2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Pengembangan Perikanan Tangkap
Model merupakan terjemahan bebas dari istilah modelling. Secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek
atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat, oleh karena itu
model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model
adalah guna menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Model juga diartikan suatu teknik untuk membantu konseptualisasi dan pengukuran dari suatu
yang kompleks, atau untuk memprediksi konsekuensi response dari sistem terhadap tindakan intervensi manusia. Model dapat berfungsi sebagai alat
manajemen dan alat ilmiah. Umumnya model digunakan sebagai alat untuk mengambil keputusan tentang bagaimana pengolahan sumberdaya alam yang
terbaik. Penggunaan model dalam penelitian umum merupakan cara pemecahan masalah yang bersifat umum Eriyatno, 2003.
Model perikanan tangkap dapat diwujudkan melalui pengelolaan sumberdaya yang terintegrasi. Artinya mengintegrasikan semua kepentingan dari
pelaku sistem perikanan. Pengelolaan dilakukan secara terpadu untuk seluruh lingkup perairan, tidak dilakukan secara spasial per provinsi atau kabupaten.
Model perikanan juga harus didukung oleh kebijakan pemerintah dan dukungan sarana dan prasarana penunjang usaha perikanan tangkap, khususnya kebijakan
pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, perizinan, penciptaan iklim berusaha yang kondusif, kebijakan standar mutu produk, kebijakan ekspor dan kebijakan
terhadap lingkungan Haluan et al, 2007. Pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia
untuk meningkatkan produksi dalam bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik.
Apabila pengembangan perikanan di wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit
penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja banyak, dengan
pendapatan nelayan yang memadai. Pengembangan perikanan dibutuhkan untuk penyediaan protein bagi masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan
ikan yang memiliki produktivitas unit dan produktivitas nelayan yang tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan secara biologis dan ekonomis
Monintja, 2000. Pengembangan perikanan tangkap selama ini berjalan lambat. Hal ini,
disebabkan oleh kompleksnya permasalahan yang dihadapi, menyangkut faktor- faktor teknis, sosial, ekonomi dan lingkungan. Penyebab lambatnya
pengembangan usaha perikanan tangkap saat ini adalah posisi tawar yang lemah, kurangnya modal usaha, tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang rendah dan
kurangnya pembinaan dari instansi terkait. Oleh karena itu dalam perencanaan dan pengembangannya perlu dilakukan suatu pendekatan komprehensif yang dilandasi
oleh teknologi yang tepat guna dan tepat waktu sehingga hasilnya benar-benar berdaya guna, terutama bagi nelayan di wilayah masyarakat pantai. Untuk itu,
teknologi yang akan dipakai haruslah yang dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknis mencakup aspek sumberdaya, ekonomi, sosiologi, kelembagaan
dan lingkungan Yahya, 2007. Selanjutnya dikatakan bahwa pengembangan perikanan harus diubah menjadi suatu usaha perikanan tangkap yang dikelola
dengan cara-cara maju, tetapi tetap melibatkan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan suatu desain sistem untuk menghasilkan usaha yang efisien dengan
penerapan teknologi yang sesuai. Untuk perencanaan dan pengembangannya diperlukan intervensi kekuatan dari luar antara lain untuk melakukan reformasi
modal, menciptakan pasar, sistem kelembagaan dan input teknologi. Sektor perikanan juga akan dihadapkan pada berbagai hambatan seperti
ditolaknya produk ekspor hasil perikanan oleh beberapa negara tujuan ekspor seperti Eropa dan Amerika, sebagai akibat mutu produk tidak terjamin dan
memenuhi persyaratan, karena diduga tercemar logam berat. Posisi penawaran harga produk yang lemah karena harga ditentukan oleh negara tujuan ekspor yaitu
Jepang dan Amerika, Uni Eropa dan Korea. Untuk mengantisipasi gejala ini, pengembangan perikanan harus melalui pengembangan agroindustri, karena
agroindustri khususnya industri perikanan membutuhkan ketersediaan bahan baku berkembang tanpa dukungan kegiatan perikanan yang menghasilkan bahan baku
primer ikan. Untuk penyediaan bahan baku primer harus didukung oleh sarana alat tangkap dan kapal maupun infrastruktur berupa pelabuhan perikanan yang
dilakukan secara bersamaan dan harmonis serta sesuai dengan persyaratan dunia tentang produk hasil perikanan Wahyuni, 2002.
Charles 2001 mengemukakan sistem perikanan terdiri dari tiga komponen, yaitu sistem alam natural system, sistem manusia human system
dan sistem pengelolaan perikanan fishery management system. Sistem alam terdiri dari 3 subsistem, yaitu ikan fish, ekosistem biota ecosystem dan
lingkungan biofisik biophysical environment. Sistem manusia terdiri dari 4 subsistem yaitu nelayan fishers, bidang pasca panen dan konsumen post harvest
sector and consumers, rumah tangga dan komunitas masyarakat perikanan fishing households and communities dan lingkungan sosial ekonomi budaya
social economiccultural environment. Sistem manajemen dikelompokkan menjadi 4 subsistem, yaitu perencanaan dan kebijakan perikanan fishery policy
and planning, manajemen perikanan fishery management, pembangunan perikanan fishery development dan riset perikanan fishery research.
Pengembangan wilayah di daerah pesisir, khususnya pengembangan sumberdaya perikanan menuntut sumberdaya di daerah tersebut dapat
berkesinambungan. Salah satu cara adalah membuat wilayah tertentu menjadi wilayah terlindung marine protected areas yang merupakan bentuk program
untuk melindungi keberagaman dan mengelola habitat laut yang sensitif dan juga untuk melindungi spesies yang mengalami tekanan pemanfaatan berlebih atau
spesies yang hampir punah Cho, 2005. Salah satu konsep ruang dalam pengembangan pemanfaatan sumberdaya
perikanan, yaitu melibatkan nelayan, meningkatkan kesadaran akan adanya pengembangan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan menampung aspirasi yang
diaspirasikan oleh semua stakeholder dalam pengembangan sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Storrier dan McGlashan, 2006.
Pengelolaan sumberdaya perikanan, haruslah dikelola secara terpadu, karena dalam proses pengaturan, para stakeholder yang umumnya anggota
kelompok nelayan memiliki kekuatan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan di daerahnya.
Saat ini, sudah banyak kelompok masyarakat nelayan yang sadar akan pentingnya keterlibatan mereka dalam merumuskan atau merencanakan kegiatan-kegiatan
perikanan di wilayahnya Kaplan dan Powell, 2000. Umumnya masyarakat nelayan membutuhkan koordinasi lebih lanjut
dengan pemerintah dalam pembentukan peraturan yang mengatur tentang bagaimana
sebaiknya memanfaatkan
sumberdaya perikanan
yang berkesinambungan. Pengelolaan sumberdaya perikanan, hendaknya dimengerti
sebagai proses dinamis dan interaktif yang mengalami dinamika dan perubahan secara terus menerus. Untuk itu, dukungan pemerintah untuk mengelola
sumberdaya perikanan yang efesien dan berkesinambungan sangat dibutuhkan saat ini Hauck dan Sowman, 2001.
Kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan diharapkan tidak terjadi tumpang tindih program dalam pengelolaan. Ada beberapa cara pengembangan
perikanan, diantaranya memperbaiki kerangka legislatif yang berpengaruh pada sektor perikanan. Penguatan departemen perikanan berupa kolaborasi yang lebih
baik dengan departemen lain, memecahkan masalah pendanaan, meningkatkan penelitian perikanan, serta pengembangan sumberdaya manusia dibidang
perikanan Thorpe, 2009. Menurut Putro 2002 bahwa perlunya strategi dalam mengatasi tantangan
dan menghadapi berbagai hambatan dalam pengembangan perikanan tangkap antara lain menyusun strategi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah seperti :
1 Membangun prasarana berupa pelabuhan perikanan samudera yang tidak lain adalah untuk memberi pelayanan dalam pengembangan industri
perikanan, 2 Menghilangkan birokrasi yang dapat menghambat kinerja industri,
3 Mengembangkan dan mendorong organisasi nelayan agar nelayan tradisional mampu meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan
usahanya guna memanfaatkan sumberdaya perikanan guna mensuplai kebutuhan bahan baku industri,
4 Menyediakan modal investasi dan modal kerja kepada industri perikanan agar mampu meningkatkan kualitas produk dengan harga yang kompetitif
untuk memenangkan persaingan pasar.