2 Bagaimana keterkaitan jejaring sosial dan konflik antara aras mikro pedesaan, dan meso regional, lebih lanjut masalah ini dapat diurai menjadi :
2.1 Adakah konflik berkaitan dengan jejaring sosial yang berkembang di
masyarakat Pulau Saparua ? 2.2
Apabila ada, bagaimana terbentuknya kaitan serta dari mana jejaring sosial tersebut ada ?
2.3 Bilamana jejaring sosial bergerak ke arah konflik dan bilamana bergerak
ke arah kerjasama?
1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji “mengapa dan bagaimana” jejaring sosial dan konflik di Pulau Saparua Propinsi Maluku. Kajian tersebut mencakup pula beberapa hal
yaitu :
b. Mengungkapkan faktor lain di luar ekonomi, politik, agama dan budaya yang
mendorong terjadinya konflik di pedesaan Saparua. b.
Mengungkapkan keterkaitan jejaring sosial dan konflik antara aras mikro dan meso.
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada : a.
Tataran teoritis yaitu, untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pengembangan teori konflik dengan memanfaatkan jejaring
sosial dalam konflik penyebaran konflik, resolusi konflik sampai pada penanganan implikasi konflik atau pun sebagai suatu upaya untuk menghasilkan teori yang
menunjukkan keterkaitan antara jejaring sosial dan konflik. b.
Tataran praktis yaitu, sebagai wujud kritik terhadap penyelesaian konflik yang kelihatannya instan dan diprogramkan oleh pemerintah sehingga tidak
memperhatikan kehendak dari masyarakat yang berkonflik, ditambah lagi dengan penanganan implikasi konflik yang bersifat instrumental semata.
1.5. Novelity
Penelitian ini memberikan sumbangan teori dalam memahami konflik masyarakat di pedesaan. Teori disumbangkan melalui pendekatan jejaring sosial untuk memahami
konflik di pedesaan Saparua. Faktor ekonomi, politik, budaya dan agama yang
diidentifikasi sebagai sumber konflik di kota Ambon diketahui bukan merupakan faktor pendorong terjadinya konflik di pedesaan Saparua. Pemicu konflik di pedesaan Saparua
digerakkan oleh simpul-simpul penyebaran informasi yang berisi akibat buruk yang diterima oleh korban konflik asal Saparua yang menetap di pulau Ambon dan sekitarnya.
Penyebaran informasi membentuk jejaring yang mampu menimbulkan dan menyebarkan konflik ke pedesaan Saparua. Penyebaran informasi ditunjang pula
dengan keberadaan dakwah elit agama, yang mengarah pada kebenaran satu agama terhadap agama yang lain.
Pembentukan jejaring diawali dengan arus balik masyarakat Saparua sebagai pengungsi, akibat konflik yang terjadi di Ambon dan sekitarnya. Pengungsi asal
Saparua kemudian menjadi sumber informasi bagi kerabat dan tetangganya, terutama menceritakan kembali proses terjadinya konflik serta akibat-akibat yang diterima sampai
kemudian harus melakukan pengungsian. Informasi yang berawal dari pengungsi, kemudian tersebar ke negeri-negeri lain melalui kerabat dan tetangga. Penyebaran
informasi selanjutnya membentuk kesamaan persepsi bahwa komunitas lain yang berbeda agama sebagai penyebab penderitaan sehingga harus mengungsi.
Penyebaran informasi pada masing-masing komunitas berbeda agama, selanjutnya membentuk dua komunitas yaitu Salam dan Sarani.
Penyebaran informasi yang tidak terkontrol karena berawal dari individu yang mengungsi kemudian tersebar menjadi persepsi komunitas menjadi bias, ketika
komunitas lain yang berbeda agama dituduh sebagai penyebab penderitaan. Perbedaan agama sebagai salah satu sumber konflik di Ambon kemudian menyebar
melalui ikatan se-agama sampai ke Saparua. Biasnya informasi ditunjang penyebaran isu dan selebaran yang tidak jelas kebenarannya, semakin memperkeruh hubungan
antara komunitas berbeda agama di pedesaan Saparua. Keberadaan Latupati sebagai pengikat kekerabatan lintas agama di Saparua tidak mampu menahan penyebaran
informasi, sehingga ikatan adat Pela dan Gandong seperti tidak memiliki kekuatan saat perbedaan agama dipersepsikan oleh komunitas Salam dan Sarani sebagai pemicu
penderitaan anggota komunitasnya masing-masing. Selain bahwa tidak ada upaya pemerintah untuk menghindari terjadinya penyebaran konflik, bahkan cenderung terjadi
pembiaran oleh pihak keamanan yang bertugas di Saparua. Terjadinya konflik terbuka antara komunitas Salam dan Sarani didorong penyebaran informasi yang
mempersepsikan komunitas berbeda agama sebagai penyebab penderitaan.