Konsumsi Gizi Balita Energi, Protein, Vitamin A dan Vitamin C

berbeda dan dikatakan diare jika ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya 3 kalihari disertai perubahan konsistensi dengan atau tanpa darah danatau lendir Suraatmaja 2005. Tabel 42 Sebaran efek samping setelah mengkonsumsi paket biskuit Efek samping setelah konsumsi Biskuit P0 P1 P2 P3 P4 Jumlah n n n n n N Tidak pernah 18 100 15 100 15 93.8 17 94.4 16 100 81 96.6 Pernah, sekali pada awal 1 5.6 1 1.2 Pernah, kadang- kadang mual 1 6.2 1 1.2 Jumlah 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 83 100 Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr

4. Konsumsi Gizi Balita Energi, Protein, Vitamin A dan Vitamin C

Zat gizi dibutuhkan oleh tubuh agar setiap orang dapat hidup aktif, sehat dan produktif dapat dipenuhi melalui konsumsi beragam jenis makanan. Semakin beragam jenis makanan yang dikonsumsi, semakin besar peluang terpenuhi kebutuhan akan zat gizi. Rata–rata konsumsi gizi balita contoh menggambarkan konsumsi harian, sedangkan menurut Suhardjo dan Martianto 1996 untuk mengetahui sejauhmana masalah konsumsi gizi, indikator yang dapat digunakan adalah tingkat konsumsi gizi. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi gizi disajikan pada Tabel 43. Konsumsi energi dan protein balita contoh semua kelompok perlakuan pada akhir intervensi menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan konsumsi energi tertinggi terlihat pada kelompok perlakuan P0 kontrol , P2 dan P3. Hasil uji beda t berpasangan konsumsi energi balita pada kelompok P0, P2 dan P3 menunjukkan ada perbedaan nyata p 0.05 antara konsumsi energi pada awal dan akhir. Peningkatan kelompok P0 kontrol terlihat tinggi diduga karena pada awal intervensi terjadi defisit energi yang besar dan lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa balita dalam kondisi defisit energi berat, terjadinya peningkatan konsumsi energi lebih mudah dibandingkan yang defisit ringan. Peningkatan konsumsi protein tertinggi nampak pada kelompok perlakuan P1 dan P3. Hasil uji beda t berpasangan konsumsi protein balita pada kelompok P1 dan P3 menunjukkan ada perbedaan yang nyata p0.05 antara konsumsi protein pada awal dan akhir. Peningkatan kelompok P3 terlihat paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya, diduga selain karena adanya tambahan protein yang cukup tinggi dan lengkap asam amino dari paket biskuit fungsional, juga karena adanya efek dari probiotik E. faecium IS-27526. Adanya probiotik selain dapat meningkatkan penyerapan gizi di dalam tubuh, juga dapat meningkatkan nafsu makan. Tabel 43 Konsumsi dan tingkat konsumsi gizi menurut kelompok perlakuan Variabel Rata-rata Zat Gizi dan SD Menurut Kelompok Perlakuan P0 n=18 P1 n=15 P2 n=16 P3 n=18 P4 n=16 Awal Intervensi -Energi Kal -Energi - Protein g -Protein -Vitamin A mg - Vitamin C mg 653.5 ± 185.2 48.5 ± 14.0 19.9 ± 6.7 80.9 ± 28.7 275.3 ± 222.0 7.2 ± 14.2 682.2 ± 226.0 52.1 ± 19.9 19.7 ± 6.4 81.6 ± 30.5 374.8 ± 169.3 7.7 ± 8.3 801.3 ± 260.6 60.4 ± 23.7 24.4 ± 8.1 98.7 ± 37.6 296.1 ± 144.9 13.4 ± 24.6 758.2 ± 210.3 57.0 ± 18.2 22.2 ± 8.1 91.3 ± 38.0 288.8 ± 206.7 9.0 ± 15.4 738.2 ± 296.7 53.9 ± 23.7 22.6 ± 11.2 90.3 ± 47.7 272.2 ± 231.8 13.6 ± 20.6 Akhir Intervensi -Energi Kal - Energi -Protein g -Protein -Vitamin A mg - Vitamin C mg 845.7 ± 145.5 63.1 ± 12.7 22.1 ± 4.6 89.3 ± 19.3 356.4 ± 274.2 8.9 ± 13.3 839.3 ± 228.9 63.8 ± 20.8 25.2 ± 6.9 103.5 ± 31.6 381.8 ± 261.4 19.2 ± 22.6 908.2 ± 234.5 67.5 ± 20.2 28.1 ± 7.8 114.3 ± 38.1 286.1 ± 228.0 4.9 ± 6.3 965.2 ± 269.3 72.6 ± 18.2 29.1 ± 7.3 119 ± 35.3 387.9 ± 237.8 13.1 ± 14.9 866.9 ± 259.2 63.5 ± 23.3 25.1 ± 6.8 100.1 ± 33.7 301.3 ± 279.4 13.0 ± 23.9 Keterangan : beda nyata antara awal dan akhir intervensi p0.05 Tingkat konsumsi energi TKE pada Gambar 9 menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan pada semua kelompok, baik kelompok kontrol P0 maupun perlakuan. Peningkatan tingkat konsumsi energi yang cukup besar terlihat pada balita kelompok P3 Btp + Kp rutin dan kelompok P0 kontrol, namun pada akhir intervensi hanya balita pada kelompok P3 yang sudah mampu melebihi dari 70 AKE. Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 9 Tingkat konsumsi energi TKE awal dan akhir Intervensi 10 20 30 40 50 60 70 80 P0 P1 P2 P3 P4 T KE Perlakuan TKEawal TKEakhir Tingkat konsumsi protein TKP pada Gambar 10 juga menunjukkan adanya kenaikan pada semua kelompok perlakuan. Gambar 10 menunjukkan tingkat konsumsi protein pada semua kelompok perlakuan P1,P2,P3 dan P4 ditemukan lebih besar dibandingkan kelompok kontrol P0. Peningkatan terbesar terlihat pada kelompok perlakuan P3, sedangkan pada akhir intervensi hanya kelompok P2 dan P3 yang sudah melapaui 100. Hasil uji beda t berpasangan menunjukkan hanya pada kelompok P1,P2 dan P3 yang berbeda secara nyata p0.05 antara konsumsi protein awal dan akhir intervensi. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian makanan tambahan biskuit fungsional yang megandung tinggi protein dari protein ikan dan isolat protein kedelai dapat memberikan tambahan konsumsi protein yang bermakna pada balita berat badan rendah. Pada fase pertumbuhan, protein memegang peranan yang sangat penting, karena pada fase proses biosintesis berlangsung dengan cepat terutama pembentukan protein tubuh. Setiap hari, sekitar seperempat protein asam amino yang tersedia dalam tubuh tidak dapat dirubah untuk penggunaan lain seperti bahan energi dan sebanyak 3 persen jumlah protein total berada dalam keadaan dinamis, yang bergantian dipecah dan disintesis kembali. Oleh karena itu protein asam amino dibutuhkan setiap hari untuk mendukung pertumbuhan baru dan memelihara sel-sel Sizer Whitney 2008; Almatsier 2001. Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 10 Tingkat konsumsi protein TKP awal dan akhir Intervensi 20 40 60 80 100 120 P0 P1 P2 P3 P4 A T K P Perlakuan TKPawal TKPakhir Berdasarkan kategori tingkat konsumsi energi, pada awal intervensi ditemukan sebagian besar balita contoh pada kelompok kontrol P0 dan semua kelompok perlakuan tergolong defisit berat energi dan sebaliknya hanya sebagian kecil 5.6 sd 6.7 yang tergolong cukup. Sebaran balita contoh berdasarkan kategori tingkat konsumsi energi disajikan pada Tabel 44. Tabel 44 Sebaran balita berdasarkan kategori tingkat konsumsi energi pada awal dan akhir intervensi Kategori Tingkat Konsumsi Energi Kelompok Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 n n n n n Awal Intervensi 70 defisit berat 17 94.4 13 85.6 10 62.5 15 83.3 12 75.0 70 sd 90 defisit ringan 1 5.6 1 6.7 5 31.2 2 11.1 3 18.7 90 cukup 1 6.7 1 6.3 1 5.6 1 6.3 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Akhir Intervensi 70 defisit berat 12 66.7 11 74.4 11 68.8 10 55.6 11 68.8 70 sd 90 defisit ringan 6 33.3 2 13.3 2 12.5 4 22.2 3 18.7 90 cukup 2 13.3 3 18.7 4 22.2 2 12.5 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Pada akhir intervensi, Tabel 44 menunjukkan adanya perbaikan kategori konsumsi energi pada semua kelompok, yaitu penurunan jumlah kategori defisit energi berat bergeser menjadi kategori defisit energi ringan. Peningkatan jumlah balita contoh dengan kategori tingkat konsumsi energi cukup hanya terjadi pada kelompok perlakuan P1, P2, P3 dan P4, dan sebaliknya tidak terjadi pada kelompok kontrol P0. Berdasarkan kategori tingkat konsumsi protein, pada awal intervensi ditemukan balita contoh pada kelompok kontrol P0 dan semua kelompok perlakuan tersebar relatif merata pada semua kategori. Namun jumlah kategori tingkat konsumsi protein cukup pada balita contoh kelompok P1 dan P2 lebih tinggi dibandingkan pada balita kelompok lainnya. Pada akhir intervensi, Tabel 45 menunjukkan adanya perbaikan kategori konsumsi energi pada semua kelompok, yaitu penurunan jumlah kategori defisit protein berat bergeser menjadi kategori defisit protein ringan. Peningkatan jumlah balita contoh dengan kategori tingkat konsumsi protein cukup juga terjadi pada semua kelompok, namun secara umum peningkatan yang tertinggi ditemukan pada balita kelompok perlakuan P3. Sebaran balita contoh berdasarkan kategori tingkat konsumsi protein disajikan pada Tabel 45 . Tabel 45 Sebaran balita contoh berdasarkan kategori tingkat konsumsi protein pada awal dan akhir intervensi Kategori Tingkat Konsumsi Protein Kelompok Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 n n n n n Awal Intervensi 70 defisit berat 7 38.9 5 33.3 2 12.5 5 27.8 6 37.5 70 sd 90 defisit ringan 4 22.2 5 33.3 5 31.2 4 22.2 4 25.0 90 cukup 7 38.9 5 33.4 9 56.3 9 50.0 6 37.5 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Akhir Intervensi 70 defisit berat 3 16.7 1 6.7 2 12.4 1 5.5 2 12.4 70 sd 90 defisit ringan 7 38.9 6 40.0 3 16.8 3 16.7 7 43.8 90 cukup 8 44.4 8 53.3 11 68.8 14 77.8 7 43.8 Total 18 100 15 100 16 100 18 100 16 100 Keterangan:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr

5. Profil Mikrobiota Feses Balita

Dokumen yang terkait

Mempelajari Mutu Protein Beras Semi Instan yang Diperkaya Isolat Protein Kedelai

0 8 85

Pemanfaatan surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dalam pembuatan sosis rasa sapi dengan penambahan isolat protein kedelai

4 38 105

Karakteristik sosis rasa ayam dari surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan penambahan isolat protein kedelai

3 17 212

Morbiditas dan Status Gizi Balita Penerima Makanan Tambahan Biskuit Yang Disubstitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kecamatan Sukalarang dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi

0 4 172

Pengaruh penyimpanan terhadap mutu biskuit yang diperkaya dengan tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein Kedelai (Glycine max)

0 6 164

KARAKTERISTIK SOSIS RASA AYAM DARI SURIMI IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DENGAN PENAMBAHAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI

0 6 11

Hubungan Kepatuhan Konsumsi Biskuit yang Diperkaya Protein Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Status Gizi dan Morbiditas Balita di Warungkiara, Bantargadung, Kabupaten Sukabumi

1 5 147

Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias Gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomea SP) dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium IS-27526 Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Spraque Dawley Betina Usia Tua

0 2 4

Pengaruh Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) Dalam Biskuit Fungsional Yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) Terhadap Profil Mikrobiota Fekal Monyet Ekor Panjang (Macaca fasc

0 4 37

Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias Gariepinus) Dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium Is-27526 Terhadap Profil Lipid Dan Berat Badan Wanita Lansia.

0 10 80