Efikasi Pemberian PMT Biskuit Fungsional terhadap Status Gizi

6. Efikasi Pemberian PMT Biskuit Fungsional terhadap Status Gizi

Masalah Kurang Energi Protein KEP pada balita disebabkan oleh berbagai faktor terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan balita akan energi, protein atau kombinasi dari kedua zat gizi tersebut serta karena infeksi yang berdampak pada penurunan status gizi balita. Salah satu upaya yang selama ini dilakukan adalah pemberian paket makanan tambahan PMT berupa makanan selingan. Pemberian makanan tambahan berupa paket biskuit fungsional diharapkan dapat membantu mempercepat pemenuhan kebutuhan gizi pada balita yang mengalami masalah KEP sehingga terjadi perbaikan status gizi. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan umur, berat badan BB dan tinggi badan TB maupun LLA. 6.2. Pertambahan Berat Badan, Tinggi Badan dan Lila Berat Badan BB. Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran tentang masa tubuh dan mudah berubah. Pengukuran berat badan dilakukan pertama kali pada 1-2 hari sebelum intervensi pemberian paket PMT biskuit fungsional dan pengukuran berikutnya berselang 1 bulan selama intervensi 90 hari. Tabel 49 menunjukkan pada bulan pertama pertambahan rata-rata berat badan terbesar adalah kelompok perlakuan P1 Btp + KnP, sedangkan pertambahan rata-rata terkecil adalah kelompok perlakuan P0 Bbs + KnP. Pengukuran pada bulan kedua, pertambahan rata-rata berat badan terbesar adalah kelompok perlakuan P4, sedangkan pertambahan terkecil adalah kelompok P2 Bbs + KP. Pengukuran pada bulan ke tiga, pertambahan rata-rata berat badan terbesar adalah kelompok perlakuan P3 Btp+KPrutin, sedangkan pertambahan rata-rata berat- badan terkecil adalah kelompok P0 Bbs + KnP. Apabila dilihat selama 90 hari intervensi secara keseluruhan awal hingga akhir selisih berat badan, menunjukkan kelompok perlakuan P3 mengalami pertambahan rata-rata berat badan tertinggi, kemudian diikuti P4, P2,P1 dan pertambahan berat badan terkecil adalah P0. Hasil uji Anova ditemukan terdapat perbedaan nyata p0.05 antar kelompok dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan metode LSD Least Significance Difference menunjukkan terdapat perbedaan selisih rata rata berat badan yang sangat nyata p0.001 pada kelompok P3 dan beda nyata p0.05 pada kelompok P2 dan P4 terhadap kelompok kontrol P0, sedangkan kelompok perlakuan P1 tidak terdapat perbedaan yang nyata p0.05 terhadap kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pemberian paket biskuit fungsional dengan probiotik P2 Bbs + KP; P3 Btp + KP rutin dan P4 Btp + KP selang hari dapat meningkatkan berat badan secara nyata pada balita contoh, sedangkan perlakuan biskuit fungsional tanpa probiotik P1Btp+ KnP dapat meningkatkan berat badan balita contoh namun tidak nyata secara statistik. Biskuit fungsional, selain mengandung kalori dan protein terutama dari isolat protein kedelai dan ikan lele yang tinggi sehingga meningkatkan kecukupan gizi, juga mengandung probiotik Enterococcus faecium IS 27526 yang tergolong bakteri asam laktat BAL dan menurut Surono 2003 terbukti secara in vitro dan in vivo memiliki sifat-sifat probiotik yang baik dan terindikasi mempunyai kemampuan sampai di usus dalam keadaan hidup. Usus kecil berfungsi sebagai tempat utama pencernaan makanan secara enzimatis dan tempat penyerapan zat gizi, sedangkan penelusuran beberapa pustaka diperoleh bahwa beberapa manfaat yang dianggap berasal dari BAL antara lain adalah sintesis vitamin, protein, meningkatkan daya cerna dan daya serap zat-zat