97
97 laju metabolisme rutin Huisman 1976. Specific dynamic action SDA
ditentukan dari selisih antara laju metabolisme kenyang dan laju metabolisme basal.
Berdasarkan data laju metabolisme dan deposisi energi dalam tubuh ikan uji dilakukan perhitungan neraca energi yang meliputi konsumsi energi, retensi
energi, energi metabolik, yaitu energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan, yang merupakan penjumlahan antara penggunaan energi pada
metabolisme rutin dan retensi energi, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi.
Gambar 23. Wadah percobaan yang digunakan pada pengukuran konsumsi oksigen untuk mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. pada
berbagai kadar protein-karbohidrat pakan buatan pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng
11. Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup ikan uji diamati pada setiap periode pengamatan 10 hari sampai akhir penelitian dan dihitung dengan menggunakan
rumus Effendie 1997 sebagai berikut : N
t
S = x 100 N
o
Dimana : S = derajat kelangsungan hidup
N
t
= jumlah ikan uji pada akhir penelitian ekor N
= jumlah ikan uji pada awal penelitian ekor
98
98
20 40
60 80
100 120
140 160
180
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
10P-60K 50P-20K
40P-30K 30P-40K
20P-50K 10P-60K
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
10P-60K
6 12 24 Periode inkubasi jam
Kadar glukosa pakan mg100 mL
106 cfumL 108 cfumL
1010 cfumL 1012 cfumL
Jenis inokulum Carnobacterium sp. 10
6
cfumL 10
8
cfumL 10
10
cfumL 10
12
cfumL
Analisis Data
Data yang diperoleh pada percobaan ini dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji respons pada taraf uji 5 menggunakan
program SPSS 12,0. Data kadar glukosa dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada periode inkubasi 24 jam, serta data kadar glukosa dan trigliserida darah
dianalisis secara deskriptif.
Hasil Percobaan I In Vitro
Hasil pengukuran terhadap produk hidrolisis karbohidrat, yaitu kadar glukosa pakan pada akhir periode inkubasi 6, 12 dan 24 jam setelah dihidrolisis
oleh Carnobacterium sp. disajikan pada Gambar 24 serta Lampiran 51, 58 dan 65.
Kadar karbohidrat pakan pada akhir periode inkubasi dapat dilihat pada Lampiran 54, 61 dan 66. Berdasarkan data kadar karbohidrat didapat hasil perhitungan
derajat hidrolisis karbohidrat yang disajikan pada Gambar 25 serta Lampiran 55, 62 dan 67.
Gambar 24. Kadar glukosa pakan mg100 mL pada akhir periode inkubasi jam pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar
protein-karbohidrat pakan
Kadar g lukosa pakan
mg100 mL
99
99
20 40
60 80
100 120
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
10P-60K 50P-20K
40P-30K 30P-40K
20P-50K 10P-60K
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
10P-60K
6 12 24 Periode inkubasi jam
Derajat hidrolisis karbohidrat mg100 mL
106 cfumL 108 cfumL
1010 cfumL 1012 cfumL
Jenis inokulum Carnobacterium sp. 10
6
cfumL 10
8
cfumL 10
10
cfumL 10
12
cfumL
Gambar 25. Derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada akhir periode inkubasi jam pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar
protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
nyata mempengaruhi P0,05 kadar glukosa dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan, baik pada periode inkubasi 6 jam maupun 12 jam Lampiran 52 dan 59,
serta 56 dan 63. Kadar glukosa pakan pada periode inkubasi 6 dan 12 jam meningkat dengan bertambahnya jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar
karbohidrat pakan Gambar 25 dan Lampiran 53 dan 60. Kadar gl ukosa pakan tertinggi, yaitu 124,97 mg100 mL periode inkubasi 6 jam dan 171,39
mg100 mL periode inkubasi 12 jam diperoleh pada jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10
12
cfumL dan pakan E 10 P – 60 K yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa pakan pada perlakuan lainnya. Namun
demikian, derajat hidrolisis karbohidrat pakan meningkat dengan bertambahnya jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan berkurangnya kadar karbohidrat pakan
Lampiran 57 dan 64. Derajat hidrolisis karbohidrat pakan tertinggi, yaitu 32,18 periode inkubasi 6 jam dan 54,26 periode inkubasi 12 jam diperoleh
pada jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10
12
cfumL dan pakan A: 50 P – 20 K yang lebih tinggi dibandingkan dengan derajat hidrolisis karbohidrat
pakan pada perlakuan lainnya.
Derajat hidrolisis karbohidrat mg100 mL
100
100 Hasil pengamatan secara deskriptif atas data kadar glukosa pakan pada
periode inkubasi 24 jam Gambar 24 dan Lampiran 65 terlihat adanya penurunan pada setiap perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-
karbohidrat pakan dibandingkan dengan periode inkubasi 6 jam dan 12 jam Gambar 24. Adapun hasil analisis kadar karbohidrat dan derajat hirolisis
karbohidrat pakan Gambar 25 serta Lampiran 66 dan 67 menunjukkan bahwa pada perlakuan pakan A: 50 P – 20 K dan pakan B: 40 P - 30 K semua
substrat sudah habis dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada setiap perlakuan jumlah inokulum, dengan derajat hidrolisis karbohidrat pakan adalah 100. Pada
perlakuan pakan C: 30 P – 40 K sebagian besar kadar karbohidrat pakan adalah 0 untuk setiap perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp., kecuali
pada perlakuan pakan D: 20 P – 50 K dan pakan E: 10 P – 60 K terdapat substrat karbohidrat yang masih tersisa, yaitu berkisar antara 0,67
sampai 6,04, denga n kisaran derajat hidrolisis karbohidrat pakan 89,97 sampai 98,66
Carnobacterium sp. mampu menghidrolisis karbohidrat pakan sebesar 4,86 sampai 10,29 mg pada jumlah inokulum 10
10
cfumL dan 6,39 sampai 11,08 mg pada jumlah inokulum 10
12
cfumL selama 6 jam inkubasi. Hidrolisis ini meningkat pada jam ke 12 inkubasi, yaitu sebesar 10,34 sampai 21,63 mg pada
jumlah inokulum 10
10
cfumL dan 10,76 sampai 22,10 mg pada jumlah inokulum 10
12
cfumL. Pada jam ke-24 inkubasi, kandungan karbohidrat pakan sudah habis dihidrolisis pada hampir semua perlakuan. Carnobacterium sp. mampu
menghidrolisis karbohidrat pakan sebesar 20,00 sampai 57,87 mg pada jumlah inokulum 10
10
cfumL dan 20,00 sampai 58,13 mg pada jumlah inokulum 10
12
cfumL lampiran 68.
Percobaan II In Vivo Pertumbuhan
Data pertumbuhan ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan selama 60 hari
pemeliharaan yang meliputi bobot populasi g dan bobot rata-rata g disajikan pada Lampiran 69 dan 70. Dari data tersebut dihitung pertumbuhan biomassa g,
101
101
500 600
700 800
900 1000
1100
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
dan pertumbuhan relatif yang disajikan pada Gambar 26 dan 27 serta Lampiran 71 dan 74. Gambar ikan uji pada akhir pengamatan disajikan pada
Gambar 28. Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
nyata mempengaruhi P0,05 pertumbuhan biomassa dan pertumbuhan relatif ikan uji yang dihasilkan Lampiran 72 dan 75. Hasil uji lanjutan pada Lampiran
73 dan 76 serta Gambar 26 dan 27 menunjukkan bahwa inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan mampu meningkatkan pertumbuhan ikan uji,
baik pada jumlah inokulum 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Pertumbuhan terbaik diperlihatkan oleh ikan uji
yang diberi pakan D: 20 P - 50 K dan C: 30 P - 40 K serta berbeda nyata dibandingkan dengan ikan uji yang diberi pakan B: 40 P - 30 K dan
pakan A: 50 P - 20 K, dengan pertumbuhan tertinggi ke rendah adalah ikan uji yang diberi pakan D: 20 P - 50 K; C: 30 P - 40 K; B: 40 P - 30
K dan pakan A: 50 P - 20 K. Fenomena ini berlawanan pada perlakuan kontrol, yaitu tanpa inokulasi Carnobacterium sp. pertumbuhan tertinggi ke
rendah adalah ikan uji yang diberi pakan A: 50 P - 20 K; B: 40 P - 30 K; C: 30 P - 40 K, dan D: 20 P - 50 K.
Gambar 26. Pertumbuhan biomassa g ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Pertumbuhan biomassa g
102
102
1000 1250
1500 1750
2000 2250
2500
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Pertumbuhan bobot
relatif
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
Gambar 27. Pertumbuhan bobot relatif ikan uji pada berbagai jumlah
inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Gambar 28. Ikan uji pada akhir pengamatan hari ke-60
10
10
10
12
10
10
10
12
Pertumbuhan bobot Relatif
103
103
900 950
1000 1050
1100 1150
1200 1250
1300
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Konsumsi pakan g
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
Efisiensi Pakan
Berdasarkan data pertumbuhan, bobot ikan yang mati selama penelitian dan konsumsi pakan Gambar 29 dan Lampiran 77 selama 60 hari pemeliharaan
didapat nilai efisiensi pakan yang disajikan pada Gambar 30 dan Lampiran 77.
