5
pengalaman auditor, serta penulis juga menambahkan variabel lain yaitu motivasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik mengambil judul “ Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, Motivasi dan Pengalaman Auditor
terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Medan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas?
2. Bagaimanakah pengaruh Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas?
3. Bagaimanakah pengaruh Motivasi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas?
4. Bagaimanakah pengaruh Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas?
5. Bagaimakah pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, Motivasi dan Pengalaman Auditor secara simultan terhadap Pertimbangan
Tingkat Materialitas?
Universitas Sumatera Utara
6
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan yang dirumuskan dalam rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
2. Pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas. 3. Pengaruh motivasi terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
4. Pengaruh pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
5. Pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor secara bersama – sama terhadap pertimbangan tingkat
materialitas.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Bagi Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah
wawasan peneliti khususnya mengenai hubungan profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor
dengan pertimbangan tingkat meterialitas. Selain itu juga bermanfaat sebagai sarana untuk mengembangkan dan
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam bangku perkuliahan terutama dalam judul yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
7
b. Bagi Pembaca, penelitian ini sebagai informasi lebih lanjut untuk memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana
pengaruh profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat
materialitas.
c. Bagi Kantor Akuntan Publik, masukan bagi KAP dan pihak- pihak lain yang berkepentingan agar dapat mengambil
kebijakan –
kebijakan terkait dengan peningkatan Profesionalisme Auditor, Etika Profesi dan Pengalaman
Auditor yang mempengaruhi Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor.
d. Bagi Akademisi, penelitian ini bermanfaat untuk referensi penelitian sejenis yang akan dikembangkan lebih lanjut,
berhubungan dengan permasalahan profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan
tingkat materialitas.
Universitas Sumatera Utara
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Auditing
2.1.1. Pengertian Auditing
Menurut Arens, Elder dan Bealey 2008:4 pengertian auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan
dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan orang yang kompeten dan
independen. Sedangkan menurut Mulyadi 2002:9 auditing adalah:
Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan
tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta pernyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
Jika ditinjau dari sudut pandang akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut Mulyadi 2002:11.
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.2. Jenis – jenis Auditor
Menurut Arens et al 2008:19 dalam ada beberapa jenis auditor yang berpraktek saat ini, yaitu:
2.1.2.1. Kantor Akuntan Publik
2.1.2.1.1. Pengertian Kantor Akuntan Publik
Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang telah mendapat izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah
akuntan publik dalam memberikan jasanya. Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab mengaudit laporan
keuangan historis yang dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka. Kantor Akuntan Publik KAP
seringkali disebut auditor eksternal atau auditor independen untuk membedakannya dengan auditor internal.
2.1.2.1.2. Bidang Jasa Kantor Akuntan Publik
Jasa yang diberikan oleh kantor Akuntan Publik kepada kliennya meliputi:
• Jasa Atestasi Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat
atau pertimbangan yang diberikan oleh seseorang yang independen dan kompeten yang
menyatakan apakah asersi suatu entitas telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
10
Contohnya ialah audit umum atas laporan keuangan, pemeriksaan atas laporan keuangan
prospektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma, review atas laporan
keuangan dan jasa audit serta atestasi lainnya.
• Jasa Non – Atestasi Jasa ini mencakup jasa yang berkaitan
dengan akuntansi keuangan, manajemen, perpajakan dan konsultasi.
Dalam hal pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan, Kantor Akuntan Publik hanya
dapat melakukan pemeriksaan paling lama 6 enam tahun berturut – turut.
2.1.2.1.3. Bentuk Kantor Akuntan Publik
Kantor Akuntan Publik dapat berbentuk:
• Perseorangan. Kantor Akutan Publik bentuk
perseorangan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang akuntan publik yang
juga sekaligus bertindak sebagai pemimpin.
Universitas Sumatera Utara
11
• Persekutuan Perdata atau Persekutuan Firma
. Kantor Akuntan Publik bentuk Persekutuan Perdata atau Persekutuan Firma
hanya dapat didirikan oleh paling sedikit 2 dua orang akuntan publik danatau 75 dari seluruh
sekutu adalah akuntan publik. Masing-masing sekutu akan disebut “Rekan” dan salah seorang
sekutu bertindak sebagai “Pemimpin Rekan”.