gizi Wahyudi Samsundari 2008. Berdasarkan referensi pustaka tersebut, maka sangat beralasan jika diindikasikan bahwa biskuit fungsional selain memberikan tambahan gizi energi dan protein yang memadai, juga berpotensi memperbaiki daya serap dan daya cerna berbagai zat gizi sehingga dapat meningkatkan berat badan balita. Tabel 49 Pertambahan ukuran antropometri menurut kelompok perlakuan Pertambahan Ukuran Antropometri Kelompok Perlakuan P0 n=18 P1 n=15 P2 n=16 P3 n=18 P4 n=16 Berat Badan kg Bulan ke 1 0.025 ± 0.36 0.457 ± 0.32 0.234 ± 0.49 0.386 ± 0.52 0.122 ± 0.49 Bulan ke 2 0.228 ± 0.54 0.093 ± 0.38 0.003 ± 0.42 0.042 ± 0.35 0.237 ± 0.40 Bulan ke 3 0.022 ± 0.39 -0.037 ±0.28 0.313 ± 0.38 0.356 ± 0.35 0.272 ± 0.38 Bulan ke 0-3 0.275 ± 0.29 0.513 ± 0.46 0.550 ± 0.46 0.783 ± 0.40 0.631 ± 0.35 Tinggi Badan cm Bulan ke 1 0.528 ± 0.41 0.813 ± 0.49 1.112 ± 0.90 1.033 ± 0.90 0.837 ± 0.63 Bulan ke 2 0.544 ± 0.50 0.433 ± 0.25 0.634 ± 0.45 0.545 ± 6.09 0.591 ± 0.40 Bulan ke 3 0.761 ± 0.58 0.763 ± 0.47 0.631 ± 0.47 0.858 ± 0.59 0.681 ± 0.51 Bulan ke0-3 1.833 ± 0.94 2.010 ± 0.63 2.378 ± 1.12 2.436 ± 1.44 2.109 ± 0.84 Lila cm Bulan ke 1 0.267 ± 0.51 0.113 ± 0.48 0.359 ± 0.42 0.364 ± 0.45 0.225 ± 0.43 Bulan ke 2 0.030 ± 0.54 0.046 ± 0.45 0.128 ± 0.39 -0.147 ± 0.51 0.225 ± 0.26 Bulan ke 3 Bulan ke0-3 0.061 ± 0.56 0.358 ± 0.32 0.220 ± 0.51 0.380 ± 0.51 0.018 ± 0.42 0.506 ± 0.20 0.352 ± 0.63 0.569 ± 0.33 0.725 ± 2.57 1.175 ± 2.52 Keterangan : beda nyata terhadap P0 beda sangat nyata terhadap P0 Hasil analisis Anova dan dilanjutkan komparasi dengan metode LSD terhadap kelompok perlakuan biskuit fungsional yang mengandung krim probiotik E. faecium IS-27526 yang telah dienkapsulasi menunjukkan perbedaan yang tidak nyata p0.05 antara kelompok perlakuan P3 Btp + KP rutin dengan P2 Bbs + KP maupun P4 Btp + KP sela 1 hari dan sebaliknya. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan selisih berat badan tidak nyata antara penggunaan probiotik secara rutin setiap hari dan selang 1 hari Gambar 17 menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur dan perlakuan, peningkatan berat badan terbesar terjadi pada berbagai kelompok umur yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa efek peningkatan berat badan badan tidak terjadi hanya pada kelompok umur tertentu saja atau dengan kata lain bahwa umur tidak mempunyai pengaruh. Apabila dibandingkan dengan kelompok lain terlihat bahwa balita pada kelompok perlakuan P3 Btp + KP rutin terdapat peningkatan paling besar dan relatif sama antar kelompok umur . Ket: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 17 Peningkatan BB balita menurut umur dan perlakuan Tinggi Badan TB. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal dan relatif tidak sensitif berubah dalam waktu pendek. Tabel 49 menunjukkan pada bulan pertama pertambahan rata-rata tinggi badan terbesar adalah kelompok perlakuan P2, sedangkan pertambahan rata-rata terkecil adalah kelompok kontrol P0. Pengukuran pada bulan kedua, pertambahan rata-rata tinggi badan terbesar adalah kelompok perlakuan P2, sedangkan pertambahan terkecil adalah kelompok perlakuan P1. Pengukuran pada bulan ke tiga, pertambahan rata- P0 P1 P2 P3 P4 24-36 bln 0,38 0,667 0,67 0,772 0,744 37-48 bln 0,225 0,538 0,406 0,79 0,538 49-60 bln 0,063 0,225 0,733 0,8 0,5 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 P e n in g k a ta n B B k g Perlakuan rata tinggi badan terbesar adalah kelompok perlakuan P3, sedangkan pertambahan rata-rata tinggi badan terkecil adalah kelompok P2. Apabila dilihat selama 3 tiga bulan