Uji Asumsi Analisis Data Penelitian

variabel perilaku asertif memiliki pengaruh sebesar 23,2 terhadap variabel perilaku cyberbullying. Sedangkan 76,8 merupakan sumbangan dari variabel- variabel lain di luar perilaku asertif yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

F. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku asertif dan perilaku cyberbullying pada remaja. Hasil uji korelasi menggunakan perhitungan korelasi Spearman Rho pada 192 sampel remaja diperoleh koefisien korelasi r sebesar -0,482 dengan signifikansi sebesar 0,000 p 0,05. Data analisis tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara perilaku asertif dan perilaku cyberbullying. Artinya, semakin tinggi tingkat perilaku asertif maka semakin rendah tingkat perilaku cyberbullying. Sebaliknya, semakin rendah tingkat perilaku asertif maka semakin tinggi perilaku cyberbullying. Hasil penelitian ini hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Sriyanto dkk 2014. Penelitian tersebut menemukan bahwa perilaku asertif memiliki pengaruh yang signifikan negatif terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Perilaku Bullying maupun cyberbullying yang dilakukan dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja Bonke, 2010. Hubungan yang negatif ini berarti apabila perilaku asertif pada remaja tinggi maka kecenderungan kenakalan remaja akan rendah. Pembentukan sikap dan perilaku asertif sangat penting pada diri remaja. Hal ini dikarenakan masa remaja merupakan masa yang menentukan perkembangan kepribadian selanjutnya. Kepribadian yang lemah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yaitu rendahnya perilaku asertif dapat menyebabkan para remaja terjerumus ke dalam hal-hal negatif Marini Andriani, 2005. Cyberbullying merupakan tindakan yang sering dilakukan remaja berdasarkan motivasi-motivasi internal Varjas dkk, 2010. Motivasi-motivasi tersebut antara lain pengalihan perasaan, pembalasan dendam, ingin membuat perasaan menjadi lebih baik, dan anonymity. Remaja yang memiliki perilaku asertif tinggi lebih mampu untuk mengungkapkan tentang perasaan, pikiran, keinginan serta kebutuhan yang sebenarnya dialami. Apabila orang lain mengetahui kebutuhan dan keinginan remaja, orang lain akan lebih mampu bersedia dan bekerja sama serta membantu memenuhi kebutuhan individu. Perilaku tersebut membantu remaja untuk menghasilkan hubungan yang sehat dengan orang lain Adams, 1995. Hubungan interpersonal yang terjalin memuaskan dapat menimbulkan perasaan senang dalam diri pribadi dan orang lain Marini Andriani, 2005. Remaja yang merasakan perasaan-perasaan positif cenderung tidak mengalami ketegangan psikis yang akan menyebabkan frustrasi. Dorongan agresif yang diakibatkan oleh perasaan frustrasi pun rendah sehingga remaja cenderung tidak melakukan tindakan agresif berupa perilaku cyberbullying. Remaja yang memiliki perilaku asertif tinggi mampu untuk menyelesaikan masalah dengan “win-win solution”. Artinya, remaja tersebut bersedia mencari penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak apabila mengalami konflik dengan orang lain Adams, 1995. Perilaku tersebut juga menunjukkan bahwa remaja mengetahui cara menyampaikan pendapat yang baik kepada orang lain dengan mengacu pada normal sosial dan budaya dimana individu berada Zeuschner, 2003. Remaja menghindari perilaku yang dapat melukai dan mengintimidasi orang lain. Tindakan untuk saling menyakiti satu sama lain tidak terjadi antar pribadi masing-masing. Perilaku cyberbullying yang dapat melukai dan mengintimidasi orang lain akan dihindari terkait pentingnya menjaga hak-hak orang lain untuk mendapatkan kesejahteraan. Hasil kategorisasi untuk variabel perilaku asertif menunjukkan bahwa subjek remaja rata-rata memiliki perilaku asertif yang tinggi. Sebanyak 129 subjek 67,2 memiliki perilaku asertif tinggi, 52 subjek 27,1 tergolong sangat tinggi dalam berperilaku asertif dan hanya 11 subjek 57 yang termasuk dalam perilaku asertif sedang. Analisis kategorisasi pada variabel perilaku cyberbullying diperoleh 97 subjek 50,5 memiliki perilaku cyberbullying yang sangat rendah, 73 subjek 38 termasuk pada kategori yang rendah, 20 subjek 10,4 berada pada kategori sedang dan 2 subjek 1,1 tergolong kategori tinggi. Tingkat perilaku asertif yang tinggi pada subjek dapat disebabkan oleh faktor pengalaman penyesuaian dengan teman sebaya Santrock, 2003. Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan teman sebaya cenderung melakukan penyelesaian masalah yang lebih asertif dengan kadar agresi yang rendah. Hal ini berarti remaja dalam menyelesaikan masalah remaja lebih cenderung untuk menyatakan dengan terbuka tentang apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan