Langkah berikutnya adalah melakukan modifikasi terhadap model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang telah dilakukan seperti yang terlihat pada
Gambar 57.
8.93 1.55
3.11
2.71 1.69
4.53 5.78
5.32 5.70
6.94
4.41 3.26
2.98
6.04 7.70
8.53 5.27
7.38 7.61
3.24 6.60
7.69 6.86
7.40 5.46
5.73 5.92
6.18
5.18 8.51
9.21
Y1
R² = 0.98
Y2
R² = 0.32
Y
1.1
Y
1.2
Y
1.3
Y
1.6
Y
1.5
Y
2.1
Y
2.2
Y
2.3
X1 X2
X3
X4
X5 X6
X
2.1
X
1.1
X
13
X
2.2
X
2.4
X
3.1
X
3.2
X
3.3
X
3.5
X
3.7
X
4.4
X
4.3
X
4.2
X
4.1
X
5.1
X
5.3
X
5.2
X
6.4
X
6.3
X
6.2
X
6.1 5.02
4.40
1.48
0.41
1.57
Chi Square = 285.84 df =355, P-value = 0.90, RMSEA = 0.061, CFI =0.97
Gambar 57 Estimasi model pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Gorontalo Utara yang sudah fit.
Gambar 57, menunjukkan nilai p-hitung = 0.90 0.05, nilai Root Mean Square Error Appoximation RMSEA = 0.061 0.08 dan nilai Comparative Fit
Indeks CFI = 0.97 0.90. Berdasarkan hasil uji model tersebut, maka H diterima atau H
1
ditolak, artinya model yang diuji mampu mengestimasi matriks kovariansi populasi atau hasil estimasi parameter model dapat diberlakukan pada
penelitian. Dengan demikian bahwa hasil pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model pengukuran fit dengan data atau model
pengembangan perikanan tangkap sesuai dengan pengujian. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa model pengembangan perikanan
tangkap di Kabupaten Gorontalo Utara dipengaruhi oleh produksi ikan x
1
, unit penangkapan ikan x
2
sarana dan prasarana x
3
, aspek sosial nelayan x
4
, keamanan dan kepastian hukum serta pengawasan x
5
, dan aspek ekonomi x
6
. Secara matematik, persamaan model struktural dapat dirumuskan sebagai berikut
Y
1
= 1.55X
1
+ 1.84X
2
+ 0.41X
3
+ 1.69X
4
+ 1.57X
5
+ 2.71X
6
. Namun dari persamaan diperoleh hanya ada satu yang memberikan pengaruh signifikan yaitu
aspek ekonomi, karena nilai X
6
2,71 1,96 pada α=0,05 dan nilai koefesien
determinasi R
2
= 0.98 artinya bahwa model tersebut mampu dijelaskan sebesar 98 persen.
Untuk sasaran pengembangan hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh dari pengembangan unit perikanan tangkap, dengan rumus model
matematik sebagai berikut : Y
2
= 0.56Y
1
, dimana pengaruh Y
1
peubah tersebut yaitu 0.γβ yang nyata pada α = 0.05, atau H
1
diterima dengan koefesien determinasi
R
2
= 0.32 artinya bahwa model tersebut mampu dijelaskan sebesar 32 persen.
Hasil analisis SEM model yang fit pada pengujian model pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Gorontalo Utara bahwa; 1 oleh musim dan zona
penangkapan berpengaruh terhadap produksi ikan, 2 oleh efektifitas menangkap ikan, kemudahan pengoperasian alat tangkap, ramah lingkungan, berpengaruh
terhadap unit penangkapan ikan 3 TPI dan pelabuhan perikanan, kesediaan es, tempat menampung ikan, tempat pengolah ikan, dan kesediaan BBM berpengaruh
terhadap sarana dan prasarana 4 tingkat kepercayaan nelayan, kemampuan berkelompok atau berorganisasi, kecintaan terhadap pekerjaan, dan penyerapan
tenaga kerja berpengaruh terhadap aspek sosial 5 keamanan, kepastian hukum dan pengawasan berpengaruh terhadap keamanan, kepastian hukum, dan
pengawasan 6 pasar, kemitraan, dukungan modal, dan kestabilan harga ikan berpengaruh terhadap aspek ekonomi, 7 purse seine, pancing tuna, bagan
perahu, pancing ulur, dan payang berpengaruh terhadap pengembangan unit penangkapan ikan, 8 menciptakan pertumbuhan ekonomi, peningkatan produksi
hasil tangkapan, dan menjamin mutu hasil tangkapan berpengaruh terhadap sasaran pengembangan.
Faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap model pengembangan perikanan tangkap yaitu: 1 jarak antara fishing ground dan fishing base tidak
berpengaruh terhadap produksi ikan, 2 kemudahan perbaikan alat tangkap dan keamanan hasil tangkapan tidak berpengaruh terhadap unit penangkapan ikan, 3
sarana informasi bengkel dan kedai nelayan tidak berpengaruh terhadap sarana dan prasarana, 4 kemudahan perizinan tidak berpengaruh terhadap aspek
ekonomi, 5 unit tangkap bubu, sero dan gillnet tidak berpengaruh terhadap pengembangan unit penangkapan ikan.