intervensi secara keseluruhan mulai awal hingga akhir selisih tinggi badan, menunjukkan kelompok perlakuan P3 mengalami pertambahan rata-rata tinggi badan tertinggi, kemudian diikuti P2, P4,P1 dan pertambahan tinggi badan terkecil adalah P0. Hasil uji Anova ditemukan terdapat perbedaan tidak nyata p0.05 antar kelompok dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan metode LSD Least Significance Difference juga menunjukkan perbedaan selisih rata rata tinggi badan yang tidak nyata p0.05 antar kelompok, baik dengan kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa pemberian paket PMT biskuit fungsional dengan probiotik maupun tanpa probiotik dapat meningkatkan tinggi badan balita contoh, namun secara statistik tidak nyata. Menurut Soekirman 2000 pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama Soekirman 2000.Tinggi badan biasa digunakan untuk mengestimasi masalah gizi masa lalu dan masalah gizi kronis daripada status gizi saat ini Hartog et al 2006 LLA. Lingkar lengan atas LLA memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lila merupakan sebagaimana berat badan merupakan indikator yang sangat labil sehingga merupakan indikatorstatus gizi kini. Perkembangan LLA hanya terlihat besar pada tahun pertama kehidupan 5.4 cm, sedangkan pada umur dua sampai lima tahun sangat kecil yaitu 1.5 cm per tahun Suhardjo Riyadi 1990. Apabila dilihat selama 90 hari intervensi secara keseluruhan awal hingga akhir selisih LLA, menunjukkan kelompok perlakuan P4 mengalami pertambahan rata-rata tinggi LLA tertinggi, kemudian diikuti P3, P2,P1 dan pertambahan tinggi badan terkecil adalah P0. Hasil uji Anova ditemukan terdapat perbedaan tidak nyata p0.05 antar kelompok dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan metode LSD Least Significance Difference juga menunjukkan terdapat perbedaan selisih rata rata LLA yang nyata p0.05 antara kelompok perlakuan P4 dengan kontrol P0, sedangkan kelompok perlakuan lain P1,P2 dan P3 terdapat perbedaan tidak nyata p0.05 dengan kelompok kontrol. Diantara kelompok perlakuan paket biskuit fungsional juga ditemukan adanya perbedaan selisih LLA yang tidak nyata p0.05. Hal ini membuktikan bahwa pemberian paket biskuit fungsional dengan probiotik maupun tanpa probiotik dapat meningkatkan panjangLila balita contoh, namun secara statistik tidak nyata p0.05. Pola pertumbuhan BB , TB dan Lila selama intervensi. Balita yang sehat bertambah umur bertambah berat badan, LLA dan tinggi badannya. Gambar 18 menunjukkan adanya pola pertumbuhan berat badan, LLA dan tinggi badan balita pada kelompok kontrol P0 dan semua kelompok perlakuan. Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 18 Pola pertumbuhan BB, TB dan LLA menurut perlakuan Pola pertambahan ukuran antropometri berat badan, LLA ,tinggi badan balita contoh pada gambar diatas terlihat mempunyai pola yang relatif sama dengan percepatan tertentu. Gambar 18 menunjukkan bahwa pada semua kelompok perlakuan PMT biskuit fungsional P1 hingga P4 mempunyai percepatan ketiga ukuran antropometri yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Diantara kelompok perlakuan, ditemukan kelompok perlakuan P3 Btp + KP rutin mengalami percepatan pertumbuhan BB dan TB yang paling tinggi dibandingkan kelompok perlakuan yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian paket biskuit fungsional dengan probiotik maupun tanpa probiotik dapat meningkatkan pertumbuhan BB,TB,dan LLA balita. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemberian paket biskuit fungsional dengan probiotik secara rutin memberikan pengaruh terhadap percepatan pertumbuhan paling tinggi . 