2.1.2.1.4. Hierarki Aduitor dalam Kantor Akuntan
Publik
Menurut Mulyadi 2002:33 hierarki auditor dalam Kantor Akuntan Publik dapat dibagi menjadi
berikut: • Partner Rekan
• Manajer • Auditor Senior
• Auditor Junior Adapun penjelasan tentang hierarki auditor
dalam Kantor Akuntan Publik dapat diuraikan sebagai berikut ini:
Tingkat dan Tanggung Jawab Auditor Tabel 2.1
Jabatan Pengalaman Rata – rata
Tanggung Jawab Utama
Partner 10 tahun ke atas
Menduduki jabatan tertinggi dalam perikatan audit. Karena
Patner adalah pemilik Kantor
Universitas Sumatera Utara
12
Akuntan Publik, maka Partner mempunyai tanggung jawab
atas hubungan dengan klien, bertanggung jawab secara
menyeluruh mengenai auditing serta bertanggung jawab atas
penagihan fee audit dari klien.
Manajer 5 – 10 tahun
Bertindak sebagai pengawas audit, bertugas untuk
membantu auditor senior dalam merencanakan program
audit dan waktu audit, me- review kertas kerja, laporan
audit. Seorang Manajer mungkin bertanggung jawab
atas lebih dari satu penugasan pada saat yang sama.
Auditor Senior
2 – 5 tahun Auditor Senior bertanggung
jawab untuk perkerjaan lapangan audit, antara lain
bertugas untuk melaksanakan audit, bertanggung jawab
untuk mengusahakan biaya audit dan waktu audit seusai
dengan rencana serta bertugas untuk mengarahkan dan me-
review
pekerjaan auditor junior.
Auditor Junior
Asisten Staf 0 – 2 tahun
Bertugas untuk melaksanakan audit secara rinci, membuat
kertas kerja untuk mendokumentasikan pekerjaan
audit yang telah dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.2.2. Auditor Internal
Auditor Internal dipekerjakan oleh perusahaan untuk melakukan audit bagi manajemen . Tanggung jawab auditor internal
sangat beragam, tergantung pada yang mempekerjakan mereka .
2.1.2.3. Auditor Internal Pemerintah
Auditor Internal Pemerintah adalah auditor yang bekerja untuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP
guna melayani kebutuhan pemerintah. Tugas utamanya adalah untuk mengevaluasi efisiensi dan efektifitas operasional berbagai program
pemerintah.
2.1.2.4. Auditor Pajak
Direktorat Jenderal Pajak bertanggung jawab untuk memberlakukan peraturan pajak. Salah satu tanggung jawab Dirjen
Pajak adalah mengaudit SPT wajib pajak untuk menentukan apakah SPT itu sudah mematuhi peraturan pajak yang berlaku.
2.1.3. Tipe –tipe Audit
Menurut Mulyadi 2002:30 tipe – tipe audit terdiri atas 3 tiga golongan, yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan 2. Audit Kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
14
3. Audit Operasional Penjelasan dari ketiga tipe audit yang dikemukan oleh Mulyadi
tersebut adalah sebagai berikut:
2.1.3.1. Audit Laporan Keuangan
Audit atas laporan keuangan adalah audit yang dilakukan auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh
kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
2.1.3.2. Audit Kepatuhan
Audit kepatuhan dalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau
peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuahn
biasanya dijumpai dalam pemerintahan.
2.1.3. Standar Auditing
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan, sesuatu yang dianggap tetap nilainya
sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai. Jika diterapkan dalam auditing, maka standar auditing adalah suatu ukuran pelaksanaan tindakan yang
merupakan pedoman umum bagi auditor untuk melaksanakan audit.
Universitas Sumatera Utara
15
Dalam menjalankan pekerjaannya, seorang auditor harus bekerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Dalam Auditing ada 10 sepuluh standar yang harus dipenuhi oleh seorang auditor. Kesepuluh standar tersebut dikenal dengan Standar Auditing dan
disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia Standar Auditing tersebut dibagi menjadi 3 tiga kelompok, yaitu:
Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Ketiga kelompok ini dapat diuraikan sebagai berikut SA Seksi 150:
A. Standar Umum
1 Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang
memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2 Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3 Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
B. Standar Pekerjaan Lapangan
1 Pekerjaan harus direncanakan sebaik – baiknya dan jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
Universitas Sumatera Utara
16
2 Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3 Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan yang diaudit.
C. Standar Pelaporan
1 Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan
telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2 Laporan auditor harus menunjukkan dan menyatakan, jika ada,
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan
dengan penerapan prinsip akuntansi tersebutdalam periode sebelumnya.
3 Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4 Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika
Universitas Sumatera Utara
17
pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan
dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
2.2. Profesionalisme Auditor
2.2.1. Pengertian Profesionalisme
Standar Auditing dibagi menjadi 3 tiga, yaitu: Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Di dalam Standar
Umum digolongkan berbagai penjabaran yang mengatur mengenai persyaratan pribadi akuntan publik. Standar Umum ini juga terbagi menjadi
3 tiga point, dan point yang ketiga berbunyi “Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.” SA Seksi 230, Paragraf 01. Artinya seorang auditor dituntut untuk memiliki profesionalisme dalam
memeriksa laporan keuangan. Profesionalisme terdiri dari dua kata, yaitu profesional dan isme.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001 pengertian profesional adalah bersifat profesi, memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan
latihan, beroleh bayaran atas keahliannya itu. Kemudian kata profesional tersebut mendapat akhiran –isme, yang dalam Bahasa Indonesia berarti
Universitas Sumatera Utara
18
“sifat”. Maka istilah profesionalisme berarti sifat yang harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga pekerjaannya
tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan sebaik – baiknya, penuh dengan tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya dengan
dilandasi pendidikan dan keterampilan yang dimilliki. Sesuai dengan definisi profesionalisme di atas, maka auditor yang
memiliki profesionalisme harus memiliki tanggung jawab bukan hanya kepada klien saja, tetapi juga kepada masyarakat dan rekan seprofesi lainnya
untuk menjalankan pekerjaannya dengan sebaik – baiknya dan dengan menggunakan keterampilan yang dimiliki melalui pendikikan yang telah
dijalani.
2.2.2. Konsep Profesionalisme
Profesionalisme yang dimiliki oleh seorang auditor dapat diukur dengan menggunakan 5 lima dimensi yag dikembangkan oleh Hall 1968,
yaitu: 1. Menganggap organisasi profesi sebagai acuan utama –
menggunakan organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai acuan utama dalam melaksanakan
pekerjaan profesionalnya.
2. Pelayanan kepada masyarakat – hal ini mencakup pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang
diperoleh dari profesi tersebut baik masyarakat maupun kalangan profesional.
3. Regulasi diri – mencakup keyakinan bahwa orang yang berhak menilai profesionalitas suatu pekerjaan adalah rekan
seprofesi.
Universitas Sumatera Utara
19
4. Dedikasi – mengunakan kemampuan profesional dalam pekerjaan walaupun honor intrinsik terbatas.
5. Otonomi – mencakup sebuah pandangan bahwa praktisi harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari
pihak luar, yang bukan merupakan rekan profesi.
Sesuai dengan konsep profesionalisme yang dijelaskan tersebut, sangat diharapkan bagi seorang auditor dalam melakukan audit dengan
sebaik – baiknya tanpa ada pengaruh dari pihak luar, sehingga laporan audit yang dihasilkan berkualitas.
2.2.3. Cara Auditor Mewujudkan Profesionalisme
Seorang auditor dituntut untuk memiliki profesionalisme. Secara sederhana, ini berarti bahwa seorang auditor adalah profesional yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya dengan tekun dan seksama, serta dalam menentukan keputusan tidak terpengaruh dari pihak
lain. Sebagai seorang profesional, auditor tidak boleh ceroboh, tetapi mereka juga tidak diharapkan selalu sempurna.
Untuk memiliki pencapaian kompetensi profesional auditor memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi dan diikuti dengan
pendidikan khusus dan pelatihan serta memiliki pengalaman kerja. Selain itu, auditor yang memiliki profesionalisme juga harus mengikuti standar
yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
20
2.2.4. Hubungan Profesionalisme Auditor dengan Pertimbangan
Tingkat Materialitas
Profesionalisme berarti sifat yang harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga pekerjaannya
tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan sebaik – baiknya, penuh dengan tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya dengan
dilandasi pendidikan dan keterampilan yang dimilliki. Sesuai penjelasan sebelumnya auditor yang dianggap profesionalisme harus memiliki kelima
dimensi yang dikemukakan Hall. Seorang auditor yang profesional, maka dalam mengambil
keputusan tidak akan terpengaruh oleh orang lain atau pihak manapun, karena auditor yang profesional mengetahui bahwa profesi mereka
dipandang independen oleh masyarakat dan mereka harus menjaga independesi tersebut. Untuk itu dalam memutuskan tentang materialitas
suatu laporan keuangan, seorang auditor yang profesional tidak akan terpengaruh oleh pihak manapun, walaupun dia dibayar oleh perusahaan
yang diauditnya, auditor yang profesional tetap akan memutuskan tingkat materialitas sesuai dengan fakta yang ada.
