5. Menganalisis efikasi pemberian makanan tambahan biskuit yang diperkaya dengan tepung protein ikan, isolat protein kedelai dan probiotik E. faecium
IS-27526 terhadap morbiditas balita BBR.
Manfaat Penelitian
Hasil yang diharapkan : a. Makanan tambahan biskuit yang diperkaya dengan tepung protein ikan,
isolat protein kedelai dan probiotik E. faecium IS-27526 yang dimikroenkapsulasi
dapat mempercepat perbaikan status gizi peningkatan nilai Z-skor indeks BBU, BBTB dan TBU balita BBR.
b. PMT biskuit yang diperkaya dengan tepung protein ikan, isolat protein kedelai dan probiotik E. faecium IS-27526 dapat meningkatkan sekresi
respon imun humoral sIgA balita BBR c. PMT biskuit fungsional yang diperkaya protein ikan, isolat protein kedelai
dan probiotik E. faecium IS-27526 ke depan dapat menurunkan kejadian penyakit infeksi yang sering diderita balita BBR.
Implikasi dari Penelitian a. Diharapkan dapat menjadi dasar ilmiah pengembangan program
intervensi makanan tambahan PMT fungsional dalam upaya meningkatkan mutu kuantitas dan kualitas konsumsi masyarakat rawan
gizi dan menurunkan kejadian sakit morbiditas, khususnya balita yang mengalami BBR.
b. Diperoleh model intervensi PMT biskuit fungsional untuk percepatan
perbaikan gizi masyarakat rawan gizi, khususnya balita BBR.
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan, Status Gizi Anak Balita dan Faktor yang Mempengaruhinya
Ada dua determinan yang saling berinteraksi dalam mempengaruhi pertumbuhan bayi dan balita, yaitu faktor bawaan genetic factor atau nature
dan faktor lingkungan environmental factors atau nurture. Faktor bawaan mengacu pada faktor statik yang menyertai anak sejak pembuahan, sedangkan
faktor lingkungan lebih banyak terfokus pada kecukupan gizi, higienis dan kesehatan bayi dan balita Satoto 1997. Timbulnya penyakit pada masyarakat
merupakan hasil interaksi antara penduduk setempat dengan berbagai komponen di lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat di
lingkungannya berinteraksi dengan pangan, udara, air serta serangga Achmadi 2008. Lingkungan yang bersih merupakan faktor yang berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan bayi dan balita Pudjiadi 2001. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kontrol hormonal, kondisi sosial ekonomi,
iklim dan musim Sinclair 1991. Menurut Pudjiadi 2001, pertumbuhan balita yang normal dapat dicapai melalui pemberian makanan dengan kualitas dan
kuantitas yang baik. Untuk memonitor pertumbuhan yang menyimpang growth faltering pada
balita digunakan nilai Z-skor kurva pertumbuhan. Nilai Z-skor untuk memantau pertumbuhan dapat berdasarkan berat badan menurut umur BBU,
panjangtinggi badan menurut umur PBU atau TBU dan berat badan menurut panjang badan BBPB WHO 2005. Rendahnya BBTB wasting sering
digunakan sebagai indikator kekurangan gizi akut, rendahnya nilai TBU dapat digunakan sebagai indikator kekurangan gizi kronik maupun akut Gibson 2005.
Status gizi kurang diukur dengan indikator BBU, dikelompokkan ke dalam berat badan rendah BBR. Terdapat tiga tingkat keparahan BBR yaitu BBR tingkat
ringan mild, sedang moderte, dan berat severe Soekirman 2000. Kurang energi dan protein KEP merupakan gejala awal dari penyebab
utama stunting. Pertumbuhan bayi dan balita yang stunting juga diakibatkan oleh defisiensi satu atau beberapa zat gizi seperti seng, besi, vitamin A dan iodium
Rosado 1999; Hautvast 2000. Menurut Martorell 1995 dan The World Bank 2006, kurang gizi berdampak nyata pada kematian balita. Estimasinya, lebih
dari 50 kematian balita disebabkan oleh kurang gizi sedang sampai gizi buruk. Kurang gizi terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi
yang diperlukan, sakit atau kedua-duannya. Kedua faktor tersebut sering kali berinteraksi dalam sinergi yang negatif. Defisiensi zat gizi terutama energi dan
protein akan memberikan gangguan psikologik dan sosial, serta secara klinis menyebabkan kelambatan pertumbuhan. Sedangkan gangguan penyerapan
makanan dapat disebabkan oleh kerusakan permukaan epitel mukosa usus brush border sehingga timbul kekurangan enzim laktase, gangguan fermentasi
karbohidrat, dekonyugasi garam empedu dan terjadinya perubahan struktur mukosa usus berupa pemendekan jonjot usus vili intestinalis dan pendangkalan
kripta yang berakibat berkurangnya mukosa usus Apriantono 2000; Arisman 2007. Menurut The Word Bank 2006, hasil-hasil studi menunjukkan bahwa
masalah kurang gizi tidak hanya disebabkan persediaan pangan, tetapi juga faktor lain seperti pengetahuan ibu, praktek pengasuhan anak, akes terhadap
