Prosedur Pengumpulan Data 1. Penentuan Kasus

c. Penyerangan di Dusun Pia dengan informan : Kepala Soa negeri Kulor saat konflik Raja Kulor sekarang ini belum terpilih dan berdiam di Makasar sementara mantan Raja sudah meninggal, Kepala Urusan Pemerintahan negeri Kulor, Kepala Dusun Pia, EP Kepala Keamanan Dusun Pia d. Konflik negeri Haria dan Porto : Raja negeri Haria, Raja negeri Porto e. Negeri-negeri yang turut membantu saat konflik terjadi walaupun tidak berdekatan dengan negeri yang mengalami secara langsung dampak konflik : Raja negeri Booi, Raja negeri Paperu, Raja negeri Tiow, Kepala Pemuda negeri Saparua, Ketua Klasis Gereja Protestan Maluku di Pulau Saparua, Ketua Majelis Ulama Indonesia di Pulau Saparua, Ketua Majelis Ulama Indonesia Maluku keturunananak negeri Iha, Mantan Ketua DPR Kabupaten Maluku Tengah Anak negeri Iha di Seram Barat. Data sekunder diperoleh melalui instansi terkait seperti Kantor Kecamatan Saparua, Dinas Sosial Maluku Tengah, serta LSM asing dan lokal yang turut terlibat sejak konflik sampai penanganannya. Selain itu didukung pula dengan catatan-catatan tertulis tentang konflik yang dimiliki oleh Organisasi Agama di Saparua maupun di Ambon seperti Crisis Centre Keuskupan Amboina, Crisis Centre Sinode GPM Ambon, dan Crisis Centre MUI Maluku.

3.3.2. Studi Riwayat Hidup Individu

Pada dasarnya studi riwayat hidup yang digunakan sebenarnya mengarah pada riwayat hidup informan yaitu, aktor yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam konflik serta penanganan implikasinya. Sebagaimana dijelaskan Denzin 1970 : 220, bahwa studi riwayat merupakan studi tentang pengalaman dan pemahaman dari sisi pandang individu sendiri, sebagai metode untuk memahami tindakan sosial. Tindakan sosial yang dimaksud di sini yaitu, pemanfaatan jejaring sosial sejak konflik sampai penanganan ikmplikasi konflik. Studi riwayat hidup ini lebih spesifik lagi diarahkan pada riwayat hidup suntingan yang menurut Denzin 1970 : 221 - 223 merupakan riwayat hidup topikal yang mengemukakan satu fase atau tahapan dalam kehidupan individu subjek riwayat yang juga diselingi dengan komentar, penjelasan dan pertanyaan oleh seseorang di luar individu subjek riwayat. Pilihan ini didasarkan pada kenyataan bahwa fenomena sosial yang ingin dimaknai hanyalah sejak konflik muncul sampai pada penanganan implikasinya, yang terjadi pada satu fasetahapan kehidupan aktor yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Studi riwayat hidup ini mencakup kasus aktor dalam konflik yang masing-masing sebagai berikut : a. Informan pada sub bab penentuan kasus bagian a, b, c dan d; b. Informan pada sub bab penentuan kasus bagian e. Teknik pengumpulan data riwayat hidup meliputi wawancara mendalam secara langsung, pengamatan, dan pemanfaatan arsip dokumentasi yang relevan Laporan Organisasi Keagamaan saat konflik terjadi. Khususnya untuk menelusuri akar konflik serta jejaring sosial yang terbentuk saat itu sebagai bahan perbandingan dilakukan dengan mempelajari arsip pemerintahan kolonial Belanda yang ada di Arsip Nasional. 3.3.3. Metode Pengamatan Berperan Serta Metode ini sebenarnya dikhususkan pada upaya peneliti untuk memahami jejaring sosial yang dimanfaatkan aktor baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam konflik sejak konflik sampai pada penanganan implikasi konflik. Hal ini dimungkinkan mengingat dua alasan metodologis yang mendasari pengumpulan data kualitatif dengan metode pengamatan berperan serta Moleong, 1989 : 138 yaitu, pertama, pengamatan memungkinkan peneliti melihat, merasakan, dan memaknai dunia beserta ragam peristiwa dan gejala sosial di dalamnya sebagaimana para aktor melihat, merasakan dan memaknainya; kedua, pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan aktor intersubyektifitas. Selain itu, ragam tipe pengamatan berperan serta yang dipilih yaitu peran serta dan keterbukaan peneliti secara penuh, mengingat para aktor mengenal peneliti dan mengetahui kegiatan pengamatan yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan pula untuk memperkecil jarak sosial antara peneliti dan aktor, sehingga semakin kecil jarak maka diharapkan aktor akan secara terbuka dan jujur pula mengungkapkan keberadaan jejaring sosial sejak konflik sampai pada penanganan implikasi konflik yang dipahaminya. Oleh karena itu, saya sebagai peneliti akan menghadapkan makna menurut kasus antara masing-masing informan. Hal ini juga sekaligus sebagai upaya peneliti untuk menguji keberadaan serta kelayakan makna tersebut, yang menurut saya sebagai suatu upaya baru dalam pendekatan kualitatif. Dalam hal ini, seakan-akan saya sebagai peneliti melakukan ferivikasi seperti pendekatan kuantitatif padahal sebenarnya lebih tepat sebagai suatu strategi triangulasi atas makna yang diungkapkan pada kasus aktor. Pengamatan berperan serta juga dilakukan peneliti melalui diskusi kelompok kecil pada masing-masing negeri yang hancur akibat konflik negeri Iha, Sirisori Sarani dan Pia, dengan melibatkan tokoh-tokoh adat yang tergabung dalam Saniri Negeri Badan Permusyarawatan Desa. Selain itu, peneliti juga mendiskusikan kembali hasil- hasil temuan lintas negeri yang berbeda agama dan berbatasan langsung, seperti antara Kepala Soa Sirisori Salam dan Kepala Soa Sirisori Sarani; Kepala Soa Kulor dan Kepala Dusun Pia; serta Tuan Tanah negeri Iha dengan Tuan Tanah negeri Ihamahu. Setelah draft Disertasi tersusun, melalui kerjasama Kepala Pemerintahan Kecamatan Saparua dan Latupati peneliti juga melakukan pemaparan Hasil Penelitian awal di tingkat Pulau Saparua yang diikuti oleh seluruh Informan serta Tokoh Agama dan Tokoh Adat masing-masing negeri di Saparua. Hasil pemaparan menjadi penting, karena ada masukan-masukan, kritik dan koreksi atas hasil yang diungkapkan. Sehingga, kolaborasi berbagai strategi penelitian yang digunakan peneliti kemudian bermuara sebagai suatu tulisan ilmiah hasil peneliti yang disebut Disertasi.