2.3. Etika Profesi
2.3.1. Pengertian Etika
Banyak para ahli yang berpendapat tentang definisi dari etika. Pengertian etika secara umum menurut Arenset al 2008:98 adalah
serangkaian prinsip atau nilai moral.Menurut Kamus Besar Bahasa
Universitas Sumatera Utara
21
Indonesia 2001, etika memiliki arti tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Sedangkan menurut Bertens
2001 dalam Agoes dan Ardana 2013 ada dua pengertian tentang etika, yaitu etika sebagai praktis dan sebagai refleksi. Etika sebagai praktis berati
nilai – nilai dan norma – norma baik yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Sedangkan etika sebagai
refleksi adalah pemikiran moral. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa etika memiliki banyak
pengertian menurut parah ahli. Namun, jika dilihat sebagai ilmu, maka etika dapat merumuskan suatu teori, konsep, asas atau prinsip – prinsip tentang
perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut dianggap baik atau tidak baik, dan sebagainya.
Jika dilihat dari segi auditing, maka etika adalah suatu prinsip, teori atau konsep tentang perilaku yang baik dan benar dalam proses untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta pernyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan.
2.3.2. Perlunya Etika Profesi
Dasar pemikiran yang melandasi penyusunan etika profesional setiap profesi menurut Mulyadi 2002 adalah kebutuhan akan kepercayaan
masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh profesi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
22
Demikian pula dengan profesi akuntan publik yang dinilai sebagai pihak independen, kepercayaan masyarakat merupakan hal terpenting yang harus
dijaga. Untuk itu auditor harus menetapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit yang dilakukan.
Selain dari sisi seorang auditor, etika profesi ini juga berfungsi untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan yang disebabkan
kelalaian jasa profesional tersebut. Dan juga untuk melindungi jasa profesional tersebut dari orang – orang yang tidak bertanggung jawab, yang
mangaku dirinya profesional.
2.3.3. Prinsip – prinsip Etika Profesi Auditor
Kode Etika Profesi Akuntan Publik yang sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik adalah aturan etika yang harus
diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI dan staf profesional baik yang merupakan anggota IAPI atau bukan, yang bekerja
pada Kantor Akuntan Publik. Ada 5 lima prinsip etika profesi akuntan publik yang tercantum dalam Standar Profesi Akuntan Publik, yaitu:
1. Integritas 2. Objektivitas
3. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional 4. Kerahasiaan
5. Perilaku Profesional
Penjelasan dari kelima prinsip di atas dijelaskan oleh Mulyadi 2002:56 sebagaia berikut:
1. Integritas Intergirtas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
Universitas Sumatera Utara
23
kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang
diambilnya.
Integritas mengharuskan semua anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia
penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi
2. Objektivitas Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap jujur dan adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di
bawah pengaruh pihak lain.
3. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional Kompetensi memnunjukkan terdapatnya pencapaian
dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk
memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.
Kehati – hatian Profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa
profesional dengan sebaik – baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
4. Kerahasiaan Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antaranggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
Kerahasiaan tidaklah semata – mata masalah
pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota untuk meperoleh informasi selama melakukan jasa
profesional tidak menggunakan atau terlibat menggunakan
Universitas Sumatera Utara
24
informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
5. Perilaku Profesional Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oelh anggota sebagai perwujudan tanggung jawab kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip inilah yang merupakan landasan bagi setiap auditor untuk berperilaku dan untuk melaksanakan audit, agar hasil auditan dapat
diandalkan.
2.3.4. Hubungan Etika Profesi dengan Pertimbangan Tingkat
Materialitas
Pengertian etika dari segi auditing adalah suatu prinsip, teori atau konsep tentang perilaku yang baik dan benar dalam proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta pernyampaian hasil – hasilnya
kepada pemakai yang berkepentingan. Auditor harus menjunjung prinsi – prinsip etika yang terdapat dalam
SPAP. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya ada 5 lima prinsip etika yang harus dilakukan oleh auditor dalam mengaudit laporan keungan. Semakin
tinggi seorang auditor menjunjung etika profesinya, maka dalam penentuan tingkat materialitas pasti akan berbeda dengan auditor yang kurang
Universitas Sumatera Utara
25
menjunjung tinggi etika profesinya. Auditor yang beretika akan menilai tingkat materialitas secara objektiv, jujur dan berhati – hati agar laporan
audit yang dihasilkan dapat diandalkan.
2.4. Motivasi
Motivasi menurut Goleman 2001 : 13 berarti sesuatu yang membuat seseorang mengambil inisiatif dan bertindak untuk mencapai sasaran dengan
menggunakan hasratnya yang paling dalam dan siap menghadapi segala resikonya. Motivasi yang paling baik adalah yang berasal dari diri sendiri. Hanya
dengan motivasi seseorang akan mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada.
