Maximum Sustainable Yield MSY

1 penguatan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil, 2 penguatan usaha menengah dan atas UMA, serta 3 pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan sistem manajemen kawasan. Persyaratan dalam konsep minapolitan menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011 adalah sebagai berikut: 1 Kesesuaian dengan rencana strategis yaitu; rencana tata ruang wilayah RTRW, rencana zonasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau RZWP3K, rencana pengembangan investasi jangka menengah daerah RPIJMD, 2 Memiliki komoditas unggulan dengan nilai ekonomi tinggi, 3 Letak geografis kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan produk unggulan, 4 Terdapat unit produksi, pengolahan, pemasaran, permodalan dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah dan memasarkan yang terkosentrasi disuatu wilayah dan mempunyai mata rantai produksi dan pemasaran yang saling terkait, 5 Tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, sarana dan prasarana produksi pengolahan, dan pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha dan fasilitas penyuluhan, 6 Aspek kelayakan lingkungan yang meliputi daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif di lokasi dimasa depan, 7 Komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan, 8 Keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggungjawab dibidang kelautan dan perikanan, 9 Ketersediaan data dan informasi penunjang tentang kondisi dan potensi kawasan. Apabila persyaratan-persyaratan tersebut terpenuhi, maka kebijakan strategis menjadikan kawasan minapolitan sebagai kawasan ekonomi yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komoditas kelautan dan perikanan, yang dapat meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan. Pada akhirnya, peningkatan pendapatan tersebut dapat meningkatkan kesejahterakan masyarakat kelautan dan perikanan. Adanya komitmen daerah dalam mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya dapat mensejahterakan masyarakat disekitarnya Muhamad, 2010. Persyaratan dalam konsep minapolitan yang di adopsi dari konsep agropolitan menurut Maringi 2009 sebagi berikut : 1 Memiliki lahan yang didukung oleh sumberdaya alam seperti lahan budidaya dan perairan laut yang memadai dan telah memiliki komoditi unggulan yang sesuai budaya lokal, 2 Tersedianya pasar untuk memasarkan hasil produksi, 3 Dukungan lembaga keuangan baik lembaga keuangan pemerintah maupun lembaga keuangan swasta, 4 Balai penyuluhan perikanan sebagai klinik konsultasi tempat agribisnis, sumber informasi, dan pusat pemberdayaan dan usaha agribisnis, 5 Percobaanpengkajian teknologi termasuk inovasi teknologi tepat guna untuk meningkatkan hasil produksi maupun pengolahan hasil, 6 Memiliki sarana dan prasarana penunjang agribisnis, 7 Memiliki sarana dan prasarana umum listrik, telepon, dan sebagainya, 8 Memiliki sarana dan prasarana kesejahteraan sosial, 9 Menjamin kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sosial budaya dan keharmonisan hubungan kota dan desa. Ditinjau dari aspek tata ruang, maka struktur hierarki sistem kota-kota agropolitan terdiri dari tiga yaitu : orde yang paling tinggi, orde kedua dan orde ketiga. Orde yang paling tinggi yaitu kota menjadi outlet, dalam lingkup wilayah skala besar yang berfungsi sebagai : 1 Kota perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah nasional dan internasional dan bila berada di tepi pantai maka kota ini memiliki pelabuhan samudra, 2 Pusat berbagai kegiatan final manufacturing industri packing, stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas, 3 Pusat berbagai kegiatan tertier agribisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanianperikanan, perbankan dan keuangan, 4 Pusat berbagai pelayanan general agro industri sevices. Orde kedua kota utama atau agropolis yang berfugsi sebagai : 1 Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis, 2 Pusat kegiatan agroindustri berupa pengolahan produksi menjadi produk lain atau produk setengah jadi, 3 Pusat pelayanan industri khusus, seperti pendidikan, pelatihan dan pengembangan komoditas unggulan. Orde ketiga kawasan yang menjadi sentra produksi yang berfungsi sebagai : 1 Pusat perdagangan lokal yang ditandai adanya pasar harian, 2 Pusat koleksi komoditas yang dihasilkan sebagai bahan mentah industri, 3 Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas, 4 Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan pemukiman, 5 Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan, 6 Pusat produksi komoditas unggulan yang dapat dipasok dari beberapa desa-desa di sekitarnya. Komoditas ungulan dalam konsep minapolitan merupakan jenis pilihan komoditas yang diusahakan oleh daerah setempat yang memiliki sifat-sifat keunggulan. Sifat keunggulan tersebut seperti : 1 segi ekologi pengusahaan komoditas dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dimasa sekarang tanpa merugikan generasi yang akan datang, 2 segi ekonomi penguasahaan komoditas yang diusahakan menguntungkan secara finansial dengan jangkauan pasar yang luas dan permintaan yang tinggi, 3 segi sosial penguasaan komoditas didukung oleh dengan adanya partisipasi masyarakat maupun pemerintah, 4 segi kelembagaan komuditas yang diusahakan didukung oleh kebijakan maupun sumberdaya lainnya. Konsep atau model ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menyerap tenaga kerja dari sektor perikanan dan kelautan serta memberikan solusi yang tepat untuk menjawab berbagai permasalahan kesenjangan antara desa dan kota, yang akhirnya dapat mencegah urbanisasi dari desa ke kota. Sasaran dari pusat-pusat pertumbuhan kota di wilayah terdapat enam kategori yaitu : 1 melindungi ruang terbuka hijaukonservasi dan sumberdaya alam, 2 mengoptimalkan penggunaan lahan, 3 mengurangi dan mengefisienkan pembiayaan pembangunan infrastruktur, 4 mendorong sinergisitas hubungan kota dan desa, serta 5 memastikan transisi penggunaan lahan pedesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah Cho, 2006. Terdapat beberapa faktor bagi para perencana planner dalam melakukan pusat pertumbuhan di suatu daerah, seperti faktor tekanan pertumbuhan growth pressures, kekuatan defleksi potential deflection, dan kekuatan fiskal fiscal strength. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor utama dalam menentukan pertumbuhan suatu kota. Faktor ini mempunyai kekuatan mendeterminasi masa depan sebuah pusat pertumbuhan di suatu wilayah. Apabila secara legalitas mempunyai kekuatan hukum, sehingga tidak rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Faktor berikutnya adalah kepemilikan lahan, faktor ini tidak mudah diintervensi oleh kebijakan dan regulasi karena status yang umumnya jangka panjang. Terakhir adalah estimasi kapasitas institusi terkait untuk keberlanjutan suatu batas pusat pertumbuhan di suatu wilayah Avin and Bayer, 2006. Dinamika kegiatan pertumbuhan di suatu wilayah khususnya perkotaan, biasanya merupakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan pada wilayah-wilah disekitarnya. Apabila tidak terkendali, maka kegiatan di perkotaan tersebut akan dapat menjadi hambatan dalam pengembangan potensi wilayah. Terhambatnya pertumbuhan sebagai penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan secara berkesinambungan di wilayahnya. Hal ini, karena adanya urban dari daerah sekitar kota yang tidak siap untuk mengembangkan kota. Canales, 1999. Healey 2004 menjelaskan tentang new strategic spatial planning in Europe, suatu bahasan pengelolaan ruang yang optimal dalam jurnal internasional Urban and Regional Research. Ada beberapa alasan perlunya langkah operasional rencana pengembangan kawasan, tetapi kenyataannnya masih sulit untuk dilaksanakan dan bahkan menjadi perdebatan para planners Eropa. Alasannya masih diperlukan adanya arahan kebijakan dan strategi dalam pelaksanaan pembangunan, antara lain karena masih ada permasalahan pada pengkoordinasian kebijakan khususnya dengan pemerintah lokal dalam mencari cara bagaimana membuat wilayah kabupaten atau kota lebih ekonomis dan kompetitif dalam