0,5 1 1,5 2 2,5 P0 P1 P2 P3 P4 BB kg TB cm Lila cm 6.3. Sebaran Balita Contoh Berdasarkan Kategori Status Gizi pada Awal Intervensi Status gizi balita balita sering digunakan untuk melihat status gizi masyarakat secara umum. Untuk mengetahui secara tepat status gizi balita contoh, maka digunakan beberapa alternatif indikator yaitu BBU, TBU dan BBTB. Sebaran balita berdasarkan status gizi dengan beberapa indikator Z skor disajikan pada Tabel 50. Indikator BBU memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum. Balita yang menjadi contoh dalam penelitian, semua tergolong balita dengan berat badan kurang underweight. Tabel 50 menunjukkan pada awal intervensi sebagian besar balita kelompok perlakuan P1, P3 dan P4 tergolong gizi kurang atau kekurangan berat badan tingkat ringan, sedangkan kelompok P0 dan P2 relatif sama proporsi antara gizi kurang dan gizi buruk. Baik status gizi kurang maupun status buruk pada balita, kedua duanya mengandung resiko yang tidak baik bagi kesehatan balita contoh. Tabel 50 Sebaran balita berdasarkan status gizi pada awal intervensi Status Gizi Kelompok Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 n n n n n Z skor BBU - 3 gizi buruk 10 55.6 5 33.3 8 50.0 3 16.7 7 43.7 - 3 sd - 2 gizi kurang 8 44.4 10 66.7 8 50.0 15 83.3 9 56.3 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Z skor TBU - 3 sangat pendek 10 55.6 5 33.3 8 50.0 3 16.7 7 43.7 - 3 sd -2 pendek 8 44.4 10 66.7 8 50.0 15 83.3 9 56.3 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Z skor BBTB - 3 sangat kurus 1 5.6 1 5.6 - 3 sd -2 kurus 5 27.8 2 13.3 3 13.3 5 27.8 2 12.5 ≥ 2 normal 12 66.7 13 86.7 13 86.7 12 66.7 14 87.5 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Indikator TBU menggambarkan status gizi masa lalu. Tabel 50 menunjukkan pada awal intervesi balita contoh kelompok perlakuan P1, P3 dan P4 sebagian besar tergolong pendek, sedangkan balita kelompok kontrol P0 sebagian besar tergolong sangat pendek pada awal intervensi. Sedangkan berdasarkan indikator BBTB, menunjukkan status gizi saat awal intervensi ini sebagian besar balita contoh semua kelompok perlakuan masih tergolong normal, hanya 5.6 persen yang tergolong sangat kurus yaitu pada balita kelompok kontrol P0 dan perlakuan P3. Tabel 50 berdasarkan indikator BBU secara umum menunjukkan adanya perbaikan status gizi setelah dilakukan intervensi biskuit fungsional selama 90 hari pada semua kategori status gizi. Perbaikan status gizi balita terlihat dengan adanya penurunan balita kategori gizi buruk dan gizi kurang dan sebaliknya terdapat balita dengan status gizi baik yang pada awal intervensi tidak ada. Peningkatan status gizi balita contoh menjadi kategori baik, terutama ditemukan pada kelompok perlakuan biskuit fungsional dengan probiotik P3 dan P4 maupun tanpa probiotik P1 dibandingkan kelompok yang menggunakan biskuit kontrol P0 dan P2. Peningkatan kategori status gizi berdasarkan indeks TBU menjadi normal tidak ditemukan pada semua kelompok perlakuan, namun perbaikan status gizi balita contoh pada akhir intervensi ditemukan dengan adanya penurunan persentasi balita sangat pendek dan sebaliknya terjadi peningkatan persentasi balita pendek. Peningkatan persentase kelompok perlakuan P1 hingga P4 lebih besar dibandingkan kelompok control P0, dan persentase terbesar terdapat pada kelompok perlakuan P2 Bbs + KP. Terdapat fenomena perbaikan kategori status gizi yang relatif sama antara indek BBTB dengan Indek TBU, dimana peningkatan kategori status gizi tidak banyak terjadi pada semua kelompok. Hal ini berbeda dengan indeks BBU yang dapat diperbaiki dalam waktu yang pendek. Sebaran balita berdasarkan status gizi pada akhir intervensi disajikan pada Tabel 51. Berdasarkan Tabel 51 tersebut, secara umum apabila dibandingkan antar kelompok, maka ditemukan bahwa perbaikan status gizi berdasarkan indek BBU, TBU dan BBTB kelompok perlakuan lebih baik peningkatan status gizi nya dibandingkan kontrol, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada balita kelompok perlakuan P3 Btp + KP rutin. Tabel 51 Sebaran balita berdasarkan status gizi pada akhir intervensi Status Gizi Kelompok Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 n n n n n Z skor BBU - 3 gizi buruk 11 61.1 2 13.3 5 31.3 1 5.6 2 12.5 - 3 sd - 2 gizi kurang 6 33.3 8 53.4 9 56.3 11 61.1 10 62.5 - 2 sd 2 gizi baik 1 5.6 5 33.3 2 12.5 6 33.3 4 25.0 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Z skor TBU - 3 sangat pendek 11 61.1 4 26.7 5 31.3 2 11.1 7 43.7 - 3 sd -2 pendek 7 38.9 11 73.3 11 68.8 16 88.9 9 56.3 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Z skor BBTB - 3 sangat kurus 1 5.6 1 6.7 1 6.3 1 5.6 - 3 sd -2 kurus 5 27.8 1 6.7 4 25.0 1 6.3 ≥ -2 normal 12 66.7 13 86.7 11 68.8 17 94.4 15 93.8 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr 6.4. Status Gizi berdasarkan nilai Z-skor Balita Mengingat ada beberapa alternatif indikator yang dapat digunakan untuk menilai status gizi balita, untuk mengetahui secara tepat maka digunakan nilai Z-skor indikatorBBU, TBU dan BBTB. Tabel 52, menunjukkan rata-rata nilai Z-skor BBU pada awal maupun akhir intervensi antar kelompok relatif berbeda, dimana nilai Z-skor kelompok kontrol lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan. Namun demikian, apabila membandingkan selisih nilai Z-skor BBU pada awal dan akhir intervensi ditemukan semua kelompok perlakuan P1 hingga P4 lebih besar dibandingkan kelompok kontrol P0. Selisih nilai Z-skor paling besar ditemukan pada balita kelompok perlakuan P3 dan P4. Hasil uji Anova ditemukan adanya perbedaan nyata p0.05 antar kelompok dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan metode LSD Least Significance Difference menunjukkan terdapat perbedaan selisih rata rata nilai Zskor BBU yang sangat nyata p0.001 pada kelompok P3 dan nyata p0.05 pada kelompok P4 terhadap kelompok kontrol P0, sedangkan kelompok perlakuan lain tidak terdapat perbedaan nyata p0.05 terhadap kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pemberian PMT biskuit fungsional P3 Btp + KP rutin dan P4 Btp + KP selang hari dapat meningkatkan nilai Z-skor BBU secara nyata pada balita contoh, sedangkan perlakuan lainnya yaitu P1Btp+ KnP dan P2 Bbs +KP dapat meningkatkan nilai Z-skor BBU balita contoh namun tidak nyata secara statistik p0.05. Pemberian paket biskuit fungsional P3 Btp + KP rutin dan P4 Btp + KP selang hari dapat meningkatkan berat badan yang nyata seiring dengan bertambahnya usia, karena selain mendapatkan protein yang lebih tinggi jumlahnya dan juga mengandung komposisi asam amino esensial yang saling melengkapi dari kombinasi isolat protein kedelai dan tepung protein ikan lele dumbo, serta mendapatkan probiotik E. faecium IS-27526 yang dapat meningkatkan penyerapan zat gizi di dalam tubuh. Menurut Fuller Perdigon 2003 pada fase pertumbuhan selain jumlah protein, kualitas protein kelengkapan asam amino esensial memegang peranan yang sangat penting, bahkan menurut Roux et al 2003 defisiensi asam amino esensial merupakan faktor penting dan sangat bermakna dalam