pelayanan kesehatan serta air dan sanitasi. Proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak setiap individu akan
mengalami siklus berbeda, peristiwa tersebut dapat cepat maupun lambat tergantung dari individu dan lingkungan Hidayat 2004. Menurut Martorell
1995, tumbuh kembang anak sampai usia 3 tahun sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh: 1 Laju pertumbuhan bayi sangat
cepat, sehingga kebutuhan gizi harus dipenuhi. Kurang gizi sangat potensial mengakibatkan retardasi fisik dan mental; 2 Anak-anak usia 2-3 tahun memiliki
kebutuhan gizi lebih tinggikg BB; 3 Anak-anak usia 2-3 tahun sangat rentan infeksi dan penyakit karena fungsi pertahanan tubuh belum berkembang
sempurna; 4 Anak-anak usia 2-3 tahun belum mampu mengekspresikan keinginan sehingga sangat tergantung keberadaan orang tua. Pola perawatan
dan pengasuhan yang buruk akan berdampak buruk terhadap tumbuh kembangnya.
Imunitas Balita dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Imunitas adalah resistensi terhadap infeksi. Sistem imun diperlukan tubuh terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh mikroba dan virus. Infeksi lebih
sering terjadi dan lebih berat pada anak-anak usia balita dibanding dewasa karena sistem imun yang belum matang Chapel et al. 1999; Bratawidjaya
Rengganis 2009.
Sistem Imun Tubuh. Sistem imun berfungsi melindungi individu dari penyakit infeksi, efek
toksin tertentu dan kanker penyakit neoplasma. Resistensi terhadap penyakit
infeksi, toksin dan kanker dapat melalui barier fisik dan kimia terhadap infeksi, aktivitas sel darah putih, serta aktivitas berbagai molekul di dalam cairan tubuh
dan di permukaan sel. Ada beberapa macam pengklasifikasian imunitas, antara lain imunitas alamiah innatenatural immunity dan imunitas yang didapat
acquired immunity, imunitas pasif passive immunity dan imunitas aktif active immunity, imunitas humoral humoral immunity dan cell-mediated immunity.
Mekanisme imunitas spesifik timbul atau bekerja lebih lambat dibanding imunitas non spesifik, meskipun sebenarnya antara kedua sistem imum tersebut terjadi
kerjasama erat, antara yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan
Surono 2004; Baratawidjaja Rengganis 2009.
Innate immune system merupakan pertahanan pertama terhadap agent infeksi dan mengeliminasi patogen yang masuk. Innate immunity berhubungan
dengan mekanisme tubuh yang tidak tergantung pada paparan agen infeksi sebelumnya antigen Clough Roth 1998. Innate immune system imunitas
non spesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu terdapat pada individu yang sehat berfungsi mencegah masuknya mikroba lebih lanjut ke dalam tubuh.
Istilah non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu dan mampu melindungi tubuh terhadap patogen potensial. Sistem imun ini merupakan
pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung Bratawidjaya Rengganis 2009
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing terutama yang terpajan pertamakali. Bila antigen yang
sama masuk ke dalam tubuh untuk kedua kalinya maka akan dikenali lebih cepat. Sistem imun spesifik akan bekerja sama dengan sistem imun non spesifik
bila terdapat benda asing yang berbahaya bagi tubuh. Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada sistem imunitas humoral,
sel B melepas anti bodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Pada imunitas selular, sel T mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba
atau mengaktifkan sel CTCTc sebagai efektor yang menghancurkan sel terinfeksi Clough Roth 1998; Chapel et al. 1999.
Respon Imun pada Permukaan Mukosa
Sistem imum pada permukaan mukosa disebut juga dengan istilah MALT mucosa associated lymphoid tissue, sedangkan GALT gut associated
lymphoid tissue merupakan bagian kecil dari MALT. Membran mukosa merupakan pertahanan pertama inang dari lingkungan di luar tubuh. Permukaan
mukosa terdapat di sepanjang rongga internal yang meliputi rongga hidung, rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran genital Roitt
Delves 2001. MALT membentuk suatu sistem, dimana sel limfosit teraktivasi oleh
antigen, terutama sel limposit yang memproduksi IgA dan IgE, kemudian bersirkulasi ke seluruh permukaan mukosa sehingga membentuk sistem imun
mukosal Roitt Delves 2001. Respon imun yang paling umum terjadi berupa respon imun humoral yaitu peningkatan jumlah sel yang mensekresikan IgA dan
sIgA. Sedangkan sel yang mensekresikan IgG, IgE dan IgM terdapat dalam jumlah dan aktivitas rendah Erickson Hubbard 2000. IgM dapat menggantikan
fungsi IgA apabila karena sesuatu sebab terjadi defisiensi IgA, sedangkan IgE tidak jelas peranannya dalam proteksi usus Suraatmaja 2007.