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan nyata mempengaruhi P0,05 konsumsi pakan dan efisiensi pakan ikan uji
Lampiran 78 dan 80. Fenomena yang terjadi pada pertumbuhan juga terlihat pada parameter konsumsi pakan, yaitu inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan
meningkatkan konsumsi pakan ikan uji, baik pada jumlah inokulum 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan dibandingkan dengan kontrol Lampiran 79 dan Gambar 29. Konsumsi pakan tertinggi diperlihatkan ikan uji yang mendapat perlakuan
pakan C: 30 P - 40 K dan pakan D: 20 P - 50 K, yang nyata berbeda dibandingkan dengan konsumsi pakan ikan uji yang diberi pakan B: 40 P - 30
K dan pakan A: 50 P - 20 K. Hal sebaliknya terjadi pada ikan uji yang mendapat perlakuan kontrol, yaitu konsumsi pakan tertinggi ke rendah adalah
ikan uji yang mendapat perlakuan pakan B: 40 P - 30 K, pakan A: 50 P - 20 K, pakan C: 30 P - 40 K dan pakan D: 20 P - 50 K.
Gambar 29. Konsumsi pakan g ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
104
104
50 60
70 80
90 100
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Efisiensi pakan
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
Gambar 30. Efisiensi pakan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Meskipun ikan uji yang mendapat perlakuan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan, konsumsi pakan tertinggi terjadi pada ikan yang diberi pakan C: 30 P - 40 K dan
pakan D: 20 P - 50 K, akan tetapi diikuti dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi sehingga menghasilkan efisiensi pakan yang lebih tinggi p0,05
dibandingkan dengan perlakuan lainnya Lampiran 81. Pada ikan uji yang mendapat perlakuan kontrol, yaitu tanpa inokulasi Carnobacterium sp., efisiensi
pakan lebih baik pada pemberian pakan dengan kadar protein lebih tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada ikan uji yang mendapat perlakuan inokulasi
Carnobacterium sp., efisiensi pakan ikan uji yang diperoleh meningkat dengan menurunnya kadar protein dan meningkatnya kadar karbohidrat dalam komposisi
pakan Gambar 30 dan Lampiran 81.
Retensi Protein dan Le mak serta Kadar Glikogen Hati dan Otot
Berdasarkan data hasil analisis proksimat tubuh ikan pada awal dan akhir pengamatan Lampiran 134, data konsumsi pakan Lampiran 77, serta hasil
analisis proksimat pakan Tabel 11 diperoleh nilai retensi protein dan lemak yang disajikan pada Gambar 31 dan 32 serta Lampiran 82. Nilai kadar glikogen
105
105
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Retensi protein
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
mg100 g diperoleh dari pengukuran pada hati dan otot ikan uji pada akhir pengamatan disajikan pada Gambar 33 dan 34 serta Lampiran 82.
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan nyata mempengaruhi P0,05 retensi protein dan lemak serta kadar glikogen hati
dan otot pada ikan uji Lampiran 83, 85, 87, dan 89. Hasil uji lanjutan pada parameter pendukung pertumbuhan ini Lampiran 84, 86, 88 dan 90 serta
Gambar 31, 32, 33 dan 34 memperlihatkan bahwa inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan mampu meningkatkan retensi protein dan lemak serta kadar glikogen
hati dan otot pada ikan uji, baik pada jumlah inokulum10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan. Retensi protein dan lemak tertinggi diperlihatkan ikan uji yang diberi pakan D: 20 P - 50 K yang berbeda dibandingkan dengan ikan
uji yang diberi pakan C: 30 P - 40 K, pakan B: 40 P - 30 K dan pakan A: 50 P - 20 K. Kadar glikogen hati dan otot tertinggi diperlihatkan ikan uji
yang diberi pakan D: 20 P - 50 K dan C: 30 P - 40 K yang berbeda nyata dibandingkan dengan ikan uji yang diberi pakan B: 40 P - 30 K dan
pakan A: 50 P - 20 K. Retensi protein dan lemak serta kadar glikogen hati dan otot ikan uji pada berbagai kadar protein-karbohidrat, dari yang tertinggi ke
rendah adalah ikan uji yang diberi pakan D: 20 P - 50 K, C: 30 P - 40 K, B: 40 P - 30 K dan pakan A: 50 P - 20 K.
Gambar 31. Retensi protein ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
106
106
50 70
90 110
130 150
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Retensi lemak
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
100 110
120 130
140 150
160
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Kadar glikogen hati
mg100 mg
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
Gambar 32. Retensi lemak ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Gambar 33. Kadar glikogen hati mg100 g ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Kadar glikogen hati mg100 g
107
107
50 75
100 125
150
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Kadar glikogen otot
mg100 mg
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15
K 10
10
10
12
K 10
10
10
12
Jumlah inokulum Carnobacterium sp.
Populasi mikrob Log 10 cfumL
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
5 jam post prandial 24 jam post prandial
Kadar protein-karbohidrat pakan
Gambar 34. Kadar glikogen otot mg100 g ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Populasi Mikrob
Pada akhir pengamatan, dilakukan analisis populasi mikrob 5 dan 24 jam post prandial cfumL pada saluran pencernaan ikan uji yang mendapat perlakuan
berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan yang disajikan pada Gambar 35 serta Lampiran 91.
Gambar 35. Populasi mikrob Log10 cfumL 5 dan 24 jam post prandial pada
saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Kadar glikogen otot mg100 g
Populasi mikrob Log 10 cflmL
108
108 Populasi mikrob 5 jam post prandial Lampiran 92 nyata dipengaruhi oleh
perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. P0,05 dan tidak dipengaruhi oleh perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan, sedangkan populasi mikrob 24
jam post prandial Lampiran 94 tidak dipengaruhi oleh kedua perlakuan yang diberikan. Populasi mikrob 5 jam post prandial pada saluran pencernaan ikan uji
yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. terlihat meningkat baik pada jumlah inokulum10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan dibandingkan dengan kontrol Gambar 35 dan Lampiran 93. Akan tetapi, setelah 24 jam post
prandial populasi mikrob dalam saluran pencernaan ikan uji menurun kembali dan tidak ada perbedaan antar-perlakuan.
Aktivitas Enzim a-Amilase dan Protease
Pada akhir pengamatan, aktivitas enzim a-amilase dan protease IU gmenit pada saluran pencernaan ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah
inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan yang disajikan pada Gambar 36 dan 37 serta Lampiran 91.
Aktivitas enzim a-amilase dan protease Lampiran 95 dan 97 ikan uji nyata mempengaruhi P0,05 jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-
karbohidrat pakan, tetapi tidak terjadi interaksi antara keduanya. Aktivitas enzim a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji yang diberi pakan dengan
inokulasi Carnobacterium sp. terlihat meningkat baik pada jumlah inokulum10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan jika dibandingkan dengan kontrol Gambar 36 dan 37 serta Lampiran 96 dan 98. Aktivitas enzim a-amilase saluran pencernaan
ikan uji pada semua perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. meningkat dengan bertambahnya kadar karbohidrat pakan, dengan nilai tertinggi ke rendah
diperlihatkan oleh ikan uji yang mendapat pakan D: 20 P - 50 K, pakan C: 30 P - 40 K, pakan B: 40 P - 30 K dan pakan A: 50 P - 20 K.
Nilai tertinggi dicapai ikan uji yang mendapat pakan D: 20 P - 50 K dan nyata berbeda dibandingkan dengan perlakuan lainnya Gambar 36 dan Lampiran
97. Aktivitas enzim protease saluran pencernaan ikan uji pada semua perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. meningkat dengan meningkatnya
kandungan protein pakan, dengan nilai tertinggi ke rendah diperlihatkan ikan uji yang mendapat pakan A: 50 P - 20 K, pakan B: 40 P - 30 K, pakan C:
109
109 30 P - 40 K, dan pakan D: 20 P - 50 K. Nilai tertinggi dicapai ikan uji
yang mendapat pakan A: 50 P - 20 K dan nyata berbeda dibandingkan dengan perlakuan lainnya Gambar 37 dan Lampiran 98.
Gambar 36. Aktivitas enzim a-amilase IUgmenit pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan
kadar protein-karbohidrat pakan
Gambar 37. Aktivitas enzim protease IU gmenit pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar
protein-karbohidrat pakan Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
10 20
30 40
50 60
70
K 10
10
10
12
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. Aktivitas enzim a-amilase
IUgmenit
Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
5 10
15 20
25 30
35 40
K 10
10
10
12
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. Aktivitas enzim protease
IUgmenit
110
110
30 40
50 60
70 80
90
Kecernaan protein
K 10
10
10
12
Jumlah inokulum carnobacterium sp.
Kecernaan Karbohidrat dan Protein Pakan
Kecernaan karbohidrat dan protein pakan ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-
karbohidrat pakan pada akhir pengamatan dapat dilihat pada Gambar 38 dan 39 serta Lampiran 99.
Gambar 38. Kecernaan karbohidrat ikan uji pada berbagai jumlah inokulum
Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Gambar 39. Kecernaan protein ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
30 40
50 60
70 80
90
1 2
3 Kecernaan
karbohidrat
K 10
10
10
1 2
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
111
111
20 40
60 80
100 120
140
7.00 10.00
12.00 14.00
16.00 18.00
20.00 22.00
24.00 2.00
Periode pengamatan setiap 2 jam selama 18 jam post prandial
Kadar glukosa darah mg100 mL darah
A B
C D
A10 B10
C10 D10
A12 B12
C12 D12
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan nyata mempengaruhi P0,05 kecernaan karbohidrat dan protein ikan uji
Lampiran 100 dan 102. Pada perlakuan kontrol, semakin tinggi kadar karbohidrat pakan, tingkat kecernaan karbohidrat dan protein pakan semakin
rendah. Nilai kecernaan karbohidrat lebih rendah dibandingkan dengan nilai kecernaan protein pakan pada semua ikan uji Gambar 38 dan 39 serta Lampiran
101 dan 103. Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan baik pada jumlah inokulum 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan dapat meningkatkan kecernaan karbohidrat dan sekaligus meningkatkan kecernaan protein yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol pada berbagai kadar protein–karbohidrat pakan. Nilai kecernaan karbohidrat dan protein pakan ikan uji tidak berbeda pada semua
perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan.
