Trias politica Kerangka Teori 1. Teori Kedaulatan Rakyat

Kesimpulannya negara Indonesia menganut teori kedaulatan Tuhan, rakyat dan hukum sekaligus. Dalam operasionalissasi kedaulatan itu, kita menganut kedaulatan pluralis karena masing-masing lembaga berdaulat atas fungsi-fungsi yang telah diberikan konstitusi. Disebut pluralis karena tidak ada lagi lembaga tunggal yang memegang kendali kedaulatan sebagaimana dipegang oleh MPR sebagai lembaga tertinggi Negara. Kedaulatan dijalankan menurut fungsi-fungsi yang telah dikontruksikan oleh UUD 1945.

1.6.2. Trias politica

Trias politica pemisahan kekuasaan adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Menurut Ananda B. Kusuma, prinsip trias politica dilaksanakan dengan sistem checks and balances yang pengertiannya,adalah: 15 Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif System that ensure that for every power in government there is an equal and opposite power placed in separate branch to restrain that force … checks and balances are the constitutional controls whereby separate branches of government have limitng powers over each others so that no branch will become supreme. 16 15 Ananda B. Kusuma, Lahirnya UUD 1945. Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara UI, 2005, Hal. 25. . Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada 16 Wikipedia, Pemisahan Kekuasaan, http:id.wikipedia.orgwikiPemisahan_kekuasaan, diakses tanggal 4 Juni 2013. Universitas Sumatera Utara orang yang sama, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Pemikiran John Locke mengenai Trias Politica ada di dalam Magnum Opus yang ia tulis berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. 17 Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya secara damai. Untuk situasi yang aman tersebut perlu terbit undang-undang yang mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan rajaratu Inggris. Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang. Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di tangan rajaratu Inggris. Kaum bangsawan tidak Dalam karyanya tersebut, Locke menyebutkan bahwa fitrah dasar manusia adalah bekerja mengubah alam dengan keringat sendiri dan memiliki milik properti. Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan individu lain. Negara yang baik harus dapat melindungi manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh berdasarkan hasil pekerjaannya sehingga untuk memenuhi tujuan tersebut perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak selalu berada di tangan seorang rajaratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut adalah legislatif, eksekutif dan federatif. 17 Budiardjo, Op. Cit., hal. 58. Universitas Sumatera Utara melaksanakan sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan rajaratu. Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara- negara atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada rajaratu Inggris. 18 Baron Secondat de Montesquieue menuangkan pemikiran politiknya setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748. Pemikiran politik Locke dapat ditarik satu kesimpulan, bahwa dari 3 kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan rajaratu dan 1 berada di tangan kaum bangsawan. Tetapi pemikiran Locke belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias politica di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan Perancisnya, Montesquieu. 19 18 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000, hal. 126-127. 19 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta, Gramedia, 2007, hal. 214. Montesquieue menuliskan bahwa setiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu- Universitas Sumatera Utara individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara. Dengan demikian, konsep trias politica yang banyak diacu oleh negara- negara di dunia saat ini adalah konsep yang berasal dari Montesquieu. Namun, konsep Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan lain seperti Kekuasaan Dinasti Arab Saudi, Wilayatul Faqih Iran, Diktatur Proletariat Korea Utara, Cina, Kuba. Di Indonesia, para penyusun UUD 1945 sebelum amandemen tidak menganut trias politica. Mereka memahami bahwa pemerintahan yang demokratis dapat diselenggarakan dengan trias politica, dalam pemahaman separation of powers, seperti di Amerika Serikat atau dalam arti menggabungkan kekuasaan eksekutif dan legislative seperti di Inggris.

1.6.3. Teori Perwakilan Politik