terbesar pola asuh perawatan kebersihan yang tergolong baik adalah kelompok perlakuan P1 dan sebaliknya tergolong
buruk terdapat pada balita kelompok P0, P2 dan P4. Sebaran balita contoh berdasarkan pola asuh perawatan kebersihan hygiene disajikan pada Tabel 32.
Tabel 32 Sebaran balita berdasarkan pola asuh higiene
Pola Asuh Higiene
Kelompok Perlakuan P0
P1 P2
P3 P4
n n
n n
n Buruk
1 5.6
1 6.3
1 6.3
Cukup 7
38.8 5
33.3 8
50.0 9
50.0 6
37.4 Baik
10 55.6
10 66.7
7 43.7
9 50.0
9 56.3
18 100
15 100
16 100
18 100
16 100
Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp selang 1 hr
3. Daya Terima dan Kepatuhan Konsumsi Biskuit Fungsional