Efikasi Pemberian PMT Biskuit Fungsional terhadap Respon Imun Humoral sIgA

Keterangan.: P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 21. Grafik nilai rerata Zskor BBTB selama intervensi menurut perlakuan

7. Efikasi Pemberian PMT Biskuit Fungsional terhadap Respon Imun Humoral sIgA

Biskuit fungsional selain mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh, juga mengandung probiotik yang mempunyai potensi aktivitas fisiologi dalam sistem imunitas. Sistem imun pada permukaan mukosa MALT merupakan pertahanan pertama dari lingkungan luar tubuh. Mekanisme respon imun mukosa akan terjadi apabila antigen masuk melalui jalur mulut. Respon imun yang paling umum terjadi adalah respon imun humoral berupa peningkatan jumlah sel pensekresi IgA dan sIgA sekretori. Diperkirakan cara kerja IgA sekretori adalah mencegah melekatnya antigen pada permukaan mukosa Roit Delves 2001 dan memiliki afinitas yang dapat membantu fagositosis dan melakukan opsonisasi. 7.2. Kadar sekretori IgA sIgA Analisis yang dilakukan untuk melihat imunitas tubuh balita contoh sebagai akibat pemberian paket PMT biskuit fungsional adalah sIgA pada feses. Sekretori IgA dipilih untuk dianalisis karena merupakan faktor larutan yang spesifik muncul ditunjukkan oleh immunoglobulin Ig. IgA merupakan immunoglobulin kedua terbanyak dan 80 banyak ditemukan dalam usus besar. Goktepe et al 2006. Pengukuran sIgA pada serum kurang mencerminkan kondisi saluran pencernaan Park et al 2002, sedangkan -2 -1,8 -1,6 -1,4 -1,2 -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 Bln 0 Bln 1 Bln 2 Bln 3 Z s k o r B B T B Pemantauan P0 P1 P2 P3 P4 pengukuran fekal mungkin lebih mencerminkan kondisi saluran pencernaan yang aktual Peter et al 2004. Hasil analisis sIgA pada 72 sampel fekal balita contoh diantara 83 sampel akhir, pada awal intervensi diperoleh nilai rata- rata sIgA sebesar 0.5898 µgg dengan rentang nilai 0.0 hingga 2.6526 µgg, sedangkan akhir intervensi diperoleh nilai rata-rata lebih tinggi yaitu 1.0674 µgg dengan rentang nilai 0.0 hingga 3.6503 µgg. IgA sekretori awal dan akhir perlakuan menurut kelompok perlakuan secara lengakap disajikan pada Tabel 53. Rata–rata nilai sIgA balita contoh pada awal intervensi, kelompok kontrol P0 dan kelompok perlakuan P1 hingga P4 relatif sama dan hasil uji Anova pada semua kelompok ditemukan perbedaan yang tidak bermakna p0.05. Artinya pada awal intervensi terdapat homogenitas nilai sIgA pada semua kelompok perlakuan balita contoh sehinga tidak terdapat perbedaan varian yang bermakna. Ta bel 53 .IgA sekretori sIgA awal dan akhir menurut kelompok perlakuan Immunoglobulin A sekretori µg mg Kelompok Perlakuan P0 n=18 P1 n=15 P2 n=16 P3 n=18 P4 n=16 Awal -minimum -maksimum -rerata 1.311 0.585 ±0.5 2.446 0.594 ±0.7 1.876 0.684 ±0.6 2.653 0.628 ±0.8 1.428 0.535 ±0.4 Akhir -minimum -maksimum -rerata 1.870 0.629 ± 0.6 0.017 2.4575 0.869 ±0.7 0.031 2.763 0.965±0.7 0.286 3.650 1.591 ±0.8 0.503 2.424 1.275±0.6 Selisih rata- rata awal akhir 0.045 ±0.6 0.275 ±0.7 0.361±0.8 0.963 ±0.8 0.740±0.4 Keterangan: berbeda nyata p 0.05 berbeda sangat nyata p 0.001 Pada akhir intervensi, rata–rata nilai sIgA semua kelompok perlakuan P1 hingga P4 lebih tinggi dibanding kelompok kontrol dan hasil uji Anova ditemukan terdapat perbedaan yang bermakna p0.05. Demikian juga selisih perubahan rata rata nilai sIgA pada awal dan akhir intervensi pada kelompok perlakuan memiliki selisih nilai sIgA lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol dan hasil uji Anova juga ditemukan perbedaan yang bermakna p0.05. Peningkatan nilai sIgA tertinggi adalah kelompok perlakuan P3 0.963 ± 0.8 µgg, kemudian diikuiti kelompok P4 0.740 ± 0.4 µgg , kelompok P2 0.361 ± 0.8 µgg, kelompok P1 0.275 ± 0.7 µgg dan terendah adalah kelompok kontrol P0. Hasil uji Anova dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan metode LSD Least Significance Difference menunjukkan terdapat perbedaan selisih rata rata nilai sIgA yang sangat nyata p0.001 pada kelompok P3 dan beda nyata p0.05 pada kelompok P4 terhadap kelompok kontrol P0, sedangkan kelompok perlakuan lain tidak terdapat perbedaan yang nyata p0.05 terhadap kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pemberian paket biskuit fungsional P3 Btp + KP rutin dan P4 Btp + KP selang hari dapat meningkatkan sIgA secara nyata P0.05 pada balita contoh, sedangkan perlakuan lainnya yaitu P1Btp+ KnP dan P2 Bbs +KP dapat meningkatkan sIgA balita contoh, namun tidak nyata secara statistik p0.05. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kombinasi peningkatan konsumsi protein cukup tinggi dengan kualitas asam amino yang lengkap dan probiotik E. faecium IS 27526 lebih baik dalam upaya meningkatkan respon imun humoral sIgA daripada pemberian protein yang tinggi atau probiotik E. faecium IS 27526. Pemberian kombinasi protein yang tinggi dari isolat protein kedelai dan tepung protein ikan lele dumbo dan probiotik diduga lebih mampu mempercepat perbaikan morfologi dan fungsi intestina serta memperbaiki sistem imun balita dalam kondisi berat badan rendah. Hal ini sejalan dengan pendapat Peters et al 2004 bahwa perbedaan konsentrasi immunoglobulin menggambarkan diet pada saat dilakukan sampling; pemberian probiotik dapat meningkatan respon imunitas humoral dan sekresi sIgA mukosa Heyman Menard 2002; pemberian BAL secara oral tidak akan menginduksi antibodi serum melawan epitopnya sendiri yang berarti mengkonsumsi makanan yang mengandung BAL akan menghasilkan manfaat menguntungkan karena sistem menjadi aktif tanpa memproduksi antibodi serum bakteri anti asam laktat. Efek tersebut disebabkan oleh tidak adanya system immunogenesitas pada organism dan karena keberadaan dipeptid mumary MPD suatu senyawa struktur dinding sel Wahyudi Samsundari 2008; demikian juga menurut Roux et al 2003 kerusakan mukosa pada masalah gizi kurang malnutrisi dapat diperbaiki setelah pemberian BAL dengan dosis optimal L. casei selama 7 hari, ditandai dengan peningkatan sIgA, tetapi tidak pada IgG. Permukaan mukosa intestina berhubungan secara lansung dengan lingkungan sehingga sel mukosa terekspos dengan antigen. Sekresi-sekresi internal dalam permukaan intestina terlibat langsung dengan pertahanan tubuh dan hal tersebut menunjukkan bahwa resistensi terhadap infeksi lebih berkaitan langsung terhadap sekresi antibodi oleh sel-sel mukosa intestina dibandingkan dengan sekresi antibodi serum. Sistem sekresi sIgA adalah tipe utama immunoglobulin dalam sistem sekretori, sedangkan IgG adalah immunoglobulin dominan dalam serum Wahyudi Samsundari 2008. Gambar 22 menunjukkan nilai sIgA pada awal intervensi relatif sama pada semua kelompok, sedangkan pada akhir intervensi terdapat perbedaan yang cukup tajam, dimana kelompok P3 Btp + KP rutin terdapat peningkatan yang tertinggi dan sebaliknya kelompok P0 atau kontrol Bbs + KnP terendah. Ket :P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 22 Nilai sIgA menurut kelompok perlakuan Nilai sIgA kelompok P3 lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan lainnya, namun hasil uji Anova dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan metode LSD Least Significance Difference menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata p0.001 dengan kelompok kontrol P0, dan berbeda nyata p0.05 dengan kelompok perlakuan P1 dan P2, namun tidak terdapat perbedaan yang nyata P0.05 dengan kelompok P4. Hal ini membuktikan bahwa pemberian paket biskuit fungsional P3 Btp + KPrutin dapat meningkatkan sIgA lebih tinggi secara nyata dibandingkan paket biskuit fungsional P1Btp + KnP dan P2 Bbs + KP, namun relatif sama tidak jauh berbeda dengan paket biskuit fungsional P4 Btp + KP selang 1 hari. 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 P0 P1 P2 P3 P4 sI gA u g g Perlakuan IgAwal IgAkhir Selisih Perubahan kadar IgA sekretori sIgA pada feses balita contoh berdasarkan kategori sIgA, disajikan pada Tabel 54. Peningkatan jenjang kategori menjadi lebih tinggi normal, ditemukan paling banyak terjadi pada balita kelompok perlakuan P3 dan P4, yaitu berturut turut dari semula 13.3 menjadi 46.7 dan semula 7.1 menjadi 42,9 tergolong normal 1.9 – 5.7 µgg, sedangkan kelompok lainnya relatif kecil dan bahkan tidak ada peningkatan jenjang kategori. Hasil uji t berpasangan menunjukkan ada perbedaan nyata p0.05 kategori sIgA awal dan akhir pada kelompok perlakuan P3 dan P4, sedangkan kelompok lainnya tidak ada perbedaan yang nyata p0.05. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian paket biskuit fungsional telah dapat meningkatkan nilai sIgA pada semua kelompok perlakuan, namun hanya PMT biskuit fungsional P3 Btp + KP rutin dan P4 Btp + KP selang hari yang mampu meningkatkan jenjang kategori sIgA menjadi lebih baik normal. Tabel 54 Sebaran balita contoh berdasarkan kategori immunoglobulin A sekretori sIgA pada awal dan akhir Iintervensi Kategori sIgA µg g Kelompok Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 n n n n n Awal Intervensi 1.90 rendah 15 100 12 85.7 12 85.7 13 86.7 13 92.9 1.90 sd 5.70 normal 2 14.3 2 14.3 2 13.3 1 7.1 Total 15 100 14 100 14 100 15 100 14 100 Akhir Intervensi 1.90 rendah 13 86.7 12 85.7 12 85.7 8 53.3 8 57.1 1.90 sd 5.70 normal 2 13.3 2 14.3 2 14.3 7 46.7 6 42.9 Total 15 100 14 100 14 100 15 100 14 100 Rata-rata immunoglobulin A sekretori sIgA feses balita menurut status gizi nilai z skor BBU, pada awal intervensi, rata-rata sIgA pada balita dengan status gizi awal adalah buruk berkisar antara 0.00 hingga 1.3113 µgg dengan sIgA rata-rata 0.6083 µgg, sedangkan rata-rata sIgA pada balita dengan status gizi awal kurang lebih rendah yaitu berkisar antara 0.00 hingga 1,4207 µgg dengan sIgA rata-rata 0.5636 µgg. Hasil analisis korelasi menunjukkan hubungan tidak nyata p0.05 antara status gizi awal dengan nilai sIgA balita awal balita contoh. Pada akhir intervensi, rata-rata sIgA pada balita dengan status gizi buruk berkisar antara 0.00 hingga 1.9164 µgg dengan sIgA rata-rata 0.7696 µgg, sedangkan rata-rata sIgA pada balita dengan status gizi kurang berkisar antara 0.00 hingga 3,6503 µgg dengan sIgA rata-rata 1.1649 µgg dan balita dengan balita dengan status gizi baik berkisar antara 0.0306 hingga 2,7633 µgg dengan sIgA rata-rata 1.1707 µgg. Hasil analisis korelasi juga menunjukkan hubungan tidak nyata p0.05 antara status gizi akhir dengan nilai sIgA. Rata-rata immunoglobulin A sekretori sIgA feses balita dikategorikan berdasarkan status gizi nilai Z-skor BBU, disajikan pada Tabel 55. Pada awal intervensi ditemukan rata-rata nilai sIgA yang relatif sama pada status yang sama buruk dan kurang, namun pada akhir intervensi sebaliknya ditemukan adanya perbedaan yang cukup besar. Balita dengan berbagai status gizi buruk pada semua kelompok perlakuan PMT biskuit fungsional yang menggunakan probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dalam krim yang telah dienkapsulasi P2,P3 dan P4 memiliki rata-rata sIgA yang jauh lebih besar dibandingkan kelompok lain meskipun sebagian besar masih dibawah rata-rata sIgA anak yang sehat 3.8 ± 1.9 µgg dengan variasi 1.8 hingga 7.0 µgg Haneberg, Aarskog 1975. Tabel 55 Rata-rata immunoglobulin A sekretori µg g menurut status gizi dan perlakuan Status Gizi berdasarkan Z-skor BBU Rata-rata Immunoglobulin A Sekretori µgg Menurut Kelompok Perlakuan P0 n=18 P1 n=15 P2 n=16 P3 n=18 P4 n=16 Awal -Buruk -Kurang 0. 673 ± 0.5 0. 537 ±0.5 0. 069 ±0.1 0. 600±0.6 0. 729±0.6 0. 535±0.6 0 304±0.4 0.678 ±0.9 0.679.±0.5 0. 511 ±0.4 Akhir -Buruk -Kurang -Baik 0. 673 ±0.7 0. 573 ±0.6 0.688 ±0.0 0. 286±0.0 0. 346±0.3 0.876 ±0.3 0. 823 ±0.5 0. 944 ±0.6 1.397 ±1.9 1.916±0.0 1.800 ±1.3 0.987 ±0.8 1.073 ±0.0 1.095±0.5 1.730 ±0.8 Peningkatan IgA sekretori atau selisih sIgA awal dan akhir delta fekal balita contoh yang dikategorikan berdasarkan status gizi nilai Z-skor BBU, disajikan pada Gambar 23. Peningkatan Imunoglobulin A sekretori sIgA balita contoh dengan status gizi kurang lebih besar dibandingkan balita contoh dengan status gizi buruk. Perbedaan yang cukup besar terutama terlihat pada kelompok perlakuan paket PMT Biskuit fungsional yang menggunakan probiotik E. faesium IS 27526 P2,P3 dan P4. Hal ini mengindikasikan bahwa perbaikan sIgA pada balita dengan status gizi kurang lebih efektif atau lebih mudah dibandingkan balita dengan status gizi buruk. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Koestomo 2004, suplementasi BAL dadih IS-27526 lebih efektif meningkatkan sekresi IgA serum total pada balita dengan status gizi kurang dibanding balita dengan status gizi sangat kurang buruk. Integritas system imun ubuh merupakan syarat utama untuk memebrikan respon pertahanan secara optimum. Tingkat keparahan defisiensi gizi mempengaruhi mekanisme imunitas Sullivan et al 1993. Menurut Allori et al 2000 diacu dalam Fuller dan Perdigon 2003 penambahan probiotik pada defisiensi imunitas yang disebabkan kurang gizi dapat disarankan setelah recovery mucosal dengan pemberian makanan yang cukup untuk menghilangkan efek berbahaya pada intestina yang mungkin terjadi oleh adanya stimulasi yang berlebihan dari mukosa yang mengalami athropia yang disebabkan karena masalah kurang gizi malnutrisi. Bahkan dalam kondisi kekurangan gizi malnutrisi pemberian bakteri asam laktat BAL dapat berakibat baik atau bahkan menjadi lebih buruk dari keadaan sebelumnya. Oleh karena itu sangat penting memberikan dosis yang tepat Wahyudi Samsundari 2008. Ket.:P0 :Bbs + KnP; P1:Btp + Knp; P2 :Bbs + Kp; P3 :Btp + Kp rutin; P4 :Btp + Kp sela 1 hr Gambar 23 Peningkatan sIgA µgg fekal menurut status gizi

8. Efekasi Pemberian Biskuit Fungsional terhadap Morbiditas diare dan ISPA

Dokumen yang terkait

Mempelajari Mutu Protein Beras Semi Instan yang Diperkaya Isolat Protein Kedelai

0 8 85

Pemanfaatan surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dalam pembuatan sosis rasa sapi dengan penambahan isolat protein kedelai

4 38 105

Karakteristik sosis rasa ayam dari surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan penambahan isolat protein kedelai

3 17 212

Morbiditas dan Status Gizi Balita Penerima Makanan Tambahan Biskuit Yang Disubstitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kecamatan Sukalarang dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi

0 4 172

Pengaruh penyimpanan terhadap mutu biskuit yang diperkaya dengan tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein Kedelai (Glycine max)

0 6 164

KARAKTERISTIK SOSIS RASA AYAM DARI SURIMI IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DENGAN PENAMBAHAN ISOLAT PROTEIN KEDELAI

0 6 11

Hubungan Kepatuhan Konsumsi Biskuit yang Diperkaya Protein Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Status Gizi dan Morbiditas Balita di Warungkiara, Bantargadung, Kabupaten Sukabumi

1 5 147

Efek Pemberian Biskuit Fungsional yang Diperkaya Tepung Ikan Lele (Clarias Gariepinus) dan Tepung Ubi Jalar (Ipomea SP) dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium IS-27526 Terhadap Keseimbangan Mikrobiota Fekal Tikus Spraque Dawley Betina Usia Tua

0 2 4

Pengaruh Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 dan Minyak Ikan Lele (Clarias gariepinus) Dalam Biskuit Fungsional Yang Diperkaya dengan Tepung Ikan Lele dan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea sp.) Terhadap Profil Mikrobiota Fekal Monyet Ekor Panjang (Macaca fasc

0 4 37

Pengaruh Pemberian Biskuit Lele (Clarias Gariepinus) Dengan Krim Probiotik Enterococcus Faecium Is-27526 Terhadap Profil Lipid Dan Berat Badan Wanita Lansia.

0 10 80