Antibodi.
Antibodi adalah glikoprotein yang diproduksi sel B sebagai respon terhadap rangsangan imunogen. Imunogen adalah bahan yang dapat
merangsang sel B atau sel T atau keduanya disebut imunogen, sedangkan antigen adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respon imun yang
dirangsang oleh imunogen spesifik seperti antibodi. Antibodi adalah protein
dengan struktur yang sama dan dikenal sebagai imunoglobulin Ig Chapel et al. 1999; Bratawidjaya Rengganis 2009.
Imunoglobulin terdiri lima jenis yaitu imunoglobulin A IgA, IgG, IgM, IgE dan IgD Devereux 2006. Imunoglobulin A IgA merupakan satu kelompok dari
5 jenis antibodi yang ada dalam tubuh manusia IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD dan merupakan kelas imunoglobulin kedua terbanyak setelah IgG. Antibodi IgA ada
dua macam yaitu serum IgA dan sekretori IgA sIgA yang banyak ditemukan dalam air liur, mukus, air mata dan sekresi eksternal lainnya Surono 2004;
Baratawidjaja Rengganis 2009. Dari dari semua immunoglobulin yang diproduksi sel-sel, sekitar 80 ditemukan dalam usus besar berupa IgA
Goktepe et al. 2006. IgA serum, pada umumnya dijumpai dalam bentuk monomerik dan merupakan 15 dari kadar Imunoglobulin total. Paruh waktunya
adalah 5-6 hari, serta konsentrasi imunoglobulun A normal di darah adalah 1,4-4 mgml Kresno, 1996; Roitt Delves 2001, sedangkan IgA sekretori berbentuk
dimerik atau polimerik, yang diproduksi melimpah pada permukaan mukosa. IgA1 immunocytes dominan di usus halus, sedangkan IgA2 diproduksi sel-sel
pada usus besar Isolauri et al. 2001. Struktur sIgA dibuat didalam sel plasma
yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian akan diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan secretory componen SC. Dengan
ikatan terakhir ini sIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh enzim proteolitik tripsin dan kemotripsin yang terdapat di dalam usus Suraatmaja
2007. IgA sekretori sIgA ideal untuk menjaga permukaan mukosa dari antigen
karena tahan terhadap proteolisis intraluminal dan tidak menimbulkan respon inflamasi Salminen et al. 1998. Diperkirakan cara kerja IgA sekretori adalah
mencegah melekatnya antigen pada permukaan mukosa Roitt Delves 2001 dan memiliki afinitas yang kuat pada receptor Fc di permukaan makrofag yang
dapat membantu fagositosis dan melakukan opsonisasi Gambar 1
Gambar 1. Sistem pertahanan sIgA pada permukaan mukosa Beberapa studi menunjukkan fakta bahwa tingkat IgA total serum
meningkat setelah mengkonsumsi probiotik secara oral. Namun terdapat perbedaan yang mendasar antara IgA yang ditemukan dalam serum dan usus
intestine. Pengukuran IgA serum mungkin tidak mencerminkan kondisi saluran pencernaan yang aktual Park et al. 2002, diacu dalam Delcenserie et al. 2006.
Walapun pengukuran kadar IgA pada serum sedikit merefleksikan respon imun mukosa Erickson Hubbard 2000, namun IgA serum dapat merefleksikan
respon imun humoral secara keseluruhan karena immunoglobulin A juga merupakan produk dari sistem imun humoral.
Penelitian efek probiotik terhadap sistem imun sebaiknya difokuskan pada MALT. Respon utama dari imun mukosa adalah respon imun humoral dan
produksi sIgA. Terdapat beberapa metode untuk pengukuran tipe dan
konsentrasi immunoglobulin. Sekretori IgA diproduksi terutama oleh MALT dan lebih merefleksikan respon intestina pencernaan dibandingkan IgA. Sampel
terbaik untuk mendapatkan sIgA dapat diperoleh dari mukosa usus, namun membutuhkan invasi Erickson Hubbard 2000. Feses dapat digunakan
sebagai indikator immunoglobulin saluran pencernaan. Keuntungan penggunaan feses sebagai sampel adalah sIgA kebanyakan diproduksi pada sisi mukosal
yang merefleksikan respon intestine, sedangkan kerugiannya aktivitas proteolitik hanya merefleksikan respon kolonik Erickson Hubbard 2000.