Kadar Glukosa dan Trigliserida Darah
Hasil analisis kadar glukosa dan kadar trigliserida darah mg100 mL darah ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp.
dan kadar protein-karbohidrat pakan sesaat sebelum makan jam ke-0 dan setelah mengkonsumsi pakan jam ke-2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 post prandial
disajikan pada Gambar 40 dan 41 serta Lampiran 104 dan 105.
A: 50P-20K B: 40P-30K C: 30P-40K D: 20P-50K 10 = 10
10
12 = 10
12
Gambar 40. Kadar glukosa darah mg100 mL darah ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat
pakan setiap 2 jam selama 18 jam post prandial
112
112
50 100
150 200
250 300
350
7.00 10.00
12.00 14.00
16.00 18.00
20.00 22.00
24.00 2.00
Periode pengamatan setiap 2 jam selama 18 jam post prandial
Kadar trigliserida darah mg100 mL
A B
C D
A10 B10
C10 D10
A12 B12
C12 D12
A: 50P-20K B: 40P-30K C: 30P-40K D: 20P-50K
10 = 10
10
12 = 10
12
Gambar 41. Kadar trigliserida darah mg100 mL darah ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat
pakan setiap 2 jam selama 18 jam post prandial
Kadar glukosa dan trigliserida darah ikan uji segera meningkat setelah ikan mengkonsumsi sejumlah pakan dan menurun kembali setelah mencapai puncak.
Titik puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa dan trigliserida darah ikan uji pada setiap perlakuan dicapai pada periode waktu yang berbeda. Titik
puncak kadar glukosa darah tercepat dicapai ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan, yaitu pada jam ke-4 post prandial. Puncak tertinggi ke rendah diperlihatkan ikan uji yang diberi pakan D: 20 P - 50 K, pakan C:
30 P - 40 K, pakan B: 40 P - 30 K, dan pakan A: 50 P - 20 K. Ikan uji dengan perlakuan kontrol, pada berbagai perlakuan kadar protein-
karbohidrat pakan, titik puncak kadar glukosa darah dicapai pada jam ke-6 post prandial. Kadar trigliserida darah ikan uji pada setiap perlakuan mencapai titik
puncak pada periode waktu yang sama, yaitu antara jam ke-6 sampai jam ke-8 post prandial. Ikan uji pada perlakua n kontrol, pada berbagai perlakuan kadar
protein-karbohidrat pakan menunjukkan kadar trigliserida darah yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi
Carnobacterium sp.
113
113
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
6.00 7.00
8.00 9.00
10.00 11.00
12.00 13.00
14.00 15.00
16.00 17.00
18.00 19.00
20.00 21.00
22.00 23.00
24.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00
Periode pengamatan setiap 15 menit selama 24 jam Konsumsi oksigen
mg O
2
kg
0.8
jam
A B
C D
A10 B10
C10 D10
A12 B12
C12 D12
Konsumsi Oksigen dan Laju Metabolisme
Pengamatan pada tingkat konsumsi oksigen mg O
2
kg
0,8
jam ikan uji setiap 15 menit selama 24 jam pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan
kadar protein-karbohidrat pakan disajikan pada Gambar 42. Pola konsumsi oksigen harian ikan uji bervariasi berdasarkan perlakuan
yang diberikan. Tingkat konsumsi oksigen harian yang dihasilkan pada ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah
inokulum 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan dengan berbagai kadar protein- karbohidrat pakan lebih tinggi dibandingkan dengan ikan uji kontrol Gambar 42.
Aktivitas mengkonsumsi oksigen segera meningkat setelah ikan uji mengkonsumsi pakan, hal ini nampak terlihat pada ketiga frekuensi pemberian
pakan selama 24 jam. Ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan dengan berbagai kadar protein-karbohidrat pakan memerlukan waktu mulai
0,5 sampai 3,5 jam untuk aktivitas mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang, dan menurun kembali setelah mencapai puncak. Ikan uji kontrol, pada berbagai kadar
protein-karbohidrat pakan memerlukan waktu yang lebih lama , yaitu berkisar antara 1 sampai 5 jam untuk mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang.
A: 50P-20K B: 40P-30K C: 30P-40K D: 20P-50K
10 = 10
10
12 = 10
12
Gambar 42. Tingkat konsumsi oksigen mg O
2
kg
0,8
jam ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat
pakan setiap 15 menit selama 24 jam
114
114 Berdasarkan data tingkat konsumsi oksigen harian dilakukan analisis tingkat
konsumsi oksigen basal, konsumsi oksigen rutin, dan konsumsi oksigen kenyang mg O
2
kg
0,8
jam disajikan pada Gambar 43, 44 dan 45 serta Lampiran 106.
Gambar 43. Konsumsi oksigen basal mg O
2
kg
0,8
jam ikan uji
Gambar 44. Konsumsi oksigen rutin mg O
2
kg
0,8
jam ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat
pakan Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp. 100
150 200
250 300
350 400
450 500
K 10
10
10
12
Konsumsi oksigen basal mg O
2
kg
0,8
jam
Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp 100
150 200
250 300
350 400
450 500
K 10
10
10
12
Konsumsi oksigen rutin mg O
2
kg
0,8
jam
115
115 Gambar 45. Konsumsi oksigen kenyang mg O
2
kg
0,8
jam ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat
pakan
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan mempengaruhi P0,05 konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang,
tetapi tidak ada interaksi antar-perlakuan Lampiran 108 dan 110. Aktivitas konsumsi oksigen basal berkisar antara 118,41 dan 136,10 mg O
2
kg
0,8
jam, konsumsi oksigen rutin berkisar antara 243,23 dan 295,90 mg O
2
kg
0,8
jam dan konsumsi oksigen kenyang berkisar antara 310,23 dan 421,14 mg O
2
kg
0,8
jam. Aktivitas konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang ikan uji
Gambar 44 dan 45 serta Lampiran 109 dan 111 yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol. Konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang ikan uji pada semua perlakuan jumlah
inokulum Carnobacterium sp. meningkat dengan meningkatnya kadar protein pakan, dengan nilai tertinggi ke rendah diperlihatkan oleh ikan uji yang mendapat
pakan A: 50 P - 20 K, pakan B: 40 P - 30 K, pakan C: 30 P - 40 K, dan pakan D: 20 P - 50 K. Konsumsi oksigen ikan uji yang mendapat
pakan A: 50 P - 20 K berbeda dibandingkan dengan ikan yang mendapat pakan lainnya.
Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.
100 150
200 250
300 350
400 450
500
K 10
10
10
12
Konsumsi oksigen kenyang
mg O
2
kg
0,8
jam
116
116 Tingkat konsumsi oksigen dapat digunakan untuk menaksir laju
metabolisme. Hasil analisis laju metabolisme basal, laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action kJkg
0,8
hari ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat
pakan dapat dilihat pada Gambar 46, 47,48 dan 49 serta Lampiran 112.
Gambar 46. Laju metabolisme basal kJkg
0,8
hari ikan uji
Gambar 47. Laju metabolisme rutin kJkg
0,8
hari ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.
25 50
75 100
125 150
K 10
10
10
12
Laju metabolisme basal kJkg
0,8
hari
Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.
25 50
75 100
125 150
K 10
10
10
12
p. Laju metabolisme rutin
kJkg
0,8
hari
Laju metabolisme rutin kJkg
0,8
hari Laju metabolisme basal
kJkg
0,8
hari
117
117
20 40
60 80
100 120
140 160
K 10
10
10
12
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. Laju metabolisme kenyang
kJkg
0.8
hari
Gambar 48. Laju metabolisme kenyang kJkg
0,8
hari ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat
pakan
Gambar 49. Specific dynamic action kJkg
0,8
hari ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan mempengaruhi P0,05 laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan
specific dynamic action, tetapi tidak ada interaksi antar-perlakuan Lampiran 114, 116 dan 118. Laju metabolisme basal berkisar antara 38,08 – 43,92 kJkg
0,8
hari, Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp. 25
50 75
100 125
150
K 10
10
10
12
Specifik dinamic action kJkg
0,8
hari
118
118 laju me tabolisme rutin berkisar antara 85,43 dan 103,98 kJkg
0,8
hari, laju metabolisme kenyang berkisar antara 110,57 dan 150,10 kJkg
0,8
hari dan specific dynamic action berkisar antara 67,17 dan 107,99 kJkg
0,8
hari. Aktivitas laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific
dynamic action ikan uji Gambar 47, 48 dan 49 serta Lampiran 115, 117, dan 119 yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah
inokulum10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol. Laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic
action ikan uji pada semua pelakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. meningkat dengan peningkatan kandungan protein pakan. Nilai tertinggi ke rendah
diperlihatkan ikan uji yang mendapat pakan A: 50 P - 20 K, pakan B: 40 P - 30 K, pakan C: 30 P - 40 K dan pakan D: 20 P - 50 K.