kondisi malnutrisi. Sebagai contoh dalam pola konsumsi diet yang berbasis utama nasi biasanya terbatas asam amino methionin dan threonin, makanan berbasis protein kedelai terbatas asam amino methionen, sedangkan makanan berbasis gandum gluten dan jagung maizena terbatas jumlah asam amino lisin. Oleh karena itu dengan adanya kombinasi protein kedelai dan protein ikan lele Dumbo, dimana ikan lele dumbo menurut Astawan 2008 cukup tinggi kandungan metionin 1.4 , lisin 10.5 dan treonin 4.8 serta nilai biologisnya mencapai 90 Adawyah 2008, maka secara teoritik dapat melengkapi asam-asam amino yang seringkali menjadi pembatas pada konsumsi balita BBR dan adanya protein juga meningkatkan asam hidroklorat di dalam perut dan dengan demikian akan memicu katong empedu untuk mengeluarkan empedu ke dalam duodenum bagian pertama usus halus untuk membantu pencernaan Wahyudi Samsundari 2008. Selain itu adanya probiotik berkompetisi dengan bakteri pathogen ‘bakteri jahat’ yang menyebabkan kondisi yang baik pada saluran pencernaan sehingga akan dapat meningkatkan penyerapan zat-zat gizi dan fungsi pencernaan makanan serta memberikan efek manambah masa tubuh Fuller Perdigon 2003; Sobariah 2007; Wahyudi Samsundari 2008; Winarti 2010. Tabel 52 menunjukkan rata-rata nilai Z-skor TBU pada awal maupun akhir intervensi antar kelompok kontrol lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan. Demikian juga apabila dibandingkan selisih nilai Zskor TBU pada awal dan akhir intervensi ditemukan kelompok perlakuan P1 hingga P4 lebih besar dibandingkan kelompok kontrol P0. Selisih nilai Z-skor paling besar ditemukan pada balita kelompok perlakuan P3. Namun hasil uji Anova ditemukan adanya perbedaan nyata p0.05 antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian paket biskuit fungsional dapat meningkatkan rata-rata nilai Z skor TBU balita contoh, namun tidak nyata secara statistik p0.05. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Widayani 2007 pemberian biskuit yang difortifikasi vitamin A dan zat besi dan penelitian Rieuwpassa 2005 pemberian biskuit konsentrat protein ikan teri laut dapat meningkatkan nilai rata-rata Z-skor TBU namun tidak bermakna. Tabel 52 Nilai Z-skor awal dan akhir intervensi menurut perlakuan Rata – rata Nilai Z skor Kelompok Perlakuan P0 n=18 P1 n=15 P2 n=16 P3 n=18 P4 n=16 BBU Awal -3.164 ± 0.59 -2.416 ± 0.44 -2.726 ± 0.57 -2.502 ± 0.47 -2.635 ±0.49 Akhir -3.192 ± 0.67 -2.297 ± 0.62 -2.723 ± 0.59 -2.193 ± 0.43 -2.419 ±0.49 Selisih -0.028 ± 0.19 0.119 ± 0.30 0.003 ± 0.36 0.309 ± 0.31 0.216 ±0.31 TBU Awal -3.470 ± 0.26 -2.664 ± 1.07 -3.033 ±0.92 -2.388 ± 0.67 -2.951 ±0.46 Akhir -3.418 ±0.25 -2.594 ±1.01 -2.870 ± 0.78 -2.168 ± 0.51 -2.811 ±0.54 Selisih 0.052 ± 0.26 0.070 ± 0.20 0.163 ± 0.08 0.219 ± 0.55 0.141 ± 0.20 BBTB Awal -1.626 ± 0.89 -1.221 ± 0.83 -1.377 ± 0.79 -1.630 ± 0.95 -1.288 ±0.66 Akhir -1.712 ±0.94 -1.118 ± 0.90 -1.512 ± 0.84 -1.367 ± 0.69 -1.079 ±0.56 Selisih -0.086 ± 0.41 0.137 ± 0.53 -0.158 ± 0.63 0.263 ± 0.70 0.209 ±0.50 Keterangan: berbeda nyata p 0.05 berbeda sangat nyata p 0.001 Tabel 52, menunjukkan rata-rata nilai Z-skor BBTB pada awal nilai Z-skor BBTB kelompok perlakuan P3 paling lebih rendah, sedangkan pada akhir intervensi rata-rata nilai Z-skor BBTB kelompok kontrol paling rendah. Apabila dibandingkan selisih nilai Z-skor BBTB, ditemukan balita contoh kelompok P3 dan P4 jauh lebih besar dibandingan kelompok control maupun perlakuan lainnya. Hasil homoskedastisitas dimana statistic Levene = 1.132 dan p= 0.347, berarti semua kelompok balita mempunyai varian yang sama homogen. Hasil uji Anova ditemukan adanya perbedaan tidak nyata p0.05 antar kelompok. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian paket biskuit fungsional dapat meningkatkan nilai Z skor BBTB balita contoh namun tidak nyata secara statistik. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Widayani 2007 pemberian biskuit yang difortifikasi vitamin A dan zat besi dan penelitian Rieuwpassa 2005 pemberian biskuit konsentrat protein ikan teri laut dapat meningkatkan nilai rata- rata Z-skor BBTB namun tidak bermakna. 6.5. Pola Pertumbuhan Selama Intervensi Menurut standar WHO 2005, diharapkan anak balita tumbuh mengikuti kurva normal pertumbuhan, dengan menggunakan nilai rata-rata Z skor semakin bertambah umur, semakin bertambah pula berat badan dan tinggi badan. Nilai rata-rata Z skor BBU disajikan dalam Gambar 19. Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 19. Grafik nilai rata-rata Zskor BBU selama intervensi menurut perlakuan Gambar 19 terlihat adanya pola pertumbuhan selama intervensi yang berbeda, dimana balita contoh pada perlakuan kontrol P0 dan P2 cenderung tidak tumbuh relatif tetap, balita pada perlakuan P1 sedikit tumbuh dan sebaliknya pertumbuhan positif ditemukan pada perlakuan P3 dan P4. Hal ini membuktikan bahwa pemberian paket PMT biskuit fungsional dengan probiotik rutin maupun selang 1 hari dapat meningkatkan pertumbuhan berat badan anak balita contoh yang menderita berat badan rendah.. Nilai rata-rata Z-skor TBU dalam Gambar 20 terlihat adanya pola pertumbuhan tinggi badan selama intervensi yang hanya terdapat sedikit perbedaan relatif sama antar kelompok, dimana balita contoh pada perlakuan kontrol P0 dan perlakuan P1 cenderung tidak tumbuh relatif tetap, balita pada perlakuan P2 dan P4 sedikit tumbuh, sedangkan pertumbuhan positif terbesar ditemukan pada balita contoh perlakuan P3. Hal ini membuktikan bahwa -3,5 -3 -2,5 -2 -1,5 -1 -0,5 Bln 0 Bln 1 Bln 2 Bln 3 Z s k o r B B U P0 P1 P2 P3 P4 pemberian PMT biskuit fungsional dengan probiotik rutin maupun selang 1 hari dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi badan anak balita contoh yang menderita berat badan rendah selama intervensi, meskipun tidak terdapat perbedaan yang nyata p0.05 dengan kelompok perlakuan lain. Hasil ini sejalan dengan penelitian Widayani 2007 pemberian biskuit yang difortifikasi vitamin A dan zat besi dan penelitian Rieuwpassa 2005 pemberian biskuit konsentrat protein ikan laut dan probiotik E faecium dapat meningkatkan nilai rata-rata Z-skor TBU balita namun tidak bermakna. Ket:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 20. Grafik nilai rata-rata Z skor TBU selama intervensi menurut perlakuan Nilai rata-rata Z-skor BBTB dalam Gambar grafik 21 terlihat adanya pola pertumbuhan berat badan menurut tinggi badan selama 90 hari intervensi yang berbeda, dimana balita contoh pada perlakuan kontrol P0, perlakuan P1 dan P2 cenderung mengalami gagal tumbuh pertumbuhan negatif dan sebaliknya pertumbuhan positif ditemukan pada balita contoh perlakuan P3 dan P4. Hal ini membuktikan bahwa pemberian PMT biskuit fungsional dengan probiotik rutin maupun selang 1 hari dapat meningkatkan pertumbuhan berat badantinggi badan anak balita contoh yang menderita berat badan rendah sesuai dengan pertambahan usiannya selama intervensi. -4 -3,5 -3 -2,5 -2 -1,5 -1 -0,5 Bln 0 Bln 1 Bln 2 Bln 3 Z sko r T B U Pemantauan P0 P1 P2 P3 P4 Keterangan.: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 21. Grafik nilai rerata Zskor BBTB selama intervensi menurut perlakuan