Beberapa strain probiotik dapat menstimulasi produksi IgA oleh sel-sel B yang membantu memelihara intestinal humoral immunity dengan mengikat
antigen-antigen Gambar 1. Hasil beberapa penelitian tentang pengaruh probiotik dalam menstimulasi produksi IgA, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh probiotik pada stimulasi produksi IgA Efek Sistem Imum
Organisme Referensi
B. bifidum L. acidophilus La1
L. casei rhamnosus B. lactis Bb12
Fukushima et al. 1998; Ibnou et al. 2003; Isolauir et al. 1995;
Kaila et al 1995; Link_Amster et al. 1994; Majamma et al. 1995;
Park et al. 2002.
Sumber : Delcenserie et al. 2006
Gizi dan Imunitas.
Setiap zat gizi, makro atau mikro mempunyai peranan yang penting dalam sistem imunitas. Hubungan antara gizi dan imunitas telah ditunjukkan
pada fungsi dari beberapa sel-sel di dalam sIstem imun yang mengatur siklus metabolisme yang membutuhkan berbagai jenis gizi sebagai kofaktor yang
berpengaruh pada mekanisme pertahanan tubuh Mac Dermott 1993 diacu
dalam Fuller Perdigon 2003. Di negara berkembang, masalah kurang gizi
merupakan penyebab umum defisiensi imunitas. Kekurangan protein dapat menimbulkan gangguan imunitas yang ditandai dengan pelemahan sistemik dan
imunitas mukosa Baratawidjaja Rengganis 2009. Defisiensi imunitas berefek langsung terhadap respon fase akut dan meningkatkan frekuensi dan keparahan
infeksi. KEP dapat meningkatkan atropy mucosa, pembentukan mucin tak normal, involusi thymus dan pelemahan sekresi sIgA Sullivan et al. 1993. Pada
hewan percobaan, kemampuan untuk mempertahankan kandungan normal mucin terganggu dan laju untuk penyerapan asam amino serta lemak berkurang
Arisman 2007. Oleh karena itu penambahan suplemen bakterial, seperti BAL yang terseleksi atau susu fermentasi ke dalam formula makanan mungkin akan
meningkatkan tidak hanya status gizi, tetapi juga mikrobiota usus dan sistem imum, sebagaimana dalam mengeliminasi toksin dan membantu dalam
pengaturan produksi mukus. Penambahan probiotik pada defisiensi imunitas yang disebabkan
masalah gizi kurang dapat disarankan setelah recovery mucosal dengan pemberian makanan yang cukup untuk menghilangkan efek berbahaya pada
attropy mucosa yang disebabkan oleh masalah kurang gizi Isolauri et al. 1991; Allori et al. 2000 diacu dalam Fuller Perdigon 2003. Menurut Shankar
2001 peran zat –zat gizi terhadap fungsi –fungsi imun disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Peran zat gizi terhadap fungsi fungsi umum imun
Zat Gizi Humoral
Imunity Barrier and
Epithelial integrity
Cell-mediated immunity
Cytokine production
KEP X
X X
X Vit A
X X
X X
Seng X
X X
X Selenium
X PUFA
X Vit E
X X
Vit C X
Vit B-6 X
X X
Thiamin X
Sumber :Shankar AH 2001.
Kebutuhan Gizi dan Formulasi Makanan Balita Kebutuhan Gizi.
Masa anak-anak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan tulang, gigi, ototdan darah, sehingga anak-anak membutuhkan gizi dalam proporsi yang
lebih besar dibandingkan orang dewasa. Anak-anak mungkin berisiko mengalami masalah kurang gizi ketika anak-anak memiliki nafsu makan yang kurang dalam
jangka waktu lama, makan dalam jumlah terbatas, atau diet pangan yang kurang mengandung zat gizi yang dibutuhkan. Disarankan proporsi asupan energi
adalah 50-60 dari karbohidrat, 25-35 dari lemak dan 10-15 dari protein.
Kebutuhan protein per kg BB menurun dari sekitar 1.1 gkg pada awal anak-anak
hingga 0.95 gkg pada usia anak selanjutnya Kathleen Escott 2004 Formulasi Makanan Balita dan PMT.