Nilai tertinggi dicapai ikan uji yang mendapat pakan A: 50 P - 20 K nyata berbeda dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Neraca Energi
Neraca energi merupakan parameter penting pada kajian bioenergetik. Neraca energi ikan uji dengan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan
kadar protein-karbohidrat pakan yang dianalisis pada akhir percobaan adalah konsumsi energi, energi yang diretensi dalam tubuh, dan energi metabolik dalam
kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi Gambar 50, 51, 52, 53 dan 54 serta Lampiran
120. Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
mempengaruhi P0,05 konsumsi energi, energi yang diretensi dalam tubuh, dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per
konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji Lampiran 121, 123, 125, 127, dan 129. Hasil uji lanjutan pada Lampiran 122, 124, 126 ,
128, dan 130 serta Gambar 50, 51, 52, 53, dan 54 menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan mampu meningkatkan energi yang
diretensi dalam tubuh dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan
uji, serta mengefisienkan energi yang dikonsumsi, baik pada jumlah inokulum10
10
119
119
700 750
800 850
900 950
1000
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan
Konsumsi energi kJkg
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
maupun 10
12
cfumL100 g pakan dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Energi yang diretensi dalam tubuh dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan,
serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji meningkat dengan meningkatnya kadar karbohidrat
pakan. Nilai terbaik diperlihatkan oleh ikan uji yang diberi pakan D: 20 P - 50 K dengan inokulasi Carnobacterium sp. yang berbeda dari perlakuan
lainnya. Pada ikan uji kontrol, energi yang diretensi dalam tubuh dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan yang dihasilkan tidak berbeda antar-perlakuan
kadar protein-karbohidrat pakan. Persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji meningkat dengan
meningkatnya kadar karbohidrat pakan, sampai pada pakan C: 30 P – 40 K. Setelah itu menurun pada ikan uji yang diberi pakan D: 20 P – 50 K. Hasil
yang dicapai merupakan dampak dari peningkatan konsumsi energi pada ikan uji yang diberi pakan D: 20 P – 50 K.
Gambar 50. Konsumsi energi kJkg ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
120
120
200 250
300 350
400 450
500
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan
Retensi energi kJkg
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
450 500
550 600
650 700
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan Energi metabolik kJkg
Gambar 51. Retensi energi kJkg ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Gambar 52. Energi metabolik kJkg ikan uji pada berbagai jumlah inokulum
Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
121
121
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan REKE
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. K 10
10
10
12
40 50
60 70
80 90
100
50P-20K 40P-30K
30P-40K 20P-50K
Kadar protein-karbohidrat pakan
EMKE
Gambar 53. Retensi energi per konsumsi energi ikan uji pada berbagai
jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein- karbohidrat pakan
Gambar 54. Energi metabolik per konsumsi energi ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat
pakan
Tingkat Kelangsungan Hidup
Data jumlah populasi ikan uji dengan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan pada setiap 10 hari
periode pengamatan disajikan pada Lampiran 131. Berdasarkan data tersebut
122
122 diperoleh nilai tingkat kelangsungan hidup yang disajikan pada Gambar 55
dan Lampiran 132.
Gambar 55. Tingkat kelangsungan hidup ikan uji pada berbagai jumlah
inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan Gambar 55 dan Lampiran 133 menunjukkan bahwa perlakuan yang
diberikan pada ikan uji baik jumlah inokulum Carnobacterium sp. maupun kadar protein-karbohidrat pakan selama 60 hari pemeliharaan tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan pada tingkat kelangsungan hidup ikan uji.
Pembahasan
Hasil percobaan secara in vitro menunjukkan bahwa Carnobacterium sp. sangat efektif menghidrolisis pakan dan sangat dipengaruhi oleh jumlah inokulum
Carnobacterium sp. serta kadar protein-karbohidrat pakan. Semakin tinggi jumlah inokulum dan kadar karbohidrat pakan, semakin besar kadar glukosa yang
dihasilkan, dan derajat hidrolisis karbohidrat rata-rata mencapai 100 pada akhir periode inkubasi 24 jam.
Pati yang terkandung dalam pakan adalah substrat yang sesuai bagi Carnobacterium sp. Oleh sebab itu, peningkatan pati dalam pakan dapat memacu
sekresi enzim amilase untuk mendegradasi pati menjadi glukosa. Peningkatan kadar glukosa dalam media meningkatkan sumber karbon dan energi untuk
pertumbuhannya. Atlas et al. 1984 mengemukakan bahwa mikrob amilolitik Kadar protein-karbohidrat pakan
50P-20K 40P-30K 30P-40K 20P-50K
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp. 25
50 75
100
K 10
10
10
12
Tingkat kelangsungan hidup
123
123 adalah mikrob yang mampu menghasilkan eksoenzim amilase yang akan
mendegradasi pati menjadi maltosa dan glukosa. Sakarida ini diangkut ke dalam sitoplasma sel dan digunakan sebagai sumber karbon dan energi.
Kadar glukosa dalam media juga sangat dipengaruhi oleh jumlah inokulum Carnobacterium sp. Pertumbuhan mikrob merupakan pembelahan biner
melintang, yaitu satu sel membelah diri menghasilkan dua sel. Semakin besar jumlah inokulum, berarti semakin padat populasi Carnobacterium sp. dalam
media. Oleh sebab itu, akan semakin banyak sel yang membelah, yang menyebabkan kepadatan sel Carnobacterium sp. akan semakin meningkat.
Peningkatan kepadatan populasi Carnobacterium sp. dapat menambah aktivitas hidrolisis substrat sehingga kadar glukosa dalam media kultur juga meningkat.
Menurut Fuller 1997 salah satu faktor yang menentukan keberhasilan aplikasi probiotik adalah dosis yang diberikan. Kompiang 1999 mengemukakan bahwa
dosis probiotik yang tepat dalam pakan dapat berfungsi sebagai growth promoter pada pertumbuhan hewan.
Penurunan kadar glukosa pada periode pengamatan 24 jam inkubasi terjadi karena glukosa hasil hidrolisis dimanfaatkan oleh mikrob sebagai sumber karbon
untuk kehidupannya sementara sumber glukosa dalam media, yaitu pati sudah mulai berkurang dan bahkan sudah habis. Fenomena ini dibuktikan dengan hasil
analisis pada derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada periode inkubasi 24 jam, yaitu rata-rata mencapai 100 untuk semua perlakuan. Pengamatan pada
berbagai periode inkubasi untuk mengukur hidrolisis karbohidrat pakan oleh mikrob secara in vitro sangat penting sebagai informasi periode inkubasi yang
sudah memberikan respons perbedaan pada parameter yang diamati. Pada percobaan ini, periode inkubasi yang sudah memberikan respons perbedaan
adalah pada periode pengamatan 12 jam inkubasi. Semakin banyak substrat yang tersedia semakin tinggi aktivitas mikrob
untuk menghidrolisis. Akan tetapi, substrat yang masih tersisa yang belum terhidrolisis oleh mikrob sampai periode inkubasi 12 jam masih tinggi. Hal inilah
yang menyebabkan derajat hidrolisis karbohidrat yang diperoleh menurun dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan. Derajat hidrolisis karbohidrat
yang dicapai oleh Carnobacterium sp. pada jumlah inokulum 10
10
dan 10
12
124
124 cfumL sampai 12 jam inkubasi, sudah berada pada kisaran nilai kecernaan
karbohidrat atau pati oleh ikan, yaitu sekitar 40 sampai 60. Derajat hidrolisis karbohidrat yang masih lebih rendah dibandingkan nilai kecernaan ikan pada
umumnya, ditemukan pada level karbohidrat pakan yang tinggi. Meskipun demikian, diharapkan pada aplikasi Carnobacterium sp secara in vivo, enzim
pencernaan eksogen dan endogen pada saluran pencernaan bekerja bersama -sama untuk melakukan proses degradasi karbohidrat pakan. Dengan demikian, derajat
hidrolisis atau kecernaan karbohidrat pakan dapat lebih ditingkatkan. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan in vitro, pada semua
parameter yang diamati bahwa perlakuan yang terbaik adalah jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10
12
cfumL dengan pakan E: 10 P – 60 K. Walaupun demikian, perlakuan yang diuji pada percobaan in vivo adalah jumlah inokulasi
mikrob 10
10
dan 10
12
cfumL dan pakan A : 50 P – 20 K, pakan B: 40 P – 30 K, pakan C: 30 P – 40 K, dan pakan D: 20 P – 50 K. Meskipun
hasil uji statistik membuktikan bahwa jumlah inokulum Carnobacterium sp. yang terbaik adalah 10
12
cfumL, dalam saluran pencernaan ikan juga terdapat enzim pencernaan amilase endogen yang akan mencerna karbohidrat pakan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. Diharapkan dengan 10
10
cfumL Carnobacterium sp., ikan uji sudah mampu memanfaatkan pakan buatan dengan
kadar karbohidrat yang lebih tinggi, dan memberikan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik. Pakan E: 10 P – 60 K tidak digunakan
pada tahap pengujian in vivo dengan pertimbangan kadar proteinnya terlalu rendah dibandingkan dengan kebutuhan protein pada ikan secara umum. Ikan
bandeng membutuhkan kadar protein pakan berkisar antara 20 dan 40, denga n kadar protein optimal sebesar 40 yang memberikan tingkat pertumbuhan terbaik
Lim et al. 1979; Santiago et al. 1983. Carnobacterium sp. sebagai feed additive mampu meningkatkan
pertumbuhan ikan uji baik pada jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g pakan dibandingkan dengan ikan uji kontrol. Ikan uji dengan inokulasi Carnobacterium sp. memperlihatkan peningkatan pertumbuhan
dengan meningkatnya karbohidrat pakan. Ikan uji yang mendapat pakan D: 20 P – 50 K dan pakan C: 30 P – 40 K menunjukkan tingkat pertumbuhan
125
125 tertinggi. Sebaliknya, pada ikan uji dengan perlakuan kontrol, pertumbuhan
menurun dengan meningkatnya karbohidrat. Hal senada dengan ikan uji pada perlakuan kontrol, yaitu pertumbuhan menurun dengan meningkatnya karbohidrat
dilaporkan pada beberapa spesies ikan Suarez et al. 2002; Krogdahl et al. 2004; dan Hatlen et al. 2005.
