Uji Hipotesis Analisis Data Penelitian

menunjukkan bahwa remaja mengetahui cara menyampaikan pendapat yang baik kepada orang lain dengan mengacu pada normal sosial dan budaya dimana individu berada Zeuschner, 2003. Remaja menghindari perilaku yang dapat melukai dan mengintimidasi orang lain. Tindakan untuk saling menyakiti satu sama lain tidak terjadi antar pribadi masing-masing. Perilaku cyberbullying yang dapat melukai dan mengintimidasi orang lain akan dihindari terkait pentingnya menjaga hak-hak orang lain untuk mendapatkan kesejahteraan. Hasil kategorisasi untuk variabel perilaku asertif menunjukkan bahwa subjek remaja rata-rata memiliki perilaku asertif yang tinggi. Sebanyak 129 subjek 67,2 memiliki perilaku asertif tinggi, 52 subjek 27,1 tergolong sangat tinggi dalam berperilaku asertif dan hanya 11 subjek 57 yang termasuk dalam perilaku asertif sedang. Analisis kategorisasi pada variabel perilaku cyberbullying diperoleh 97 subjek 50,5 memiliki perilaku cyberbullying yang sangat rendah, 73 subjek 38 termasuk pada kategori yang rendah, 20 subjek 10,4 berada pada kategori sedang dan 2 subjek 1,1 tergolong kategori tinggi. Tingkat perilaku asertif yang tinggi pada subjek dapat disebabkan oleh faktor pengalaman penyesuaian dengan teman sebaya Santrock, 2003. Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan teman sebaya cenderung melakukan penyelesaian masalah yang lebih asertif dengan kadar agresi yang rendah. Hal ini berarti remaja dalam menyelesaikan masalah remaja lebih cenderung untuk menyatakan dengan terbuka tentang apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan kepada teman sebaya. Masalah yang dapat diselesaikan dengan perencanaan yang baik dan efektif menyebabkan masalah tidak berlarut-larut. Remaja yang memiliki perilaku asertif yang tinggi cenderung mampu mengelola emosi dengan baik dan dapat mengontrol diri untuk tidak terlibat dalam perilaku negatif Mawardah Adiyanti, 2014. Para remaja kemudian menghindari perilaku agresi salah satunya perilaku cyberbullying yang dapat merugikan diri sendiri dan menyakiti orang lain. Koefisien determinasi yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 0,232. Hasil ini menunjukkan bahwa sebesar 23,2 variabel perilaku cyberbullying pada remaja dipengaruhi oleh perilaku asertif. Sedangkan sebesar 76,8 variabel perilaku cyberbullying pada remaja dipengaruhi oleh faktor- faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku cyberbullying ialah empati. Ang dan Goh 2010 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang siginifikan antara empati kognitif, empati afektif, dengan perilaku cyberbullying. Pada remaja laki-laki dan perempuan yang memiliki skor empati afektif yang rendah memiliki skor perilaku cyberbullying yang tinggi dibandingkan mereka yang memiliki skor empati afektif yang tinggi. Pada remaja laki-laki yang memiliki skor empati kognitif yang rendah memiliki skor perilaku cyberbullying yang tinggi dibandingkan mereka yang memiliki empati kognitif yang tinggi. Sementara pada remaja perempuan tinggi atau rendahnya tingkat empati kognitif menghasilkan tingkat yang sama untuk melakukuan cyberbullying. Karakteristik cyberbullying yang bersifat tidak langsung dan anonymous tidak bernama menyebabkan pelaku tidak dapat melihat secara langsung reaksi maupun respon dari korban. Hal tersebut dapat membuat pelaku tidak memiliki perasaan bersalah dan empati terhadap korban Kowalski dkk, 2012. Penelitian yang dilakukan tidak terlepas dari beberapa keterbatasan. Peneliti merasa kesulitan dalam membuat item yang terlepas dari pengaruh social desirability sehingga dimungkinkan banyak terjadi faking good pada saat uji coba alat ukur penelitian yang sekaligus digunakan sebagai data penelitian. Hasil uji normalitas diperoleh data penelitian yang tidak normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil penelitian kurang dapat digeneralisasikan pada semua remaja. Selain itu, skala pengukuran disebarkan melalui penitipan kepada pihak sekolah. sehingga peneliti tidak dapat mengontrol pemahaman subjek tentang cara pengisian skala. Peneliti juga tidak melakukan wawancara yang lebih mendalam terkait perilaku cyberbullying yang dilakukan oleh subjek.