Formulasi makanan anak balita harus memenuhi persyaratan tertentu khususnya untuk protein, energi, lemak, vitamin dan mineral serta bahan
tambahan. Komposisi zat gizi makanan tambahan tinggi protein yaitu mengandung protein sekurang-kurangnya 15 g100 g apabila mutu protein setara
susu sapi yaitu Nett Protein Utilization NPU sama dengan 80 dan apabila mutu protein rendah sekurang-kurangnya NPU = 60, maka jumlah harus dinaikkan
menjadi 20 g100 g Tabel 3. Codex Alimentarius Guidelines 1994 mensyaratkan mutu protein NPU sekurang-kurangnya 65 yang setara dengan
nilai Protein Effisiency Ratio PER tidak kurang dari 2.1. CAG guideline no.8 dan Codex Alimentarius 1994 menyarankan agar tiap 100 gram produk mengandung
20 gram protein dan 100 gram produk tersebut harus menyediakan energi
sebanyak 400 kkal.
Program intervensi yang dikhususkan untuk balita yang menderita masalah Kurang Energi Protein KEP dikenal dengan sebutan PMT-P. Jumlah
makanan untuk PMT-P diperkirakan mengandung 300-400 Kalori dan 6-8 gram protein,diberikan selama 180 hari makan anak HMA untuk balita dengan status
gizi buruk dan 90 HMA untuk balita dengan status gizi kurang Dinkes 2004. Tabel.3 Standar makanan tambahan untuk bayi dan anak-anak per 100g bahan
Komponen Zat Gizi Nilai Standar
Protein, g Energi, kkal
Lemak, g Asam Linoleat g
Serat Makanan g Vitamin A μg RE
Vitamin D μg Vitamin C mg
Tiamin mg Vitamin B6 mg
Vitamin B12 μg Niasin mg
Kalsium mg Besi mg
Zinc mg 15 – 20
400 10 – 25
1.4 5.0
266.7 6.67
13.3 0.33
0.6 0.67
6.0 533.3
8.0 6.67
Sumber : FAOWHO 1991
Biskuit dan Modifikasinya Biskuit. Menurut SNI, biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari
tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Dalam prosesnya, biskuit juga dapat ditambahkan
dengan bahan tambahan pangan yang dijinkan. Biskuit sifatnya mudah dibawa karena volume dan beratnya kecil dan umur simpan yang relatif lama. Biskuit
dapt dikarakterisasi dari tingginya kandungan gula dan shortening serta rendahnya kandungan air di dalam adonan Faridi Faubion 1990. Namun
belum ada klasifikasi yang jelas untuk biskuit, bahkan terkadang dijumpai saling tumpang tindih antara bentuk yang satu dengan lainnya. Hingga saat ini biskuit
diklasifikasikan berdasarkan beberapa sifat yaitu: 1 tekstur dan kekerasan, 2 perubahan bentuk akibat pemanggangan, 3 ekstensibilitas adonan, dan 4
pembentukan produk Manley 1983. Tabel 4. Syarat mutu biskuit bayi dan balita SNI 01-4445-1998 tahun 1998
Kriteria Uji Parameter
Persyaratan Mutu Disajikan dengan
susu Disajikan tanpa susu
Keadaanbau,rasa,warna,tekstur Normal
Normal Kadar Air bb
Minimum 5.0 Minimum 5.0
Kadar Protein bb Maksimum 6.5
Maksimum 10.0 Kadar Abu bb
Maksimun 2.0 Maksimum 2.0
Kadar Lemak bb 6.0 – 11.0
6.0 – 11.0 Serat Kasar bb
Maksimum 0.5 Maksimum 0.5
Karbohidrat bb Minimum 75.0
Minimun 70.0 Kalori kal100 g
Minimum 370.0 Minimum 390.0
Bahan Tambahan Makanan -pewarna dan pemanis buatan
Tidak boleh ada Tidak boleh ada
Besi, Fe mgkg Maksimum 140.0
Maksimum 140.0 Kalsium, Ca bb
Maksimum 1.0 Maksimum 1.0
Cemaran logam : - Timbal, Pb mgkg
Maksimum 0.3 Maksimum 0.3
- Tembaga, Cu mgkg Maksimum 5.0
Maksimum 5.0 - Seng, Zn mgkg
Maksimum 40.0 Maksimum 40.0
- Timah, Sn mgkg Maksimum 40.0
Maksimum 40.0 - Raksa, Hg mgkg
Maksimum 0.03 Maksimum 0.03
- Arsen, As mgkg Maksimum 0.1
Maksimum 0.1 Cemaran Mikroba :
- TPC kolonig Maks 1.0 X 10
Maks 1.0 X 10
4
- E.coli APMg
4
3 3
- Salmonela koloni25 g Negatif
Negatif - Staphylococcus aureus cfug
Maks 1.0 X 10 Maks 1.0 X 10
2 2
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, LIPI 1998
Menurut SNI tahun 1990, biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras
dan memiliki tekstur padat. Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan memiliki struktur berlapis-lapis. Jenis yang ketiga
yaitu Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak. Sifatnya lebih renyah karena tesktur yang kurang padat. Wafer adalah jenis biskuit dari
adonan cair dengan sifat yang sangat renyah dan memiliki tesktur yang
berongga. Modifikasi Biskuit. Menurut Boobier et al. 2006 bahwa biskuit
konvensional yang tinggi lemak dan gula, yang diasosiasikan dengan diet tidak sehat oleh konsumer dapat dimodifikasi. Modifikasi dapat dibentuk dengan
penambahan vitamin B6, vitamin B12, Asam folad, Vitamin C dan Prebiotik fiber, dengan mengurangi garam dan gula, dengan demikian mengubah produk
makanan tradisonal menjadi produk fungsional. Hasil penelitiannya menunjukkan biskuit alternatif tersebut, selain tidak hanya diterima oleh konsumen tetapi dapat
juga dibuat dalam skala industri pabrik dengan mempertimbangkan kondisi komersial yang tepat.