Peningkatan pertumbuhan ikan uji akibat inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan merupakan respons pemanfaatan karbohidrat pakan sebagai sumber
energi, hal ini memperlihatkan apa yang disebut protein sparing action untuk pertumbuhan. Protein dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perbaikan sel yang
rusak, tidak sebagai sumber energi. Menurut Zonneveld et al. 1991 meskipun karbohidrat bukan merupakan sumber energi yang superior bagi ikan melebihi
protein dan lemak, karbohidrat yang dicerna dari pakan dapat memperlihatkan apa yang disebut protein sparing action untuk pertumbuhan.
Respons pertumbuhan ikan uji yang tinggi terhadap inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan menghasilkan tingkat pemanfaatan pakan yang
lebih efisien dibandingkan ikan uji kontrol. Ikan uji yang mendapat pakan D: 20 P – 50 K dan pakan C: 30 P – 40 K dengan inokulasi
Carnobacterium sp. mampu memanfaatkan karbohidrat pakan lebih efektif dan menggunakan protein pakan lebih efisien sehingga memberikan respons lebih
baik pada pertumbuhan dan efisiensi pakan. Hasil yang sama dicapai oleh ikan gurame yang diberi pakan dengan inokulasi probiotik Bacillus sp. Irawan 2002;
dan Murni 2004. Pengukuran materi pertumbuhan, meliputi retensi protein dan lemak, serta
kadar glikogen hati dan otot memperlihatkan pola yang seiring dengan pertumbuhan bobot ikan uji. Inokulum Carnobacterium sp. dalam pakan, baik
pada jumlah inokulum 10
10
maupun 10
12
cfumL100 g, meningkatkan retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot ikan uji dibandingkan
dengan ikan uji kontrol. Retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot meningkat dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan. Peningkatan
kemampuan ikan uji memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi, dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan dan
126
126 pergantian sel yang rusak, yang pada akhirnya terjadi peningkatan deposisi dan
retensi protein. Berdasarkan data retensi lemak ikan uji terlihat adanya indikasi pemanfaatan
sejumlah lemak pakan untuk mencukupi kebutuhan energi karena energi yang berasal dari karbohidrat pakan rendah. Keadaan ini ditunjukkan ikan uji kontrol
dengan pakan A: 50 P – 20 K. Retensi lemak meningkat dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan, serta meningkat dengan adanya inokulasi
Carnobacterium sp. dalam pakan bahkan mencapai di atas 100. Hal ini mengindikasikan adanya pemanfaatan lemak dan karbohidrat pakan secara
maksimum untuk simpanan lemak tubuh pada proses lipogenesis. Hasil yang sama dilaporkan terjadi pada ikan gurame yang mendapat pakan yang diinokulasi
probiotik Bacillus sp. Murni 2004. Ketersediaan glukosa dalam sel, yang merupakan produk hidrolisis
karbohidrat digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan kebutuhan energi, setelah terpenuhi pemasukan glukosa yang tinggi akan merangsang
terjadinya proses glikogenesis dan lipogenesis Stryer 2000. Glikogenesis adalah perubahan bentuk glukosa menjadi glikogen seperti yang terjadi dalam hati dan
otot. Peningkatan aktivitas glikogenesis inilah yang menyebabkan meningkatnya kadar glikogen hati dan otot pada ikan uji yang diberi pakan dengan kadar
karbohidrat lebih tinggi dengan inokulasi Carnobacterium sp. Nilai yang didapat menurun dengan berkurangnya karbohidrat pakan. Peningkatan retensi protein
dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot dengan meningkatnya karbohidrat pakan juga ditemukan pada spesies ikan lain Suarez et al. 2002; Krogdahl et al.
2004; Mokoginta et al. 2004; dan Hatlen et al. 2005. Pada ikan uji kontrol, pertumbuhan tertinggi ke rendah adalah yang diberi
pakan A: 50 P - 20 K, pakan B: 40 P - 30 K; pakan C: 30 P - 40 K, dan pakan D: 20 P - 50 K. Hal ini terjadi karena perbedaan pada kadar
protein-karbohidrat pakan yang diberikan. Ikan uji yang mendapat pakan dengan kadar protein yang lebih tinggi memperlihatkan respons pertumbuhan tertinggi
dan menurun dengan menurunnya kadar protein pakan. Pengaruh yang lain diduga adanya perbedaan komposisi asam amino dan asam lemak pakan. Perbedaan
komposisi asam amino dan asam lemak pada setiap pakan uji disebabkan oleh
127
127 perbedaan komposisi tepung ikan, tepung kedelai, dan tepung terigu dalam
formulasi pakan Pola pertumbuhan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi
Carnobacterium sp. dari tertinggi ke rendah adalah yang diberi pakan pakan D: 20 P - 50 K, pakan C: 30 P - 40 K, pakan B: 40 P - 30 K, dan
pakan A: 50 P - 20 K. Fenomena ini merupakan respons ikan uji pada perubahan fisiologis saluran pencernaan akibat inokulasi Carnobacterium sp.
Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan meningkatkan populasi mikrob dalam saluran pencernaan ikan uji, yaitu dari sekitar 10
10
cfumL menjadi 10
13
cfumL pada saat puncak hidrolisis pakan. Peningkatan populasi mikrob dalam saluran
pencernaan ikan uji meningkatkan aktivitas enzim pencernaan, yaitu enzim a-amilase dan protease di dalam saluran pencernaan ikan uji. Enzim a-amilase
dan protease pepsin dan tripsin adalah enzim yang berperan sebagai katalisator pada pencernaan karbohidrat dan protein. Peningkatan aktivitas enzim pencernaan
yang berasal dari kontribusi mikrob pada saluran pencernaan ikan dilaporkan oleh beberapa peneliti Gatesoupe 1999; Handayani et al. 2000; Robertson et al. 2000;
dan Murni 2004. Peningkatan aktivitas enzim a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji dapat meni ngkatkan kecernaan karbohidrat dan
protein pakan. Akibatnya, penyerapan nutrien hasil hidrolisis di dalam saluran pencernaan juga meningkat. Hal ini merupakan respons positif dari ikan uji pada
Carnobacterium sp. yang diberikan sehingga lebih mampu memanfaatkan karbohidrat pakan sebagai sumber energi, dan protein lebih banyak
diperuntukkan bagi pertumbuhan. Hasil akhirnya adalah peningkatan pertumbuhan.
Populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji meningkat pada 5 jam post prandial dibandingkan dengan ikan uji kontrol. Pada periode waktu 5 jam
aktivitas pada saluran pencernaan ikan uji tinggi, dan masih banyak nutrien yang tersedia. Penurunan kembali populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji 24
jam post prandial disebabkan pakan dalam saluran pencernaan sudah habis dihidrolisis dan nutrien hasil hidrolisis sudah diserap ke dalam tubuh. Oleh
karena itu, tidak tersedia nutrien yang cukup untuk pertumbuhan mikrob. Mikroorganisme dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang kaya
128
128 akan molekul kompleks dengan cara mensekresikan enzim yang disebut
eksoenzim. Eksoenzim mengkatalisasikan hidrolisis makromolekul menjadi molekul yang lebih sederhana seperti protein menjadi asam amino, polisakarida
menjadi gula, dan lemak menjadi asam lemak. Molekul yang sudah kecil ini diangkut ke sitoplasma sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi atau
senyawa pemula dalam sintesis komponen sel Lay 1994. Eksoenzim disekresikan oleh mikrob untuk mendegradasi pakan, dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan karbon atau energi mikrob itu sendiri. Akan tetapi, ketersediaan nutrien lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan mikrob
sampai pada batas jumlah inokulum tertentu. Hal inilah yang menjadi satu alasan tidak ada perbedaan populasi mikrob pada berbagai kadar protein-karbohidrat
pakan. Perimbangan ketersediaan nutrien yang lebih banyak dari kebutuhan mikrob, menyebabkan ketersediaan nutrien untuk ikan uji tidak terganggu.
Keuntungan bagi ikan uji adalah eksoenzim yang disekresikan mikrob dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan pada saluran pencernaan ikan uji.
Aktivitas enzim a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji meningkat dengan adanya inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan.
