Kerangka Pemikiran Pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Gorontalo Utara
teknologi, sosial budaya dan ekonomi. Perkembangan percepatan kegiatan atau aktivitas di daerah pesisir lebih diarahkan pada pematangan kelembagaan
organisasi perikanan, penataan ruang dan sumberdaya. Guillemot et al, 2009. Pengembangan perikanan tangkap tidak berkembang kearah yang lebih
baik, karena 1 masih rendahnya muatan teknologi disektor kelautan dan perikanan; 2 lemahnya pengelolaan; dan 3 masih kurangnya dukungan
ekonomi-politik Adrianto dan Kusumastanto, 2004. Perikanan tangkap menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap adalah
kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Berdasarkan
pengelolaannya, UU No. 22 Tahun 1999 pasal 10 ayat 2 menyatakan bahwa kewenangan daerah di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada pasal 3, meliputi
1 eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut, 2 pengaturan kepentingan administrasi, 3 pengaturan tata
ruang, 4 penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, dan 5 bantuan penegakan
keamanan dan kedaulatan negara. Selanjutnya pasal 10 ayat 3 dijelaskan bahwa kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota di wilayah laut, sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 adalah sejauh sepertiga dari batas laut daerah provinsi. Kegiatan perikanan tangkap di Indonesia dikategorikan di dalam dua
kelompok besar, yakni perikanan komersil dengan investasi rendah hingga sedang dan perikanan komersil dengan investasi tinggi atau dapat disebut dengan
perikanan industri industrial fishery. Perbedaan dua kelompok tersebut terletak pada armada perikanan tangkap yang digunakan. Perikanan komersil dengan
investasi rendah hingga sedang dicirikan oleh penggunaan armada kapal motor 2- 30 Gross Tonnage GT. Nilai investasi yang ditanamkan pada kegiatan ini
tergolong kecil hingga sedang dengan alat tangkap yang digunakan juga sangat bervariasi. Daerah operasi penangkapan ikan umumnya terkonsentrasi di perairan
pantai pada jalur penangkapan 0,3 – 12 mil. Sedangkan perikanan industri
dicirikan menggunakan armada kapal penangkapan ikan berukuran lebih besar dari 30 GT dengan alat tangkap yang relatif besar dan dilengkapi pula dengan alat
bantu penangkapan ikan mekanis maupun elektronik. Daerah operasi
penangkapan ikan umumnya dilakukan dijalur penangkapan di atas 12 mil hingga perairan ZEE Indonesia sejauh 200 mil Ditjen Perikanan Tangkap, 2005.
Perikanan tangkap merupakan aktivitas perekonomian yang meliputi penangkapan atau pengumpulan hewan dan atau tanaman air yang hidup di
perairan laut atau perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan atau
berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan sama lainnya. Komponen- komponen perikanan tangkap: 1 SDM nelayan; 2 sarana produksi; 3 usaha
penangkapan; 4 prasarana pelabuhan; 5 unit pengolahan; 6 unit pemasaran dan 7 ekspor Kesteven 1973 yang dimodifikasi oleh Monintja, 2001.
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam pengembangan perikanan disuatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka teknologi yang perlu
dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga kerja dengan pendapatan yang memadai. Modal yang dibutuhkan
untuk pengembangan tersebut perlu disiapkan oleh pemerintah melalui suatu anggaran khusus. Pengembangan perikanan tersebut harus dapat mensinkronkan
kegiatan produksi dengan kesiapan sarana dan prasarana perikanan tangkap, penguasaan pasar yang baik, dan kestabilan harga yang diawasi oleh pemerintah
dan punya jenis produk yang diunggulkan, kontinyu jumlahnya, punya grade kualitas atau mutu tertentu, selalu ada pada saat dibutuhkan tepat waktu, dan
produknya tersedia pada berbagai tempat yang resmi. Pengembangan perikanan khususnya sub sektor perikanan tangkap tidak
hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan, tetapi juga untuk meningkatkan konstribusi sektor perikanan
terhadap perekonomian nasional, utamanya guna membantu mengatasi krisis ekonomi, baik dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, penerimaan devisa
melalui ekspor, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak Manggabarani, 2005. Selajutnya dikatakan bahwa pengelolaan perikanan menjadi semakin penting oleh
sebab perubahan-perubahan dalam hal ekonomi, teknologi, dan lingkungan, termasuk penggunaan cara-cara tradisional dalam penanganan sumberdaya
perikanan. Contoh pengaruh perubahan-perubahan tersebut adalah peningkatan pendapatan nelayan semakin penting sejalan dengan meningkatnya pengeluaran
untuk konsumsi dan barang. Semakin efisien alat penangkapan misalnya gill net berarti semakin banyak ikan yang dapat ditangkap per satuan waktu; juga dengan
adanya kemampuan sarana penyimpan seperti freezer, maka lebih banyak ikan yang dapat disimpan. Semua itu menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan
meliputi berbagai aspek dan sifatnya dinamis sesuai perkembangan lingkungan. Pengembangan perikanan tangkap membutuhkan kaidah-kaidah tata ruang
khususnya tata ruang wilayah pesisir dan laut yang umumnya selalu berubah- berubah seriring terjadi pasang surut di wilayah pantai. Hal ini terkadang
menyulitkan terutama untuk justifikasi batas wilayah administrasi daerah. Untuk kepentingan pengelolaan, batas wilayah pesisir dibagi dua macam, yaitu batas
wilayah perencanaan planning zone dan batas wilayah pengaturan regulation zone atau pengelolaan keseharian day-today management. Wilayah
perencanaan dapat meliputi seluruh daratan apabila terdapat aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia yang secara nyata dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan dan sumberdaya pesisir serta masih memungkinkan untuk dikembangkan. Untuk wilayah keseharian, pemerintah mempunyai kewenangan
yang dapat menetapkan beberapa peraturan terkait dengan aktivitas ekonomi atau pembangunan yang dilakukan oleh manusia Dahuri, 2001
Pentingnya melibatkan berbagai pihak, yaitu nelayan, pemerintah, dan stakeholder lainnya dalam pengembangan perikanan tangkap. Oleh karena itu,
pengelolaan perikanan diperlukan untuk menjamin agar sektor perikanan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi para stakeholder baik sekarang atau masa
yang akan datang, serta terciptanya perikanan yang bertanggung jawab. Pengembangan penangkapan ikan pada hakekatnya terarah pada pemanfaatan
sumberdaya ikan secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan nelayan khususnya, tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya
ikan itu sendiri maupun lingkungannya. UUNo.312004 tentang perikanan juga mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan, termasuk kegiatan perikanan
tangkap, harus dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efesiensi, dan kelestarian yang
berkelanjutan. Kendala yang dihadapi oleh usaha perikanan tangkap skala kecil dan menengah secara umum ada 4 empat faktor yang sangat dominan
mempengaruhi keberhasilan upaya pengembangan usaha perikanan yaitu: pemasaran, produksi, organisasi, keuangan dan permodalan. Selain itu, usaha
perikanan tangkap sangat berbeda dengan bidang-bidang lainnya. Usaha perikanan tangkap di laut relatif lebih sulit untuk diprediksi keberhasilannya,
karena sangat peka terhadap faktor eksternal musim dan iklim serta faktor internal teknologi, sarana dan prasarana penangkapan ikan dan modal.
Kerentanan dalam proses produksi akan mengakibatkan adanya fluktuasi dalam perolehan hasil tangkapannya Baskoro, 2006.