Tepung protein ikan lele dan Isolat protein kedelai
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan asam amino yang diperlukan tubuh. Selain itu mempunyai nilai biologisnya mencapai
90 dan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna serta harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Namun ikan juga memiliki
beberapa kekurangan yaitu 1 Kandungan air yang tinggi 80, pH tubuh ikan yang mendekati netral dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim
autolisis menyebabkan daging sangat lunak sehingga menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk dan; 2 Kandungan asam lemak tak jenuh
mengakibatkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi sehingga menyebabkan bau tengik Adawyah 2007. Oleh karena itu, diperlukan proses
pengolahan untuk menambah nilai, baik dari segi gizi, bentuktekstur, daya awet maupun ekonomi.
Lele dumbo clarias gariepinus merupakan salah satu jenis lele yang memiliki ukuran besar yang dikembangkan di Indonesia. Protein ikan lele
tergolong istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga pelengkap mutu protein. Protein ikan lele
mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup FAO 1972
dalam Astawan 2008 yaitu Arginin 6.3, Histidin 2.8,Asoleusin 4.3, Leusin 9.5, Lisin 10.5, Metionin 1.4, Fenilalanin 4.8, Treonin
4.8, Valin 4.7, Triptofan 0.8 dengan total esensial 49.9 dan non esensial 50.1. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan
dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung Ilyas 1993. Disamping protein, tepung ikan juga kaya akan vitamin B, kalsium Ca,
phosphor P, seng Zn, yodium I, besi Fe, mangan Mn dan kobalt Co Moeljanto 1992.
Kedelai merupakan salah satu komoditas penting, yang perlu diupayakan hingga tercapai swasembada kedelai, tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan
pangan tetapi juga mendukung agroindustri dan menghemat devisa Kuntjoro 1997. Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang potensial
karena kandungan protein yang tinggi yaitu 40 Sugano 2006. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar
protein minimumnya 95 dalam berat kering. Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik
dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung atau bubuk kedelai. Penggunaan isolat protein kedelai sangatlah luas, diantaranya dapat dipakai
untuk biskuit Koswara 1995; McWilliam 2001. Isolat protein kedelai selain sebagai pengikat dan pengemulsi, juga dapat
berfungsi sebagai additif untuk memperbaiki penampakan produk, tekstur, serta flavor produk. Isolat protein kedelai juga mempunyai kemampuan dalam
menyerap lemak atau minyak yang dapat digunakan untuk dua tujuan yaitu meningkatkan penyerapan lemak hingga dapat mengurangi kehilangan sari
karena pemasakan dan untuk mencegah penyerapan minyak yang berlebihan. Kemampuan daya serap air. Isolat protein kedelai juga mempunya kemampuan
serap air yang tinggi. Daya serap air isolat protein kedelai penting peranannya dalam makanan panggang baked goods karena dapat meningkatkan rendemen
adonan dan memudahkan penanganannya. Disamping itu, sifat menahan air akan memperlama kesegaran makanan, misalnya pada biskuit Koswara 1995.
Biskuit untuk PMT balita. Hasil-hasil penelitian terkait penggunaan
produk makanan berupa biskuit sebagai makanan tambahan pada balita di Indonesia, diantaranya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Studi biskuit sebagai PMT balita di Indonesia Studi
Bahan Hasil
Sasaran dan Lama
WFP Indonesia-
FKM Unair 2008
Biskuit fortifikasi muliti
vitamin dan mineral
Penerimaan biskuit oleh balita dan anak sekolah
tinggi 92,8 rasa enak
Terdapat penurunan prevalensi anemia dan
semakin lama menerima biskuit, risiko anemia
makin kecil. Anak balita 12-
59 bulan dan usia sekolah
dasar. Intervensi 1 – 25
bulan.
Widayani 2007
Biskuit fortifikasi
vitamin A dan zat Besi
Terdapat peningkatan
kadar retinol dan respon imum,
namun tidak terdapat peningkatan
status gizi antropometri Balita 18-38
bulan. Intervensi,
selama 4 bulan
Pangan Fungsional
Dasar pemilihan terhadap jenis makanan yang akan dikonsumsi, tidak lagi hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan energi, mengenyangkan perut
atau memberi kenikmatan dengan rasanya yang lezat serta penampilan menarik, namun juga dipertimbangkan terhadap potensi aktivitas fisiologis
komponen yang dikandungnya. Berkaitan dengan berkembangnya fungsi makanan tersebut, sekarang dikenal dengan istilah pangan fungsional atau
functional food. Menurut konsensus pada The First International Conference on East West Perspective on Functional Foods tahun 1996 dan The International
Life Scienece Institute of North America ILSI, bahwa pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang kandungan komponen aktifnya dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi konvensional yang terkandung di dalamnya Wildman Kelley 2007.
Definisi pangan fungsional menurut BPOM 2005 dan Surono 2004 adalah pangan yang secara alamiah atau telah melalui proses, mengandung satu atau
lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan.
Tiga faktor yang harus dipenuhi agar suatu produk dapat disebut pangan fungsional yaitu: 1 Produk tersebut haruslah suatu produk pangan bukan
kapsul, tablet atau bubuk yang berasal dari bahan ingredient yang terdapat secara alami dengan sifat sensoris yang dapat diterima oleh konsumen; 2
Produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau
menu sehari-hari dan 3 Produk memiliki fungsi tertentu pada waktu dicerna, memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat pertahanan
tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu tubuh untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang peyakit, menjaga kondisi fisik dan mental,
memperlambat proses penuaan, dan sebagainya BPOM 2005; Roberfroid 2002
Komponen yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam makanan fungsional,digolongkan sebagai berikut i Vitamin, ii Mineral, iii
Gula alkohol, iv Asam lemak tidak jenuh polyunsaturated fatty acids = PUFA, v Peptida dan protein tertentu, vi Asam amino, vii Serat pangan, viii Prebiotik,
ix Probiotik, x Kolin, lisitin dan Inositol, xi Karnitin dan skualen, xii Isoflavon kedelai, xiii Fitosterol dan fitostanol, xiv Polifenol teh dan xv Komponen
fungsional lain yang akan ditetapkan kemudian BPOM 2005. Probiotik dan prebiotik merupakan bahan ingredient pangan fungsional,
karena efek kandungan komponennya telah terbukti pada hewan dan konsumen manusia. Upaya-upaya untuk mengetahui peranan prebiotik dan probiotik dalam
kesehatan manusia meningkat luar biasa pada dekade akhir ini, terutama karena adanya penurunan komponen imunitas pada saluran cerna gut immunity seiring
dengan usia terlihat pada Gambar 2, paparan terhadap antibiotik yang memungkinkan mengganggu keseimbangan mikroorganisme di dalam usus
besar sehingga mikroorganisme patogenik dapat menimbulkan penyakit NICUS 2007.
Gambar 2. Perubahan jumlah bakteri dalam fesesl berdasarkan usia Mitsuoka 1978 dalam NICUS 2007
Indonesia memiliki berbagai jenis makanan fermentasi tradisional yang berpotensi mengandung probiotik, salah satunya adalah dadih. Dadih adalah
susu fermentasi dari susu kerbau berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Dilihat dari komposisi kimia dan nilai gizi, dadih merupakan sumber protein yang
tinggi yaitu sekitar 38 yang mengandung hampir semua jenis asam amino esensial yang digunakan untuk pertumbuhan. Selain itu dadih juga menghasilkan
beberapa jenis vitamin B kompleks yang merupakan komponen susu sendiri, vitamin B dan vitamin K Surono Hosono 1995; Akuzawa Surono 2007.
Probiotik Definisi Probiotik.
Istilah probiotik pertama kali dikenalkan pada tahun 1965 oleh Stillwell
dan Lilly. Dalam perkembangannya, muncul berbagai definisi probiotik. Secara sederhana, Salminen et al. 1998 diacu dalam Harish Varghese 2008
menyatakan bahwa probiotik merupakan suplemen makanan mikroba hidup atau komponen bakteri yang telah tebukti memberikan efek yang menguntungkan
bagi kesehatan manusia. Definisi probiotik yang pertama kali diungkapkan oleh Parker 1987 adalah organisme dan unsur-unsur yang berperan dalam
keseimbangan mikroflora usus. Sedangkan definisi probiotik menurut International Life Sciences Institute Europe ILSI Eropa adalah suplemen
pangan berupa mikroba hidup yang dapat memberi pengaruh yang menguntungkan bagi kesehatan dan kehidupan inangnya Salminen et al. 2004.