Peningkatan aktivitas enzim a-amilase pada saluran pencernaan ikan uji dengan adanya inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan, diikuti juga oleh peningkatan
aktivitas enzim protease. Carnobacterium sp. adalah mikrob amilolitik yang memerlukan pati sebagai sumber karbonnya, tetapi mikrob ini juga dapat
memanfaatkan sumber karbon lain selain pati pada media hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan aktivitas enzim protease pada saluran pencernaan ikan uji
dengan inokulasi Carnobacterium sp. meningkat dibandingkan kontrol. Pelczar dan Chan 1988 mengemukakan bahwa mikrob seperti juga manusia memerlukan
zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan fungsi normalnya, yaitu sumber energi, karbon, nitrogen, mineral, vitamin, dan air.
Aktivitas enzim a-amilase meningkat dengan peningkatan karbohidrat pakan, dan aktivitas enzim protease meningkat dengan peningkatan protein pakan.
Hal ini berhubungan dengan ketersediaan substrat yang dihidrolisis oleh enzim. Semakin banyak substrat yang tersedia, semakin banyak eksoenzim yang
disekresikan mikrob. Ketersediaan substrat juga akan merangsang saluran dan
129
129 kelenjar pencernaan ikan untuk mensekresikan enzim endogen secara maksimal
sampai batas tertentu. Dengan demikian, terjadi peningkatan aktivitas enzim a- amilase dan protease untuk menghidrolisis karbohidrat dan protein pakan.
Peningkatan ini berdampak pada peningkatan kecernaan karbohidrat dan protein pakan pada ikan uji yang mendapat pakan yang diinokulasi Carnobacterium sp.
Nilai kecernaan pakan atau disebut juga kofisien pencernaan dapat menggambarkan kemampuan ikan untuk mencerna pakan, juga dapat
menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ikan. Kecernaan karbohidrat dan protein pakan ikan uji pada perlakuan kontrol, menurun dengan
bertambahnya kadar karbohidrat pakan. Hasil yang sama dilaporkan ditemukan pada ikan rainbow trout Pan et al. 2005. Pada ikan uji yang mendapat pakan
dengan inokulasi Carnobacterium sp. tidak ada perbedaan antar-perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan ikan uji kontrol.
Kecernaan karbohidrat dan protein pakan akan menurun dengan meningkatnya komposisi non-protein dalam pakan. Hal ini demikian karena, pada proses
pencernaan karbohidrat, semakin tinggi kadar karbohidrat pakan semakin besar substrat yang tersedia untuk enzim a-amilase. Akan tetapi kapasitas aktivitas
enzim a-amilase untuk menghidrolisis karbohidrat rendah. Dengan demikian, semakin tinggi kadar karbohidrat pakan semakin banyak bagian yang tidak
tercerna dan dikeluarkan dari tubuh sebagai feses. Peningkatan bagian karbohidrat yang tidak tercerna akibat peningkatan kadar karbohidrat pakan berpengaruh pada
kecernaan protein. Hal ini terjadi demikian karena protein yang belum sempat dicerna dengan baik akan ikut terbuang bersama dengan bagian karbohidrat yang
tidak tercerna. Peningkatan nilai kecernaan karbohidrat dan protein ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. disebabkan oleh peningkatan
aktivitas a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji sehingga aktivitas degradasi substrat meningkat. Hal ini juga yang menyebabkan kenapa
kadar protein dan karbohidrat pakan tidak mempengaruhi kecernaan karbohidrat. Semakin banyak karbohidrat pakan yang tercerna semakin sedikit bagian yang
tidak tercerna. Oleh karena itu, tidak banyak bagian protein yang ikut terbuang bersama karbohidrat.
130
130 Glukosa adalah produk hidrolisis enzimatik karbohidrat pakan, diserap di
usus halus masuk ke aliran darah Kadar glukosa dalam darah merupakan resultan atau hasil perimbangan sesaat antara laju penyerapan glukosa dari saluran
pencernaan ke dalam aliran darah dan laju pemasukan glukosa darah ke dalam sel pada proses metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa darah yang terus meningkat
mengindikasikan adanya aliran glukosa ke dalam darah yang lebih besar dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Sebaliknya, kadar glukosa
akan menurun apabila aliran glukosa ke dalam darah lebih rendah dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Dengan demikian, puncak kadar glukosa
darah terjadi saat aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mencapai titik keseimbangan. Puncak dan permulaan turunnya puncak
kadar glukosa darah tercepat diperlihatkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada jam ke-4 post prandial, sedangkan
ikan uji kontrol pada jam ke-6 pos prandial. Proses hidrolisis enzimatik karbohidrat yang berlangsung maksimal pada saluran pencernaan, menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah berlangsung cepat pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. Hal ini dapat memicu bioaktivitas
insulin pada tingkat tertinggi sehingga pemasukan glukosa darah ke dalam sel berlangsung dengan cepat dan kadar glukosa dalam darah segera menurun
Matthews et al. 2003. Peningkatan penggunaan glukosa untuk energi metabolisme sel juga dirangsang dengan meningkatnya karbohidrat pakan.
Furuichi 1988 mendapatkan bahwa enzim glikolitik seperti fosfofruktokinase dan heksokinase terlihat lebih efektif pada ikan omnivora. Peningkatan aktivitas
fosfofruktokinase dijumpai pada ikan nila hibrida setelah mengkonsumsi sejumlah karbohidrat Shiau dan Chen 1993; Shiau dan Liang 1995. Glukosa
yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga menghindari penggunaan sejumlah asam amino
sebagai sumber energi metabolik. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan deposisi materi pertumbuhan seperti protein dan lemak. Suarez
et al. 2002 melakukan analisis aktivitas glikolisis dan glukoneogenesis secara tidak langsung dengan mengukur aktivitas enzim hati yang berperan, yaitu PK
pyruvate kinase, FBPase fructose 1.6 bis-phosphatase, dan G6PDH glukosa 6-
131
131 phosphate dehydrogenase. Aktivitas glikolisis meningkat dengan bertambahnya
kadar karbohidrat dibandingkan protein pakan dan aktivitas glukoneogenesis dapat dikurangi mulai dari 20 sampai 30 untuk setiap peningkatan kadar
karbohidrat dibanding protein pakan. Kadar trigliserida dalam darah merupakan resultan atau perimbangan sesaat,
antara laju penyerapan trigliserida hasil hidrolisis enzimatik lemak pada saluran pencernaan ke dalam aliran darah dan laju pemanfaatannya pada sel-sel hati,
sebelum disintesis kembali dan disimpan dalam jaringan adiposa. Fenomena yang terjadi pada kadar trigliserida darah juga terjadi seperti pada resultan kadar
glukosa darah. Kadar trigliserida darah ikan uji pada setiap perlakuan mencapai titik puncak pada antara jam ke-6 sampai jam ke-8 post prandial. Ikan uji yang
mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan kadar trigliserida darah yang lebih tinggi dibandingkan ikan uji kontrol, serta lebih
rendah dengan menurunnya karbohidrat pakan baik pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dan kontrol. Hal ini
mengindikasikan adanya pemanfaatan sejumlah lemak pakan untuk mencukupi kebutuhan energi yang disebabkan oleh rendahnya energi yang berasal dari
karbohidrat pakan. Peningkatan kadar trigliserida darah ikan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan dan peningkatan kadar karbohidrat pakan
mengindikasikan adanya proses lipogenesis, baik dari lemak pakan maupun dari kelebihan glukosa darah. Kelebihan energi ini akan segera diubah menjadi
trigliserida dan selanjutnya disimpan dalam jaringan adiposa. Pola kadar glukosa pada beberapa spesies ikan bervariasi, yang dipengaruhi
beberapa faktor di antaranya jenis dan ukuran, kekomplekskan dan kadar karbohidrat. Umumnya puncak dan penurunan puncak kadar glukosa darah ikan
yang mendapat pakan dengan sumber karbohidrat pati sekitar 5 sampai 6 jam post prandial Deng et al. 2001; Stone et al. 2003b; dan Subandiyono 2004.
Gambaran terjadinya peningkatan aktivitas yang terjadi dalam saluran pencernaan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp.
dapat dilihat juga pada parameter pola konsumsi oksigen harian. Aktivitas mengkonsumsi oksigen segera meningkat setelah ikan uji mengkonsumsi pakan,
hal ini nampak terlihat pada ketiga frekuensi pemberian pakan selama 24 jam.
132
132 Ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. memerlukan
waktu yang lebih pendek dibandingkan ikan uji kontrol, yaitu berkisar antara 0,5 dan 3,5 jam untuk aktivitas mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang, dan
menurun kembali setelah mencapai puncak. Ikan uji kontrol, memerlukan waktu lebih lama, yaitu berkisar antara 1 sampai 5 jam untuk mengkonsumsi oksigen
pada saat kenyang. Pola konsumsi oksigen yang diperlihatkan ikan uji merupakan gambaran pola penggunaan energi untuk aktivitas pencernaan. Sehubungan
dengan ini dapat direkomendasikan bahwa frekuensi pemberian pakan untuk ikan bandeng dilakukan 3 kali sehari dengan jarak antar-pemberian maksimal 5 jam.
Gambaran pola konsumsi oksigen harian mg O
2
kg
0,8
jam yang terjadi sejalan dengan pola kadar glukosa dan trigliserida darah ikan uji pada penelitian ini.