3.4. Prosedur Pengolahan Data

Miles dan Huberman 1992 : 15 – 21 menjelaskan ada tiga jalur analisis data kualitatif yaitu : a. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum semua data-data terkumpul dan meliputi kegiatan meringkas data, mengkode data, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo. Proses ini berlangsung sampai dengan penyusunan laporan, sehingga merupakan bentuk analisis yang menajamakan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, mengorganisir data sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. b. Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dapat berbentuk teks naratif berbentuk catatan lapangan yang seringkali terlalu panjang sehingga seringkali tidak mampu diproses sebagai informasi yang bermutu; dan berbentuk matriks, grafik, jaringan dan bagan merupakan penggabungan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sekaligus mempermudah untuk melihat apa yang terjadi dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar atau terus melangkah melakukan analisis. c. Penarikan kesimpulan mencakup pula verifikasi terhadap kesimpulan yang telah dibuat sebelumnya. Kesimpulan dapat diverifikasi dengan memikir ulang selama penulisan, tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, peninjauan kembali dan tukar pikiran antar teman sejawat, upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.

3.5. Lokasi Penelitian

Pulau Saparua merupakan salah satu pulau yang masuk wilayah administratif Kabupaten Maluku Tengah. Sejak masa kolonial Belanda wilayah ini dikenal dengan kegigihannya dalam berjuang melawan penjajahan. Bahkan di wilayah ini terdapat Benteng Duurstedee sebagai pusat pengaturan aktivitas kolonial Belanda meliputi kawasan Pulau Saparua, Pulau Nusalaut, Pulau Haruku dan sebagaian Pulau Seram. Selain itu, lama sebelum kedatangan bangsa kolonial, di Pulau Saparua sudah dikenal adanya Kerajaan Iha sekaligus sebagai pusat agama Salam. Kerajaan Iha merupakan kerajaan yang berkedudukan di puncak gunung Iha yang sekarang ini berkedudukan di jazirah Hatawano meliputi negeri Iha dan Ihamahu sebagai satu keturunan Kerajaan Iha yang dikenal dengan istilah gandong. Negeri Iha merupakan keturunan yang tetap Salam, sedangkan negeri Ihamahu merupakan keturunan yang menjadi Sarani saat Belanda menjajah Saparua Rumphius dan de Graff dalam Manusama, 1977. Saat konflik melanda Pulau Saparua, negeri Iha diserang dan dihancurkan Desember 2001 tanpa bisa ditahan oleh gandongnya negeri Ihamahu, sehingga warganya sampai saat ini menyelamatkan diri ke negeri Tulehu dan Liang Pulau Ambon dan negeri Sepa Pulau Seram. Sebelumnya, negeri Sirisori Sarani juga diserang dan dihancurkan oleh gandongnya negeri Sirisori Salam sehingga warga desa Sirisori Sarani berpindah ke negeri lama tempat kedudukan negeri pertama kali yaitu pada daerah perbukitan di belakang negeri tersebut. Kemudian diikuti pula oleh penyerangan dan penghancuran dusun Pia oleh negeri Kulor, sehingga warga dusun Pia menyelamatkan dirinya ke kota Saparua. Seperti diketahui negeri Kulor, dusun Pia, negeri Sirisori Sarani dan negeri Sirisori Salam merupakan wilayah yang dahulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Iha, sehingga yang menempati negeri-negeri tersebut merupakan keturunan dari kerajaan Iha yang diberikan mandat untuk menjaga dan mengusahakan tanah