Definisi tersebut memiliki implikasi bahwa probiotik tidak selalu harus berupa sel hidup karena telah memiliki implikasi bahwa probiotik dalam bentuk sel yang
tidak hidup juga menunjukkan pengaruh positif terhadap kesehatan inang Ouwehand Salminen 1998. Definisi tersebut juga tidak membatasi
penggunaan probiotik sebagai bahan pangan, aplikasi dalam bentuk lain yang juga telah dilaporkan mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan, dan
tidak hanya sel mikroba utuh tetapi bagian dari sel juga telah terbukti mempunyai pengaruh terhadap kesehatan. Definisi probiotik yang lebih baru lagi dikeluarkan
oleh Food and Agricultural Organization FAOWHO 2001, yaitu mikroorgansme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup akan memberikan
pengaruh yang menguntungkan bagi ”host”nya Szajewska et al. 2006.
Syarat Probiotik.
Probiotik tidak bersifat generik, tetapi strain spesifik. Probiotik akan memberikan manfaat, tergantung pada kemampuannya untuk mempertahankan
viabilitasnya terhadap suasana asam dalam lambung, hingga sampai pada targetnya. Kriteria yang harus dipenuhi suatu mokroorganisme untuk dapat
diklasifikasikan ke dalam probiotik, antara lain: 1 Non patogen; 2 Stabil terhadap processing, atau kemampuan untuk bertahan di dalam vehicle-nya; 3
Stabilitas di dalam asam dan empedu; 4 Adhesi pada jaringan epitel target; 5 Kemampuan untuk bertahan di dalam saluran pencernaan; 6 Produksi substansi
antimikroba; 8 Kemampuan untuk memodulasi sistem imun; 9 Kemampuan
untuk mempengaruhi aktivitas metabolik Szajewska et al. 2006.
Probiotik harus berada dalam jumlah minimal tertentu dalam Colony Forming Unit CFU per dosisnya. Meskipun belum ada studi mengenai
hubungan dosis-respon, Natural Health Products Directorate Canada baru-baru ini merekomendasikan dosis 5 miliar CFU per hari selama 5 hari untuk probiotik.
Dosis yang ditujukan untuk terapi dan pencegahan bervariasi. Asupan harian 10
6
hingga 10
9
Aspek keamanan probiotik juga penting untuk dipertimbangkan. Idealnya probiotik berasal dari manusia dan dari saluran pencernaan orang sehat, sebab
efek positif kesehatan biasanya sangat tergantung pada lingkungan dan spesies. Strain probiotik tidak boleh bersifat patogen, atau berkaitan dengan penyakit
kelainan saluran pencernaan. Selain itu bakteri probiotik juga harus tidak mentransfer gen resisten terhadap antibiotik Surono 2004.
cfu merupakan dosis minimum yang efektif untuk tujuan terapi Szajewska 2006.
Manfaat Probiotik. Berbagai review tentang probiotik telah secara luas dilakukan dan
mengeksplorasi efek positif probiotik bagi kesehatan. Beberapa manfaat
probiotik, antara lain: a. Probiotik menghambat bakteri patogen
Aksi yang menyehatkan dari probiotik, tidak hanya karena zat gizinya, tetapi juga pengaruhnya terhadap lingkungan gastrointestinal Andrellucchi et al.
2008 . Probiotik menurunkan konsentrasi bakteri endotoksin, minimal dengan cara menghambat translokasi bakteri dari lumen saluran pencernaan ke aliran
darah Vanderhoof 2001. Ini bisa disebabkan karena kemampuan probiotik untuk melekat pada barier mukosa, sehingga secara umum akan memberikan
efek modulasi intestinal allergy sistemik. Probiotik mencegah kolonisasi bakteri pencetus penyakit melalui kompetisi zat gizi, pengaturan system imun dan
produksi antitoksin Marteau et al, 2001. Pelekatan flora normal yang menguntungkan pada mukosa akan menghambat kolonisasi bakteri patogen
pada mukosa dan menurunkan over-stimulasi sistem imun. Kolon yang sehat dengan produksi mucus yang cukup dan kolonisasi bakteri yang sesuai akan
mencegah melekatnya bakteri pathogen, modulasi proses penyakit dan mencegah inflamasi Drisko et al. 2003. Apabila mikrobiota komensal di usus
mati karena antibiotik, mikroba pathogen dengan mudah mengambil tempat mikrobiota komensal Baratawidjaja Rengganis 2009.
b. Intoleransi laktosa