Konsumsi oksigen merupakan bagian penting dari keseimbangan bioenergetik sebab menggambarkan penggunaan energi langsung pada kerja
metabolik termasuk metabolisme untuk hidup pokok, makan, dan aktif Schmidt- Nielsen 1990; Lemos dan Phan 2001; Rosas et al. 2001. Inokulasi
Carnobacterium sp. dalam pakan meningkatkan konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang ikan uji yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Konsumsi oksigen juga meningkat dengan bertambahnya kadar protein pakan dibandingkan karbohidrat pakan baik pada ikan uji dengan inokulasi
Carnobacterium sp. maupun kontrol. Fenomena yang sama juga diperlihatkan oleh gambaran pekerjaan metabolisme ikan uji yang diperoleh dari data konsumsi
oksigen yang dikonversikan dengan nilai setara kalor, yaitu laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action kJkg
0,8
hari. Metabolisme basal atau standar didefinisikan sebagai tingkat pembelanjaan
energi minimal untuk mempertahankan struktur dan fungsi jaringan agar organisme tetap hidup. Pengukuran dilakukan pada kondisi setelah organisme
dipuasakan post absorptive, kondisi lingkungan yang netral dan organisme dalam keadaan istirahat dan tidak banyak bergerak Affandi et al. 2005;
Wuenschel et al. 2005. Nilai laju metabolisme basal yang diperoleh pada percobaan ini adalah berkisar antara 38,08 dan 43,92 kJkg
0,8
hari. Laju metabolisme basal pada organisme terestrial adalah sebesar 70 kkalBBM yang
setara dengan 292 kJBBM
0,75
Brody 1974. Hal ini menunjukkan adanya
133
133 perbedaan laju metabolisme basal antara organisme akuatik dan terestrial, dimana
organisme akuatik hanya menggunakan energi sekitar 17 bagian dibandingkan organisme terestrial. Ikan bandeng termasuk organisme akuatik berdarah dingin
poikiloterm yang membutuhkan energi untuk hidup pokok menyesuaikan diri dengan suhu lingkungan yang lebih rendah dibandingkan organisme terestrial
homiokiloterm. Kebutuhan energi organisme akuatik adalah 10 sampai 30 kali lebih rendah dari homioterm yang harus mempertahankan suhu tubuh 35
o
C. Pembelanjaan energi untuk mempertahankan suhu tubuh pada organisme akuatik
hampir dikatakan nol dan energi yang dibelanjakan untuk menopang tubuh serta mempertahankan posisi dan pergerakan dalam air sangat kecil Cho et al. 1982;
Affandi et al. 1994. Laju metabolisme kenyang dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh
informasi tentang penggunaan energi saat puncak proses metabolisme dan pencernaan. Nilai laju metabolisme kenyang pada ikan berkisar antara 1,5 dan 5,8
kali laju metabolisme basal Brett dan Goves 1979. Laju metabolisme rutin atau disebut juga dengan produksi panas harian atau energi yang hilang menjadi panas,
merupakan akumulasi penggunaan energi pada berbagai aktivitas. Laju metabolisme kenyang dan rutin tertinggi ditunjukkan ikan uji yang mendapat
pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada kadar protein-karbohidrat 20P dan 50K. Laju metabolisme kenyang dan rutin menurun dengan
meningkatnya kadar kabohidrat pakan. Meningkatnya laju metabolisme kenyang dan rutin pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium
sp. disebabkan adanya peningkatan proses-proses fisiologis akibat peningkatan proses hidrolisis nutrien pakan di dalam saluran pencernaan. Peningkatan
aktivitas metabolisme termasuk pengambilan, mencerna, dan absorbsi nutrien pakan mengakibatkan peningkatan penggunaan energi untuk aktivitas tersebut,
seperti yang ditunjukkan pada nilai specific dynamic action. Specific dynamic action ditentukan dengan mengurangi nilai antara laju
metabolisme kenyang dan basal. Specific dynamic action merupakan tingkat penggunaan energi untuk menghancur, mengubah dan menyimpan produk
pencernaan melalui proses metabolisme nutrien. Nilai specific dynamic action yang ditunjukan ikan uji seiring dengan nilai laju metabolisme kenyang dan rutin.
134
134 Specific dynamic action tertinggi ditunjukkan ikan uji yang mendapat pakan
dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada kadar protein-karbohidrat 20 P dan 50 K. Specific dynamic action meningkat dengan bertambahnya kadar
protein pakan. Priedi 1985 mengemukakan bahwa nilai specific dynamic action akan besar jika pakan yang dikonsumsi kaya dengan protein dan diperkirakan
bervariasi antara 5 dan 20 dari energi yang dikonsumsi. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan protein yang tinggi dalam pakan memerlukan ongkos yang
tinggi untuk menghancur, mengubah, dan menyimpan produk pencernaan melalui proses metabolisme nutrien. Akibatnya, tingkat metabolisme menjadi lebih besar.
Peningkatan kadar karbohidrat dibandingkan protein pakan dapat menurunkan aktivitas metabolisme ikan uji sehingga penggunaan energi menjadi lebih efisien.
Jumlah energi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain spesies ikan, umur, komposisi ransum, tingkat
reproduksi, dan laju metabolisme standar. Besarnya specific dynamic action pada ikan untuk mengolah karbohidrat ikan herbivora adalah sebesar 5 sedangkan
untuk mengolah protein ikan karnivora adalah sebesar 30 Zonneveld et al. 1991.
Laju metabolisme ikan bandeng cukup tinggi dibandingkan ikan lain Becker dan Fishelson 1986; Becker et al. 1992; Guerin dan Stickle 1997; Shouqi
et al. 1997; Fu dan Xie 2004. Hal ini terjadi karena ikan bandeng adalah ikan perenang cepat serta ikan yang agresif sehingga memerlukan energi yang tinggi
untuk memenuhi kegiatan fisiologis yang terjadi di dalam tubuhnya. Peningkatan kecepatan renang yang menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen ditunjukkan
oleh ikan salmon dan rainbow trout Weatherly dan Gill 1987, serta oleh ikan mas Zonneveld et al. 1991. Dugaan lain adalah adanya perbedaan suhu
lingkungan pada saat pengukuran. Peningkatan suhu lingkungan sangat berpengaruh pada aktivitas metabolisme dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi karena
ikan adalah poikiloterm atau hewan berdarah dingin, yaitu suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Setiap kenaikan suhu 10
o
C maka aktivitas metabolisme akan meningkat 2 kali lipat.
Neraca energi memberikan gambaran mengenai tingkat pemasukan energi, serta ketersediaan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan, tingkat retensi
135
135 energi, serta persentase energi yang diretensi per energi yang dikonsumsi dan
energi metabolik per konsumsi energi. Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan mampu meningkatkan energi yang diretensi dalam tubuh, energi metabolik
dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji, serta mengefisienkan energi yang
dikonsumsi. Energi metabolik adalah energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan
pertumbuhan. Kebutuhan energi untuk hidup pokok harus dipenuhi terlebih dahulu, apabila terdapat kelebihan akan digunakan untuk pertumbuhan. Besarnya
energi metabolik ditentukan dari penjumlahan antara penggunaan energi pada metabolisme rutin dan retensi energi Affandi et al. 2005. Kebutuhan energi
untuk hidup pokok dan pertumbuhan sangat bergantung pada kualitas makanan terutama kadar protein dan kuantitas makanan yang dikonsumsi rasio ikan.
Proses pencernaan, penyerapan, dan metabolisme merupakan proses yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Energi metabolik yang tinggi pada ikan
uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dan meningkat dengan bertambahnya kadar karbohidrat pakan disebabkan oleh tingkat pencernaan dan
penyerapan karbohidrat pada saluran pencernaan ikan uji berlangsung optimum. Hal ini menyebabkan ketersediaan energi untuk metabolisme terpenuhi dari proses
glikolisis dan lipolisis, sedangkan energi yang diretensi lebih banyak berasal dari deposisi protein. Ikan uji yang diberi pakan D: 20 P – 50 K dengan
inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan persentase energi metabolik tertinggi, yaitu sekitar 90 dari energi yang dikonsumsi. Ikan uji kontrol yang mendapat
pakan D: 20 P – 50 K menunjukkan persentase energi metabolik terendah, yaitu sekitar 50 dari energi yang dikonsumsi. Persentase energi metabolik yang
dihasilkan cukup tinggi dibandingkan dengan persentase energi metabolik hewan air lain. Energi metabolik pada larva Farfantepenaeus paulensis berkisar antara
29,84 dan 66,11 dari energi yang dikonsumsi Lemos dan Phan 2001. Energi metabolik pada Litopenaeus setiferus stadia postlarva PL 1 – 10 berkisar 36,13
sampai 56 dari energi yang dikonsumsi. Pada L. vannamei PL 1 – 10 energi metabolik yang diperoleh berkisar antara 39,21 dan 57,85 dari energi yang
136
136 dikonsumsi Brito et al. 2004. Energi metabolik kepiting bakau sekitar 51,01
dari energi yang dikonsumsi pada salinitas 25 ppt Karim 2005. Energi yang teretensi adalah energi yang terdeposisi dalam tubuh dan
digunakan untuk pertumbuhan. Retensi energi ikan uji meni ngkat dengan inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan dan menurun dengan berkurangnya
kadar karbohidrat pakan. Ikan uji yang diberi pakan D: 20 P – 50 K dengan inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan persentase retensi energi tertinggi,
yaitu sebesar 64 dari energi yang dikonsumsi. Ikan uji kontrol yang mendapat pakan D: 20 P – 50 K menunjukkan persentase retensi energi terendah,
yaitu sebesar 35 dari energi yang dikonsumsi. Retensi energi yang dihasilkan seiring dengan nilai retensi protein dan retensi lemak. Peningkatan kemampuan
ikan uji memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi berdampak positif pada deposisi materi pertumbuhan, dan tentunya pada akhirnya terhadap pertumbuhan
bobot. Persentase retensi energi yang dihasilkan cukup ti nggi dibandingkan persentase retensi energi hewan air lain. Retensi energi pada Labeo rohita
berkisar antara 17,2 dan 33,8 Satphaty et al. 2001. Retensi energi yang dihasilkan pada ikan mas yang mendapat pakan 40 protein adalah sebesar
30,1 Focken et al. 1997. Retensi energi yang dihasilkan pada Melanogrammus aeglefinus berkisar antara 39,3 dan 42,0 Kim dan Lall 2001. Energi yang
teretensi pada kepiting bakau sekitar 38,62 pada salinitas 25 Karim 2005. Energi yang diretensi pada ikan halibut atlantik berkisar antara 38,0 dan 46,7.
