rata per tahun produknya adalah 19,1 buah. Selain itu, sampai saat ini peranan DPR sebagai pembentuk legitimasi eksekutif lebih berkembang dibandingkan
peran DPR sebagai penyalur kepentingan dan partisipasi anggota masyarakat yang diwakilinya.
4.3.3. Pengaruh Perubahan UUD 1945 terhadap Fungsi Dewan Perwakilan Daerah
DPD dilahirkan dan ditampilkan sebagai salah satu lembaga perwakilan rakyat yang menjembatani kebijakan dan regulasi pada skala nasional oleh
pemerintah pusat di satu sisi dan daerah disisi lain. Sementara DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagain lembaga negara dan
anggotanya terdiri atas anggota partai politik peserta pemilu dan dipilih berdasar pemilu. Berpegang pada hasil-hasil amandemen UUD 1945 sebagai dasar hukum
konstitusional, khususnya mengenai restrukturisasi MPR, komponen utusan daerah dan utusan golongan ditiadakan dan dilahirkan komponen baru yaitu DPD
sebagai partner legislatif di samping DPR. DPD lebih muda jika dibandingkan dengan DPR, karena DPR lahir sejak tahun 1918 dulu bernama Volksraad.
Namun, apabila dilihat dari segi gagasannya, keberadaan lembaga seperti DPD, yang mewakili daerah di parlemen nasional, sesungguhnya sudah terpikirkan dan
dapat dilacak sejak sebelum masa kemerdekaan. Sebagai lembaga legislatif, DPR dan DPD memiliki fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan untuk mengimbangi dan mengawasi pemerintahan, khususnya kekuasaan presiden.
201
201
Gaffar, Op.Cit., hal.177.
Dalam fungsi legislasi, DPR
Universitas Sumatera Utara
melibatkan DPD sebagai representasi daerah utnuk membatasi dan mengimbangi kekuasaan presiden melalui undang-undang. Dalam hal melaksanakan tugasnya
untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang, DPD mengajukannya kepada DPR selanjutnya DPR akan melakukan pembahasan RUU usulan DPD tersebut
bersama dengan DPD. DPR juga dalam melaksanakan tugasnya misalnya dalam melakukan keputusan atas RUU tentang APBN maka DPR harus memperhatikan
pertimbangan dari DPD begitu pula dalam membahasnya, DPR juga harus ikut serta membahasnya bersama DPD. Begitu pula dalam pemilihan anggota BPK
,DPR dan DPD juga melakukan pembahasannya secara bersama-sama.
202
Salah satu permasalahan yang diperdebatkan adalah setelah ditetapkannya Pasal 2 ayat 1. Pasal tersebut membahas tentang kewenangan DPD sebagai
anggota MPR. Hal tersebut dibahas karena kinerja DPD kurang signifikan bila dibandingkan dengan DPR, padahal landasan legitimasi politik DPD lebih besar
dibandingkan dengan yang dimiliki DPR karena DPD merupakan perwakilan daerah yang perolehan suaranya lebih sulit dari peroleh suara anggota DPR yang
dibagi per daerah. Melalui
fungsi pengawasan, DPR dan DPD akan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan kebijakan. Pengawasan bertujuan agar undang-undang dan
kebijakan benar-benar dilaksanakan dan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh eksekutif.
203
202
Ibid
203
Sulaiman, Op. Cit.,hal. 178.
Perdebatan muncul dikalangan fraksi di MPR, sebagian ada yang mendukung jika DPD diberi status sama halnya dengan DPR yakni sebagai
lembaga legislatif. Fraksi PDIP menolak jika status DPD disamakan dengan DPR, sedangkan Fraksi Partai Golkar justru meminta kedua-duanya mempunyai fungsi
Universitas Sumatera Utara
legislasi dan pengawasan yang sama. Kemudian Fraksi PPP lah yang menengahi diantara keduanya, di mana DPD tetap diberi kewenangan legislasi, hanya saja
bersifat terbatas. Melalui kompromi yang dilakukan diantara ketiga fraksi tersebut, akhirnya sepakat bahwa DPD diberi kewenangan terbatas dalam bidang
legislasi.
204
Kewenangan DPD yang terbatas kemudian dituliskan dalam Pasal 22D UUD 1945 kepada MPR pada tahun 2006.
205
ke DPR
Pelaksanaan tugas DPD setelah dibentuk, dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.2. Rekapitulasi Pelaksanaan Tugas DPD yang telah disampaikan
206
No Keputusan DPD tentang
2005 2006 2007 2008-
2009 Jumlah
1 Usul RUU dari DPD
2 2
6 9
19
2 Pandangan, Pendapat, dan
Pertimbangan DPD 5
24 35
31 95
3 Hasil Pengawasan DPD
11 12
10 14
47
4 Pertimbangan yang berkaitan
dengan anggaran 6
6 6
10 28
Jumlah 24
44 57
61 189
204204
Tjipta Lesmana, Quo Vadis, Dewan Perwakilan Daerah, Jakarta : Kompas, 2006, hal. 7
205
Isi pasal 22D telah dituliskan pada Bab III.
206
Isra, Op. Cit.,hal. 264.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jimly Asshiddiqie, cabang kekuasaan legislatif berada di tangan DPR. Hal itu diperkuat dengan dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2001 pasal 43
ayat 2 yang menyatakan bahwa RUU dari DPR dapat berasal dari DPD yang pada intinya kedudukan DPD seakan-akan berada di bawah DPR dan sifatnya
hanya berupa usulan atau pertimbangan yang kelak bisa saja ditolak oleh DPR. Usulan dan pertimbangan itu juga hanya berupa berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
207
Meskipun DPD sebagai perwakilan daerah juga memiliki fungsi dalam penyelenggaraan
legislasi, pengawasan dan anggaran, tetapi tidak berjalan secara efektif. DPD masih dianggap dianggap soft representation dan tidak dapat membuat keputusan
sendiri dan bahkan tidak ikut dalam pengambilan keputusan DPR.
208
Hak legislasi DPD begitu terbatas dan bergantung kepada DPR. Namun sejauh menyangkut
kepentingan daerah, seperti yang terkait dalam hal-hal yang disebut dalam Pasal 22D ayat 1, DPD diberi inisiatif untuk memberikan rancangan undang-undang,
akan tetapi rancangan undang-undang itu tetap harus diajukan kepada DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif yang utama. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa keberadaan DPD ini hanyalah bersifat pelengkap.
209
207
Bagir Manan ,DPR,DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru ,FH UII Pres, Yogyakarta,2004, hal. 69
208
Ahmad Yani, Pasang Surut Kinerja Legislasi, Jakarta, Rajawali Press, 2011, hal. 122.
209
Reni Dwi Purnomowati,S.H.,M.H., Implementasi Sistem Bikameral dalam Parlemen Indonesia, Jakarta, PT Raja Grrafindo Persada, 2005, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan