Prosedur Pengolahan Data Lokasi Penelitian

Pengamatan berperan serta juga dilakukan peneliti melalui diskusi kelompok kecil pada masing-masing negeri yang hancur akibat konflik negeri Iha, Sirisori Sarani dan Pia, dengan melibatkan tokoh-tokoh adat yang tergabung dalam Saniri Negeri Badan Permusyarawatan Desa. Selain itu, peneliti juga mendiskusikan kembali hasil- hasil temuan lintas negeri yang berbeda agama dan berbatasan langsung, seperti antara Kepala Soa Sirisori Salam dan Kepala Soa Sirisori Sarani; Kepala Soa Kulor dan Kepala Dusun Pia; serta Tuan Tanah negeri Iha dengan Tuan Tanah negeri Ihamahu. Setelah draft Disertasi tersusun, melalui kerjasama Kepala Pemerintahan Kecamatan Saparua dan Latupati peneliti juga melakukan pemaparan Hasil Penelitian awal di tingkat Pulau Saparua yang diikuti oleh seluruh Informan serta Tokoh Agama dan Tokoh Adat masing-masing negeri di Saparua. Hasil pemaparan menjadi penting, karena ada masukan-masukan, kritik dan koreksi atas hasil yang diungkapkan. Sehingga, kolaborasi berbagai strategi penelitian yang digunakan peneliti kemudian bermuara sebagai suatu tulisan ilmiah hasil peneliti yang disebut Disertasi.

3.4. Prosedur Pengolahan Data

Miles dan Huberman 1992 : 15 – 21 menjelaskan ada tiga jalur analisis data kualitatif yaitu : a. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum semua data-data terkumpul dan meliputi kegiatan meringkas data, mengkode data, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo. Proses ini berlangsung sampai dengan penyusunan laporan, sehingga merupakan bentuk analisis yang menajamakan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, mengorganisir data sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. b. Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dapat berbentuk teks naratif berbentuk catatan lapangan yang seringkali terlalu panjang sehingga seringkali tidak mampu diproses sebagai informasi yang bermutu; dan berbentuk matriks, grafik, jaringan dan bagan merupakan penggabungan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sekaligus mempermudah untuk melihat apa yang terjadi dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar atau terus melangkah melakukan analisis. c. Penarikan kesimpulan mencakup pula verifikasi terhadap kesimpulan yang telah dibuat sebelumnya. Kesimpulan dapat diverifikasi dengan memikir ulang selama penulisan, tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, peninjauan kembali dan tukar pikiran antar teman sejawat, upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.

3.5. Lokasi Penelitian

Pulau Saparua merupakan salah satu pulau yang masuk wilayah administratif Kabupaten Maluku Tengah. Sejak masa kolonial Belanda wilayah ini dikenal dengan kegigihannya dalam berjuang melawan penjajahan. Bahkan di wilayah ini terdapat Benteng Duurstedee sebagai pusat pengaturan aktivitas kolonial Belanda meliputi kawasan Pulau Saparua, Pulau Nusalaut, Pulau Haruku dan sebagaian Pulau Seram. Selain itu, lama sebelum kedatangan bangsa kolonial, di Pulau Saparua sudah dikenal adanya Kerajaan Iha sekaligus sebagai pusat agama Salam. Kerajaan Iha merupakan kerajaan yang berkedudukan di puncak gunung Iha yang sekarang ini berkedudukan di jazirah Hatawano meliputi negeri Iha dan Ihamahu sebagai satu keturunan Kerajaan Iha yang dikenal dengan istilah gandong. Negeri Iha merupakan keturunan yang tetap Salam, sedangkan negeri Ihamahu merupakan keturunan yang menjadi Sarani saat Belanda menjajah Saparua Rumphius dan de Graff dalam Manusama, 1977. Saat konflik melanda Pulau Saparua, negeri Iha diserang dan dihancurkan Desember 2001 tanpa bisa ditahan oleh gandongnya negeri Ihamahu, sehingga warganya sampai saat ini menyelamatkan diri ke negeri Tulehu dan Liang Pulau Ambon dan negeri Sepa Pulau Seram. Sebelumnya, negeri Sirisori Sarani juga diserang dan dihancurkan oleh gandongnya negeri Sirisori Salam sehingga warga desa Sirisori Sarani berpindah ke negeri lama tempat kedudukan negeri pertama kali yaitu pada daerah perbukitan di belakang negeri tersebut. Kemudian diikuti pula oleh penyerangan dan penghancuran dusun Pia oleh negeri Kulor, sehingga warga dusun Pia menyelamatkan dirinya ke kota Saparua. Seperti diketahui negeri Kulor, dusun Pia, negeri Sirisori Sarani dan negeri Sirisori Salam merupakan wilayah yang dahulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Iha, sehingga yang menempati negeri-negeri tersebut merupakan keturunan dari kerajaan Iha yang diberikan mandat untuk menjaga dan mengusahakan tanah petuanan milik Kerajaan Iha yang ada dalam negeri-negeri tersebut. Setelah kerajaan Iha dihancurkan Belanda, maka Belanda membagi wilayah-wilayah tersebut menjadi sejumlah negeri seperti sekarang ini. Pulau Saparua terdiri dari 16 negeri, dengan tiga negeri mayoritas beragama Salam yaitu Iha, Kulor dan Sirisori Salam serta 13 negeri lainnya mayoritas beragama Sarani. Sebelum pecahnya konflik 1999, Pulau Saparua merupakan salah satu pusat kediaman etnis Buton Sulawesi Tenggara yang dominan beragama Salam, namun dapat hidup berdampingan secara damai dengan penduduk lokal bahkan ada yang mengikat kekerabatan melalui perkawinan antar etnis sekaligus antar agama tanpa menjadikannya suatu permasalahan. Selama ini belum ada studi jejaring sosial serta keterkaitannya dengan konflik di Pulau Saparua pada khususnya dan Maluku pada umumnya. Padahal Pulau Saparua juga menjadi sasaran pengungsian oleh kaum kerabat dari pulau sekitarnya, terutama dari Pulau Ambon dan Pulau Seram. Selain itu, penanganan implikasi konflik seperti pengungsi oleh Pemerintah dan LSM juga telah dilakukan sejak pecahnya konflik 1999. Dengan demikian pemilihan Pulau Saparua juga merupakan usaha untuk mengungkapkan pemahaman fakta sosial berupa jejaring sosial dan konflik, yang bukan saja ada di Ambon sehingga perlu bergeser ke luar Ambon. Aspek inilah yang menjadi perbedaan mendasar dengan penelitian-penelitian sebelumnya, di samping juga bahwa penelitian ini terfokus pada jejaring sosial dalam konflik di aras mikro pedesaan pada tiga negeri Iha, Sirisori Sarani dan Pia yang terkena konflik dan implikasinya secara langsung kemudian dicari keterkaitannya ke aras meso.

IV. SAPARUA : AJANG KONFLIK SEJAK MASA PENJAJAHAN