Retensi energi meningkat dengan bertambahnya ukuran ikan Harlen et al. 2005. Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran tentang alokasi energi ikan
bandeng yang dipelihara dengan pemberian pakan yang diinokulasi dengan mikrob Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum dan kadar protein-
karbohidrat pakan. Pada total energi yang dikonsumsi sekitar 53 sampai 94 merupakan persentase energi metabolik, yaitu energi yang siap digunakan untuk
metabolisme dan pertumbuhan. Energi yang teretensi berkisar mulai dari 35 sampai 64, energi yang dihasilkan sebagai panas berkisar mulai dari 19 sampai
28. Dari total energi yang termetabolisme sebesar 60 sampai 70 adalah energi yang teretensi.
137
137 Respons ikan uji terhadap perbedaan jumlah inokulum Carnobacterium sp.
10
10
dan 10
12
cfumL100 g pakan tidak signifikan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan mikrob dalam saluran pencernaan tidak berbeda.
Mikrob merupakan makhluk hidup yang akan tumbuh dan berkembang apabila tersedia nutrien dan kondisi lingkungannya sesuai Pelczar dan Chan 1988. Oleh
karena itu, pada percobaan ini mikrob dalam saluran pencernaan tumbuh dan berkembang dalam keseimbangan sampai suatu batas pertumbuhan optimum.
Hasil yang sama dilaporkan oleh Rengpipat et al. 1998, 2000; Irawan 2000; Ali 2002; dan Tae 2003 .
Inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan uji. Hal ini terjadi karena, ikan uji
dapat beradaptasi dengan baik pada perlakuan yang diberikan. Mortalitas yang ditemukan selama penelitian disebabkan oleh penanganan waktu pengambilan
sampel atau ikan uji melompat keluar dari media pemeliharaan karena adanya kejutan.
Simpulan
Berdasarkan beberapa parameter yang diamati pada percobaan in vitro maupun in vivo dapat ditarik beberapa simpulan yaitu :
1. Pada percobaan in vitro dengan periode inkubasi selama 12 jam adalah waktu yang optimum untuk melihat kemampuan mikrob amilolitik Carnobacterium
sp. pada berbagai jumlah inokulum dan kadar protein- karbohidrat. 2. Pertumbuhan terbaik dihasilkan oleh juvenil ikan bandeng dengan bobot awal
± 2,5 g pada pemberian pakan yang diinokulasi mikrob Carnobacterium sp. dengan jumlah inokulum 10
10
cfumL100 g pakan dan kadar protein- karbohidrat pakan 20 P – 50 K.
3. Peningkatan penggunaan karbohidrat oleh ikan uji memperlihatkan apa yang disebut dengan protein sparing action untuk pertumbuhan.
4. Berdasarkan pola konsumsi oksigen harian mg O
2
kg
0,8
jam dan pola kadar glukosa serta trigliserida darah ikan uji mg100 mL dapat direkomendasikan
bahwa frekuensi pemberian pakan untuk ikan bandeng dilakukan 3 kali sehari dengan jarak antar pemberian maksimal 5 jam.
138
138
KONTRIBUSI MIKROFLORA DALAM SALURAN PENCERNAAN IKAN BANDENG
Pendahuluan
Zat gizi yang terkandung dalam pakan, yaitu protein, karbohidrat, dan lemak agar dapat diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah,
memerlukan proses penyederhanaan menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Menurut Affandi et al. 2005 proses penyederhanaan pakan yang berlangsung
secara kimiawi disebut juga hidrolisis, melibatkan enzim pencernaan sebagai katalisator biologis. Komponen pakan utama berupa protein, lemak, dan
karbohidrat diurai menjadi senyawa-senyawa sederhana yang merupakan komponen penyusunnya. Dijelaskan oleh Schreck dan Peter 1990 hidrolisis
nutrien makro menjadi nutrien mikro pada sistem pencernaan ikan dimungkinkan dengan adanya enzim pencernaan, yaitu protease, amilase, karbohidrase, lipase,
dan asam lambung. Cairan ini dihasilkan oleh lambung, usus, hati, dan pankreas. Studi literatur menunjukkan bahwa selain enzim pencernaan endogen,
ditemukan juga sumbangan enzim pencernaan eksogen dari mikroflora yang hidup bersimbiosis mutualisme dengan ikan di dalam saluran pencernaannya, seperti
dilaporkan oleh Migita dan Hashimoto 1949 dalam Opuszynski dan Shireman 1994; Steckney dan Shumway 1974 dalam Opuszynski dan Shireman 1994;
Shcherbina dan Kazlauskene 1971 dalam Opuszynski dan Shireman 1994; Stickney dan Shumway 1974 dalam Clarke dan Bauchop 1977; Clarke dan
Bauchop 1977; Das dan Tripathi 1991; dan Xue et al. 1999. Umumnya yang diteliti adalah kontribusi enzim sellulase mikrobial dalam saluran pencernaan ikan
yang berasal dari mikroflora. Diduga, mikroflora di dalam saluran pencernaan ikan tidak hanya mikrob yang berkontribusi dalam menghasilkan enzim sellulase,
akan tetapi juga terdapat mikroflora yang berkontribusi dalam menyumbangkan enzim pencernaan lain seperti enzim protease, amilase, dan lipase, terutama pada
saluran pencernaan ikan bandeng. Oleh karena itu, untuk menjawab hal ini dilakukan percobaan dengan mengacu pada percobaan-percobaan yang telah
dilakukan oleh para peneliti pendahulu.
139
139 Percobaan ini bertujuan untuk mengukur kontribusi mikroflora dalam
saluran pencernaan ikan bandeng, yaitu dalam menyumbangkan enzim pencernaan a-amilase, protease, dan lipase eksogen.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Hatchery Mini, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS. Analisis beberapa peubah dilakukan di
Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS, Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, IPB. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan mulai bulan April 2005 sampai Juni
2005.
Prosedur Penelitian
Wadah yang digunakan pada percobaan ini sama dengan yang digunakan pada percobaan II in vivo, yaitu penggunaan mikrob amilolitik Carnobacterium
sp. sebagai probiotik pada budi daya ikan bandeng. Wadah yang digunakan berupa akuarium kaca dengan sistem resirkulasi berukuran panjang, lebar dan
tinggi masing-masing 50 x 40 x 35 cm. Bagian sisi-sisi wadah ditutup dengan plastik hitam dan untuk menghindari ikan uji supaya tidak melompat, bagian atas
wadah ditutup dengan penutup dari kawat nyamuk yang sisi-sisinya dijepit dengan bambu. Sebelum digunakan, wadah dan semua peralatan terlebih dahulu
didesinfektan dengan klorida kaporit dan dinetralkan dengan thiosulfat. Wadah percobaan diisi air sebanyak 55 L denga n kisaran salinitas 15 sampai 16 ppt. Air
yang digunakan telah disterilkan dengan 150 ppm klorida selama 24 jam dan selanjutnya dinetralkan dengan 75 ppm thiosulfat. Ikan bandeng dengan bobot
rata-rata ± 20 g ditebar dengan kepadatan 10 ekor per wadah satu unit percobaan. Sebelum ditebar, ikan uji telah diaklimatisasikan dengan media budi
daya dan pakan yang akan diberikan secara at satiation selama 2 minggu, setelah masa aklimatisasi selesai ikan uji dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan
menghilangkan sisa pakan dalam tubuh.
140
140 Investigasi ini dilaksanakan dengan mengacu pada metode Xue et al.
1999. Ikan uji dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu ikan uji yang diberi pakan yang mengandung antibiotik dengan dosis 100 IUmL penicillin G dan 100
mgmL streptomisin per kg pakan dan ikan uji yang diberi pakan tanpa antibiotik. Masing-masing perlakuan di ulang 2 kali. Ikan dipelihara selama 8 hari dan diberi
pakan secara at satiation sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00. Selama percobaan, kualitas media budi daya dijaga dalam kisaran yang
layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeng. Kualitas air dijaga dengan cara melakukan penyiponan pada sisa pakan dan feses di dasar
wadah, serta melakukan pergantian air sebanyak 25 setiap hari. Suhu air berkisar antara 29 dan 30
o
C; pH berkisar antara 7,4 dan 7,6; oksigen terlarut berkisar antara 5,2 dan 6,5 ppm, karbondioksida bebas berkisar antara 11,97 dan
12,07 ppm; amoniak berkisar antara 0,006 dan 0,009 ppm; dan salinitas berkisar antara 15 dan 16 ppt.
Parameter yang diamati adalah 1 populasi mikrob, dan 2 aktivitas enzim pencernaan.
1. Populasi Mikrob