akhirnya Maluku Utara – saat itu belum menjadi Propinsi sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa akar konflik ekonomi, politik, agama dan budaya menjadi ikatan
penting dalam jejaring sosial yang terbentuk antar wilayah, mengingat penyebaran konflik dengan melintasi wilayah laut secara logis bukanlah sesuatu hal yang
mudah dilaksanakan. b.
Jejaring sosial yang diasumsikan menggerakkan akar konflik pada dasarnya pula bergantung pada elit yang berada di dalamnya mengingat elit-lah yang memiliki
basis masa setiap anggota masyarakat pasti memiliki ikatan dengan elit-nya sehingga lebih mudah menggunakan elit sebagai motor dalam menggerakkan
jejaring dibandingkan non-elit, sehingga dengan kekuatan yang dimilikinya elit dapat menggerakkan jejaring sosial ke arah konflik atau ke arah kerjasama.
Asumsi ini mengarahkan pula pada peluang elit untuk menggunakan paling tidak dua jejaring sosial yaitu, jejaring sosial yang mengarah pada proses disosiatif
konflik dan mengarah pada proses asosiatif kerjasama. c.
Jika jejaring sosial ini mampu digunakan untuk memunculkan dan menyebarkan konflik jejaring sosial konflik, maka bukan tidak mungkin kalau dengan
menggunakan jejaring sosial pula konflik dapat diredam dan diselesaikan dengan tepat. Dalam upaya meredam dan menyelesaikan konflik ini, jejaring sosial
mengarah pada kerjasama jejaring sosial kerjasama. Dalam hal ini konflik dan kerjasama dillihat sebagai dua sisi mata uang, sehingga suatu saat yang muncul
adalah konflik dan saat yang lain yang muncul adalah kerjasama. Dengan demikian, peluang munculnya konflik dan kerjasama pada saat yang sama menjadi
mungkin mengingat elit mampu memanfaatkan lebih dari satu jejaring sosial.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latarbelakang dan fokus penelitian yang telah dijelaskan ada beberapa persoalan penelitian yang akan diuji, yaitu :
1 Merujuk pada berbagai hasil studi sebelumnya maka dipertanyakan adakah factor lain yang mendorong konflik di masyarakat Saparua selain ekonomi, politik, agama
dan budaya sekaligus untuk menjawab : 1.1 Mengapa dan bagaimana konflik dapat berkembang ?
1.2 Benarkah penyebaran konflik dimulai dari lapisan elit dan berbasis dari persoalan sosial ekonomi ?
2 Bagaimana keterkaitan jejaring sosial dan konflik antara aras mikro pedesaan, dan meso regional, lebih lanjut masalah ini dapat diurai menjadi :
2.1 Adakah konflik berkaitan dengan jejaring sosial yang berkembang di
masyarakat Pulau Saparua ? 2.2
Apabila ada, bagaimana terbentuknya kaitan serta dari mana jejaring sosial tersebut ada ?
2.3 Bilamana jejaring sosial bergerak ke arah konflik dan bilamana bergerak
ke arah kerjasama?
1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji “mengapa dan bagaimana” jejaring sosial dan konflik di Pulau Saparua Propinsi Maluku. Kajian tersebut mencakup pula beberapa hal
yaitu :
b. Mengungkapkan faktor lain di luar ekonomi, politik, agama dan budaya yang
mendorong terjadinya konflik di pedesaan Saparua. b.
Mengungkapkan keterkaitan jejaring sosial dan konflik antara aras mikro dan meso.
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada : a.
Tataran teoritis yaitu, untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pengembangan teori konflik dengan memanfaatkan jejaring
sosial dalam konflik penyebaran konflik, resolusi konflik sampai pada penanganan implikasi konflik atau pun sebagai suatu upaya untuk menghasilkan teori yang
menunjukkan keterkaitan antara jejaring sosial dan konflik. b.
Tataran praktis yaitu, sebagai wujud kritik terhadap penyelesaian konflik yang kelihatannya instan dan diprogramkan oleh pemerintah sehingga tidak
memperhatikan kehendak dari masyarakat yang berkonflik, ditambah lagi dengan penanganan implikasi konflik yang bersifat instrumental semata.
1.5. Novelity