Dewan Perwakilan Rakyat 1955-1960

2.2.4. Dewan Perwakilan Rakyat 1955-1960

Dengan berlakunya kembali UUD 1945, dan Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 1959, ditetapkan bahwa DPR hasil pemilihan umum 1955 menjalankan tugas DPR menurut UUD 1945 dan bekerja dalam suatu rangka yang lebih sempit dalam arti bahwa hak-haknya kurang terperinci dalam UUD 1945 jika dibandingkan dengan UUD RIS 1945 dan UUDS 1950. DPR ini sering disebut sebagai DPR Peralihan. DPR Peralihan mempunyai 262 anggota yang terdiri atas 56 anggota dari Partai Nasional Indonesia, 53 anggota dari Masyumi, 45 anggota dari Nadhatul Ulama, 33 anggota dari Partai Komunis Indonesia, dan selebihnya berasal dari partai-partai kecil. Jumlah fraksi adalah 18 dan 4 anggota tidak berfraksi. 91 Undang-Undang Dasar 1945 menentukan adanya sistem presidensial di mana DPR boleh menjatuhkan presiden. Secara formal kedudukan DPR terhadap badan eksekutif adalah sama derajat namun dalam beberapa hal kedudukan DPR terhadap presiden cukup kuat,oleh karena anggota DPR secara otomatis menjadi anggota MPR. Jumlah total DPR adalah 50 dari anggota MPR, jadi suara anggota DPR jika kompak dan bersatu dapat mempengaruhi suasana dalam MPR. 92 91 Ibid, hal. 334. 92 Dibuktikan pada saat Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat – Gotong Royong tanggal 9 Juni 1966 yang diajukan kepada MPRS yang diterima sebagai Ketetapan MPRS Nomor XXMPRS1966. Budiardjo, Ibid. DPR memiliki hak untuk mengadakan sidang luar biasa MPR jika dianggap perlu untuk meminta tanggung jawab kepada Presiden, suatu hak yang tidak diberikan kepada Presiden. Universitas Sumatera Utara Menurut UUD 1945, wewenang badan legislatif mencakup ketetapan bahwa setiap undang-undang memerlukan persetujuan DPR pasal 20. DPR memiliki hak inisiatif pasal 21, hak untuk memprakarsai rancangan undang- undang. Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan DPR. Hak lain yang ditentukan dalam UUD 1945 adalah hak budget pasal 23, yaitu hak untuk turut memutuskan rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 93 DPR Peralihan kemudian dibubarkan dengan Penetapan Presiden Nomor 3 tahun 1960 karena adanya perselisihan antara pemerintah dengan DPR Peralihan mengenai penetapan APBN. Dalam melaksanakan tugas di bidang pengawasan, DPR Peralihan memiliki hak-hak, seperti mengajukan pertanyaan, meminta keterangan, mengadakan penyelidikan, mengajukan amandemen, mengajukan usul pernyataan pendapat atau asal-usul lain, dan dapat mengajukan anjuran calon untuk mengisi suatu jabatan dalam hal demikian ditentukan oleh undang-undang. DPR Peralihan hanya menyelesaikan 5 buah undang-undang dan 2 buah usul pernyataan pendapat. 94 DPR Gotong Royong didirikan dengan Penetapan Presiden Nomor 4 tahun 1960 sebagai pengganti DPR Peralihan yang dibubarkan dengan Penetapan Presiden Nomor 3 tahun 1960.

2.2.5. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong - Demokrasi Terpimpin 1960-1966