Perekonomian Rakyat SAPARUA : AJANG KONFLIK SEJAK MASA PENJAJAHAN

utama. Sementara ada juga etnis Jawa masuk setelah berlangsungnya program transmigrasi sekitar tahun 1960-an, yang kemudian beberapa kepala keluarga yang tidak tahan di lokasi transmigrasi Desa Waimital dan Waihatu Kecamatan Kairatu, kemudian mulai mencari hidup ke tempat lain termasuk pula ke Saparua sebagai pedagang di sektor informal.

4.4. Perekonomian Rakyat

Komoditas utama pertanian rakyat didominasi tanaman pangan seperti Umbi-umbian dan kacang-kacangan, kemudian jagung. Tanaman sayuran mulai diusahakan secara kontinu setelah konflik merebak di Pulau Saparua dan sekitarnya, sehingga masyarakat mengalami kesulitan untuk memperoleh sayuran yang akan dikonsumsi. Jenis sayuran yang diusahakan yaitu, bayam, kubis, kacang panjang, terong, ketimun, kangkung. Sementara itu, sejak masa penjajahan Belanda penduduk Saparua sudah mengusahakan tanaman perkebunan sebagai komoditas utama sumber pendapatan. Tanaman perkebunan yang diusahakan terutama kelapa, cengkih, pala dan cokelat. Selain menggantungkan diri dari sektor pertanian, sektor perikanan juga menjadi andalan masyarakat mengingat semua negeri di Saparua berkedudukan di pesisir pantai. Namun faktor iklim menjadi kendala utama sehingga tidak sepanjang tahun masyarakat menggantungkan dirinya kepada usaha di sektor perikanan. Menurut Statistik Kecamatan Saparua dalam Angka 2006, rumahtangga perikanan tangkap berjumlah 1.304, sementara jumlah nelayan tangkap berjumlah 2.380 jiwa. Bahkan telah dibentuk kelompok usaha sebanyak 60 kelompok untuk menunjang Pogram Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jumlah alat tangkap serta kapal penangkap yang digunakan sangatlah bervariasi antara negeri, serta bergantung dari potensi ikan yang dimiliki oleh wilayah tangkapan masing-masing negeri. Nilai produksi sektor perikanan di tahun 2006 sebesar Rp. 6.216.175.000 dengan biaya eksploitasi Rp. 934.426.300, sehingga sisa nilai produksi mencapai Rp. 5.283.748.000. Sementara pendapatan per kapita per tahun mencapai Rp. 2.220.062 yang tergolong sangat rendah, karena per harinya setiap keluarga nelayan hanya memiliki pendapatan sebesar Rp. 6.167. Sagu sebagai makanan pokok tidak termasuk dalam jenis tanaman utama karena sagu tumbuh secara alami. Sagu kemudian diolah menjadi sagu mentah yang diikuti dengan teknologi pasca panen, yang menghasil berbagai jenis produk turunan seperti bagea, sagu lempeng, sarut, sagu gula, dan lain sebagainya. Produk-produk olahan inilah yang menjadi produk andalan industri rumahtangga home industry yang dikelola kaum perempuan. Produk olahan tersebut kemudian ada yang diperdagangkan sampai ke propinsi lain di kawasan timur Indonesia. Misalnya ke Papua, Maluku Utara dan Sulawesi Utara. Proses perdagangan ini biasanya mengikuti jalur transportasi laut yang menjadi saluran penghubung utama dari Maluku ke propinsi lain di kawasan Timur. Berkembangnya sistem perdagangan yang dilakoni kaum perempuan kemudian memunculkan istilah papalele atau kemudian lebih disebut dengan perempuan papalele.

V. SUMBER DAN AKAR KONFLIK DI PEDESAAN SAPARUA