mempermudah untuk melihat apa yang terjadi dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar atau terus melangkah melakukan analisis.
c. Penarikan kesimpulan mencakup pula verifikasi terhadap kesimpulan yang telah
dibuat sebelumnya. Kesimpulan dapat diverifikasi dengan memikir ulang selama penulisan, tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, peninjauan kembali dan
tukar pikiran antar teman sejawat, upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.
3.5. Lokasi Penelitian
Pulau Saparua merupakan salah satu pulau yang masuk wilayah administratif Kabupaten Maluku Tengah. Sejak masa kolonial Belanda wilayah ini dikenal dengan
kegigihannya dalam berjuang melawan penjajahan. Bahkan di wilayah ini terdapat Benteng Duurstedee sebagai pusat pengaturan aktivitas kolonial Belanda meliputi
kawasan Pulau Saparua, Pulau Nusalaut, Pulau Haruku dan sebagaian Pulau Seram. Selain itu, lama sebelum kedatangan bangsa kolonial, di Pulau Saparua sudah dikenal
adanya Kerajaan Iha sekaligus sebagai pusat agama Salam. Kerajaan Iha merupakan kerajaan yang berkedudukan di puncak gunung Iha
yang sekarang ini berkedudukan di jazirah Hatawano meliputi negeri Iha dan Ihamahu sebagai satu keturunan Kerajaan Iha yang dikenal dengan istilah gandong. Negeri Iha
merupakan keturunan yang tetap Salam, sedangkan negeri Ihamahu merupakan keturunan yang menjadi Sarani saat Belanda menjajah Saparua Rumphius dan de
Graff dalam Manusama, 1977. Saat konflik melanda Pulau Saparua, negeri Iha diserang dan dihancurkan Desember 2001 tanpa bisa ditahan oleh gandongnya negeri
Ihamahu, sehingga warganya sampai saat ini menyelamatkan diri ke negeri Tulehu dan Liang Pulau Ambon dan negeri Sepa Pulau Seram.
Sebelumnya, negeri Sirisori Sarani juga diserang dan dihancurkan oleh gandongnya negeri Sirisori Salam sehingga warga desa Sirisori Sarani berpindah ke
negeri lama tempat kedudukan negeri pertama kali yaitu pada daerah perbukitan di belakang negeri tersebut. Kemudian diikuti pula oleh penyerangan dan penghancuran
dusun Pia oleh negeri Kulor, sehingga warga dusun Pia menyelamatkan dirinya ke kota Saparua. Seperti diketahui negeri Kulor, dusun Pia, negeri Sirisori Sarani dan negeri
Sirisori Salam merupakan wilayah yang dahulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Iha, sehingga yang menempati negeri-negeri tersebut merupakan keturunan
dari kerajaan Iha yang diberikan mandat untuk menjaga dan mengusahakan tanah
petuanan milik Kerajaan Iha yang ada dalam negeri-negeri tersebut. Setelah kerajaan Iha dihancurkan Belanda, maka Belanda membagi wilayah-wilayah tersebut menjadi
sejumlah negeri seperti sekarang ini. Pulau Saparua terdiri dari 16 negeri, dengan tiga negeri mayoritas beragama
Salam yaitu Iha, Kulor dan Sirisori Salam serta 13 negeri lainnya mayoritas beragama Sarani. Sebelum pecahnya konflik 1999, Pulau Saparua merupakan salah satu pusat
kediaman etnis Buton Sulawesi Tenggara yang dominan beragama Salam, namun dapat hidup berdampingan secara damai dengan penduduk lokal bahkan ada yang
mengikat kekerabatan melalui perkawinan antar etnis sekaligus antar agama tanpa menjadikannya suatu permasalahan.
Selama ini belum ada studi jejaring sosial serta keterkaitannya dengan konflik di Pulau Saparua pada khususnya dan Maluku pada umumnya. Padahal Pulau Saparua
juga menjadi sasaran pengungsian oleh kaum kerabat dari pulau sekitarnya, terutama dari Pulau Ambon dan Pulau Seram. Selain itu, penanganan implikasi konflik seperti
pengungsi oleh Pemerintah dan LSM juga telah dilakukan sejak pecahnya konflik 1999. Dengan demikian pemilihan Pulau Saparua juga merupakan usaha untuk
mengungkapkan pemahaman fakta sosial berupa jejaring sosial dan konflik, yang bukan saja ada di Ambon sehingga perlu bergeser ke luar Ambon. Aspek inilah yang menjadi
perbedaan mendasar dengan penelitian-penelitian sebelumnya, di samping juga bahwa penelitian ini terfokus pada jejaring sosial dalam konflik di aras mikro pedesaan pada
tiga negeri Iha, Sirisori Sarani dan Pia yang terkena konflik dan implikasinya secara langsung kemudian dicari keterkaitannya ke aras meso.