6 PEMBAHASAN
6.1 Status Sumberdaya Ikan
Pengelolaan sumberdaya ikan merupakan suatu aspek yang sangat fragile disektor perikanan, ketidakmampuan pengelolaan sumberdaya ikan khususnya
sumberdaya perikanan tangkap dapat berakibat menurunnya pendapatan sektor perikanan tangkap yang berasal dari sumber yang ada. Penangkapan yang
berlebihan akan mengakibatkan potensi lestari dari sumber daya ikan akan menurun dan dalam jangka panjang akan mengakibatkan biological overfishing
bahkan kepunahan dari spesies. Oleh karena itu, perlu pengelolaan sumberdaya ikan yang lestari. Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang akan di
kembangkan melalui pengembangan perikanan, terlebih dahulu mengetahui potensi sumberdaya ikan yang akan mendukung pengembangan perikanan
tangkap di daerah tersebut. Hasil
perhitungan analisis
potensi sumberdaya
ikan dominan
memperlihatkan bahwa status potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Gorontalo Utara pada tahun 2010 dalam katagori moderately exploited hingga over exploited
Tabel 46. Tabel 46 Status potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Gorontalo Utara pada
tahun 2010
Jenis Ikan
Cacth ton
MSY tonthn
F Std
tripthn F
Opt tripthn
Tingkat pemanfaatan
Tingkat pengusahaan
Peluang pemanfaatan
Peluang pengusahaan
Layang
1880 -
4843 -
- -
- -
Kerapu
322 -
6194 -
- -
- -
Cakalang
2579 3562
55758 36195
72.41 154.05
27.59 -54.05
Tembang
783 1130
4557 14347
69.32 31.77
30.68 68.24
Teri
176 194
2905 4204
90.72 69.10
9.28 30.90
Tuna
392 410
2914 4202
95.61 69.35
4.39 30.65
Lemuru
468 432
2437 1832
108.27 133.05
-8.27 -33.05
Selar
456 452
4205 3534
100.95 118.99
-0.95 -18.99
Kembung
230 328
1148 1847
70.12 62.18
29.88 37.82
Tongkol
1694 1729
19584 36057
98.00 99.54
2.00 0.46
Kuwe
154 299
3509 12762
51.51 27.49
48.49 72.51
Sumber : Data DKP Kabupaten Gorontalo Utara telah diolah
Tabel 46, terlihat bahwa ikan layang dan kerapu tidak memiliki nilai MSY, F optimum, tingkat pemanfaatan, tingkat pemanfaatan peluang
pemanfaatan dan peluang pengusahaan. Hal ini karena, hubungan antara CPUE dan upaya penangkapan masih menunjukan nilai positif dan tidak bisa
dikelompokkan dalam kategori menurut Bailey 1987 dan FAO 2000. Hasil analisis pada Tabel 46, yang dapat dikategorikan berdasarkan
kriteria Bailey 1987 dan FAO 2000, tentang status pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu perairan sebagai berikut :
1 Kategori moderately exploited Moderately exploited adalah stok sumberdaya ikan sudah tereksploitasi
setengah dari MSY. Pada kondisi ini, peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya ikan, akan tetapi
hasil tangkapan per unit upaya mungkin mulai menurun. Ikan yang termasuk dalam kriteria ini yaitu ikan tembang, kuwe dan kembung.
Ikan tembang tahun 2010 tingkat pemanfaatannya mancapai 69,29 dimana produksi pada tahun 2010 mencapai 783 ton sedangkan nilai MSY nya
adalah 1.130 ton dengan tingkat pengusahaan 31,77. Potensi pemanfaatan produksi ikan tembang masih mempunyai peluang 30,68 dengan peluang
peningkatan potensi pengusahaan hingga 68,24. Dari analisis tersebut dapat dikatakan usaha pengembangan produksi untuk ikan tembang masih layak
dikembangkan. Ikan kembung pada tahun 2010, tingkat pemanfaatan kembung mencapai
70,12 dimana produksi pada tahun tersebut sebesar 230 ton dari total MSY 328 tontahun dengan upaya pengusahaan sebesar 62,18. Produksi tangkapan
kembung masih berpeluang untuk ditingkatkan pengusahaannya, dimana peluang potensi pengusahan sebesar 37,82 untuk memperoleh peluang produksi sebesar
29,88. Peningkatan jumlah upaya trip sangat direkomendasikan untuk pencapaian produksi optimum.
Ikan kuwe merupakan sumberdaya ikan demersal yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Gorontalo Utara. Pada tahun 2010 pemanfaatan
potensi ikan kuwe baru mencapai 51,51 atau sebesar 154 ton dari MSY 299 tontahun. Pemanfaatan potensi yang masih rendah disebabkan karena upaya