Lokasi Penelitian METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Dasar Pemikiran : Hipotesis Pengarah

petuanan milik Kerajaan Iha yang ada dalam negeri-negeri tersebut. Setelah kerajaan Iha dihancurkan Belanda, maka Belanda membagi wilayah-wilayah tersebut menjadi sejumlah negeri seperti sekarang ini. Pulau Saparua terdiri dari 16 negeri, dengan tiga negeri mayoritas beragama Salam yaitu Iha, Kulor dan Sirisori Salam serta 13 negeri lainnya mayoritas beragama Sarani. Sebelum pecahnya konflik 1999, Pulau Saparua merupakan salah satu pusat kediaman etnis Buton Sulawesi Tenggara yang dominan beragama Salam, namun dapat hidup berdampingan secara damai dengan penduduk lokal bahkan ada yang mengikat kekerabatan melalui perkawinan antar etnis sekaligus antar agama tanpa menjadikannya suatu permasalahan. Selama ini belum ada studi jejaring sosial serta keterkaitannya dengan konflik di Pulau Saparua pada khususnya dan Maluku pada umumnya. Padahal Pulau Saparua juga menjadi sasaran pengungsian oleh kaum kerabat dari pulau sekitarnya, terutama dari Pulau Ambon dan Pulau Seram. Selain itu, penanganan implikasi konflik seperti pengungsi oleh Pemerintah dan LSM juga telah dilakukan sejak pecahnya konflik 1999. Dengan demikian pemilihan Pulau Saparua juga merupakan usaha untuk mengungkapkan pemahaman fakta sosial berupa jejaring sosial dan konflik, yang bukan saja ada di Ambon sehingga perlu bergeser ke luar Ambon. Aspek inilah yang menjadi perbedaan mendasar dengan penelitian-penelitian sebelumnya, di samping juga bahwa penelitian ini terfokus pada jejaring sosial dalam konflik di aras mikro pedesaan pada tiga negeri Iha, Sirisori Sarani dan Pia yang terkena konflik dan implikasinya secara langsung kemudian dicari keterkaitannya ke aras meso.

IV. SAPARUA : AJANG KONFLIK SEJAK MASA PENJAJAHAN

4.1. Masa Penjajahan : Pusat Pengaturan Aktivitas

Sejak masa kompeni, Saparua menjadi pusat pengaturan aktivitas ekonomi, terutama untuk pengumpulan hasil-hasil perkebunan cengkeh milik rakyat di Saparua, Nusalaut dan sebagian Pulau Seram. Letaknya yang strategis menyebabkan Saparua dipilih kompeni sebagai pusat pengontrolan dan pengaturan kegiatan perdagangan. Hal tersebut menyebabkan aktivitas kompeni di Saparua didukung oleh pertahanan yang kuat melalui pembangunan Benteng Duursteede. Oleh karena itu, segala kegiatan pihak Kompeni diatur dulu dari Saparua kemudian dilaksanakan oleh pihak-pihak yang telah ditentukan. Termasuk aktivitas penyebaran agama Sarani, berbagai aktivitas politik pecah belah sebagai upaya meredam pemberontakan oleh masyarakat Saparua tahun 1817 di bawah pimpinan Thomas Matulessy Kapitan Pattimura. Saparua pula menjadi salah satu pusat pergerakan masyarakat melawan kepentingan pihak penjajah. Menurut catatan van der Kemp yang merujuk pada catatan harian Van Middelkoop yang kemudian disarikan oleh Idema 1917, terdapat delapan penyebab pemberontakan Saparua, yaitu : 1. Beredarnya uang kertas sebagai alat resmi perdagangan, sementara masyarakat sendiri tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh uang kertas dimaksud meskipun dalam proses tukar menukar. 2. Perintah dan paksaan kompeni untuk membuat garam, padahal masyarakat belum memiliki pengetahuan tentang cara membuat garam. 3. Pembukaan perkebunan pala, dimana rakyat dikerahkan tanpa dibayar tetapi hanya sebagai pekerja paksa. 4. Perintah untuk memotong kayu dan membuat atap serta gaba-gaba untuk dinding bangunan secara paksa. 5. Keharusan wajib belajar bagi anak-anak di Saparua terutama di kota Saparua, sementara di negeri-negeri lain tidak diharuskan. 6. Merekrut para pemuda secara paksa dalam dinas militer di Jakarta. 7. Memperdagangkan ikan kering dan dendeng secara paksa. 8. Memperdagangkan kopi secara paksa. Pembentukan formasi negeri yang dilakukan Belanda sebenarnya tidak bermaksud untuk menunjukkan organisasi sosial yang didasarkan atas garis keturunan genealogis. Setiap negeri memiliki sejumlah sukumarga eksogami perkawinan campuran yang bersifat patrilineal. Sukumarga itulah yang disebut sebagai matarumah. Matarumah merupakan sebutan dari bahasa Melayu yang bahasa aslinya tau, dan istilah fam sebenarnya berasal dari bahasa Belanda Cooley, 1962 : 36. Matarumah menjadi penting bagi negeri karena selain refleksi garis keturunan, juga untuk penetapan status kelompok utama dalam famili yaitu hubungan antara dua mata rumah yang menjadi ikatan darah karena suatu pernikahan. Hubungan turun temurun matarumah memberikan dampak terhadap pengorganisasian atas kontrol dan penggunaan tanah dati yang dianggap sebagai warisan yang tidak bisa diserahkan kepada pihak luar. Selain itu, status matarumah tertentu sangat berperan dalam administrasi negeri dan administrasi masjid kasisi di negeri Salam. Soa merupakan bagian penting dalam administrasi negeri di Saparua. Soa terdiri dari sejumlah matarumah yang hubungannya tidak memerlukan ikatan kekeluargaan. Kata soa berasal dari bahasa asli ternate yang berarti bagian geografis dari suatu kota atau desa. Tiap-tiap soa dipimpin oleh kepala soa yang kedudukannya di bawah Raja. Kepala Soa dan Raja pada awalnya ditunjuk pihak Belanda. Beberapa kedudukan lain yang penting dalam administrasi negeri adalah tuan tanah, Mauweng, Kapitan dan Kewang. Tuan tanah adalah representatif dari pendiri keluarga, mauweng yang mengurusi kegiatan kepercayaan ritualisme, kapitan merupakan pemimpin perang, dan kewang yang dipercaya untuk memelihara keamanan negeri Cooley, 1962. Kedudukan Raja saat masa kolonial mengalami perubahan fungsi yang mengarah tanggungjawab yang dilematis. Raja harus mengayomi negeri dari ancaman pihak luar, sementara Raja harus tunduk kepada keinginan Belanda. Menurut catatan Van der Kemp yang merujuk pada catatan harian Van Middelkoop yang dikutip oleh Idema 1917 dalam terminologi kolonial Belanda, Raja dianggap memiliki kekuatan sentral yang bisa dipakai untuk mengkooptasi berbagai elemen penting dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, sebagai representasi kewenangan tertinggi Negara Belanda dengan asumsi penunjukkan langsung oleh House of Orange, Raja memiliki kewajiban sebagai berikut : a. Menyediakan dan mengkoordinir tenaga kerja yang dipakai dalam pengolahan cengkeh. b. Sebagai agen untuk mendapatkan permintaan pasar atas hasil monopoli cengkeh.