7. Efikasi Pemberian PMT Biskuit Fungsional terhadap Respon Imun Humoral sIgA

Dokumen yang terkait

Mempelajari Mutu Protein Beras Semi Instan yang Diperkaya Isolat Protein Kedelai

0 8 85

Pemanfaatan surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dalam pembuatan sosis rasa sapi dengan penambahan isolat protein kedelai

4 38 105

Karakteristik sosis rasa ayam dari surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan penambahan isolat protein kedelai

3 17 212

Morbiditas dan Status Gizi Balita Penerima Makanan Tambahan Biskuit Yang Disubstitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kecamatan Sukalarang dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi

0 4 172

Pengaruh penyimpanan terhadap mutu biskuit yang diperkaya dengan tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein Kedelai (Glycine max)

0 6 164

KARAKTERISTIK SOSIS RASA AYAM DARI SURIMI IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DENGAN PENAMBAHAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI

0 6 11

Hubungan Kepatuhan Konsumsi Biskuit yang Diperkaya Protein Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Status Gizi dan Morbiditas Balita di Warungkiara, Bantargadung, Kabupaten Sukabumi

1 5 147

Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias Gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomea SP) dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium IS-27526 Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Spraque Dawley Betina Usia Tua

0 2 4

Pengaruh Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) Dalam Biskuit Fungsional Yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) Terhadap Profil Mikrobiota Fekal Monyet Ekor Panjang (Macaca fasc

0 4 37

Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias Gariepinus) Dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium Is-27526 Terhadap Profil Lipid Dan Berat Badan Wanita Lansia.

0 10 80