Ada beberapa teori tentang motivasi, salah satunya Teori Kebutuhan McClelland yang dikembangkan oleh David McClelland. Teori ini mengatakan
bahwa tindakan manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Ada tiga kebutuhan yang dijelaskan dalam Teori McClelland ini, yaitu:
1. Kebutuhan untuk berprestasi, yaitu keinginan untuk berprestasi dan mencapai standar – standar yang ada.
2. Kebutuhan berkuasa, yaitu kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku
sebaliknya. 3. Kebutuhan untuk berafiliasi, keinginan untuk menjalin suatu hubungan
antarpersonal yang ramah dan akrab.
Universitas Sumatera Utara
26
2.4.1 Hubungan Motivasi denganPertimbangan Tingkat Materialitas
Motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk memulai suatu tindakan. Tindakan yang dilakukan manusia mempunyai
tujuan untuk memenuhi kebutuhannya, sebagai seorang auditor tentunya kebutuhanya adalah agar dinilai berprestasi dalam pekerjaannya. Hal ini
berarti seorang auditor yang memiliki motivasi dalam dirinya akan bertindak untuk mencapai standar – standar yang ada dan akan meningkatkan
prestasinya dalam melakukan audit. Dalam kegiatan audit, auditor harus menetapkan tingkat materialitas laporan keuangan untuk melakukan tahapan
audit selanjutnya. Seorang auditor yang memiliki motivasi dalam dirinya untuk
berprestasi, tentunya dalam menetapkan tingkat materialitas juga akan bersungguh – sungguh. Karena ia ingin agar melalui perkerjaannya orang
lain dapat melihat bahwa ia berprestasi dan memenuhi semua standar yang ada, sehingga orang lain dapat mengandalkan hasil auditnya.
2.5. Pengalaman Auditor
Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi dalam bertingkah laku baik dari pendidikan formal
maupun non formal, atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada pola tingkah laku yang lebih tinggi.
Seseorang yang ingin berkarier sebagai akuntan publik, ia harus lebih dulu mencari pengalaman profesi di bawah pengawasan akuntan senior yang lebih
Universitas Sumatera Utara
27
berpengalaman Mulyadi 2002:25. Hal tersebut berguna agar akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis
dalam profesinya. Sesuai SK Menteri Keuangan No. 43KMK.0171997 tanggal 27 Januari 1997 Pasal 17, auditor harus memiliki pengalaman kerja sekurang –
kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit. Hal ini menunjukkan pengalaman sangat dibutuhkan oleh seorang auditor.
Seorang auditor yang sudah memiliki banyak pengalaman tentunya akan memiliki pandangan yang berbeda dalam menetapkan tingkat materialitas suatu
laporan keuangan dan tentunya tingkat kehati – hatiannya dalam melakukan audit juga berbeda dibanding dengan auditor yang baru menyelesaikan pendidikannya.
Seorang yang berpengalaman tentunya cara berpikirnya lebih terperinici dibanding yang belum berpengalaman. Semakin sering ia melakukan pekerjaan
tersebut, tentunya semakin terampil dan cermat ia dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Untuk itulah seorang auditor sangat memerlukan pelatihan yang cukup
agar memiliki pengalaman untuk melakukan audit atas laporan keuangan, serta lebih peka dalam mendeteksi kesalahan – kesalahan yang ditemukan dalam
laopran keuangan dan menetapkan tingkat materialitas suatu laporan keuangan.
2.5.1. Hubungan Pengalaman Auditor dengan Pertimbangan Tingkat
Materialitas
Kantor Akuntan Publik yang dipandang terkemuka karena memiliki auditor yang berpengalaman bekerja dikantor itu. Pengalaman
sangat penting bagi setiap pekerjaan apapun, termasuk akuntan publik. Seseorang yang dianggap memiliki pengalaman tinggi pasti hasil
Universitas Sumatera Utara
28
keputusannya akan berbeda dengan seseorang yang belum perpengalaman. Dalam hal ini akuntan publik yang berpengalaman
memiliki pandangan yang berbeda tentang pertimbangan tingkat materialitas.
Seorang auditor yang baru saja menyelesaikan studinya akan menilai tingkat materialitas suatu laporan keuangan dengan hanya
berpatokan pada teori. Namun umumnya teori dan keadaan sesungguhnya bisa saja berbeda. Tetapi seorang akuntan publik yang berpengalaman
tentunya dalam menilai tingkat materialitas suatu laporan keuangan akan memiliki pandangan yang berbeda dengan akuntan publik junior. Hal ini
juga dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Abdolmohammadi dan Wright 1987, yang mengatakan bahwa akuntan publik yang lebih
berpengalaman akan memberikan hasil yang berbeda dengan akuntan publik yang belum berpengalaman terhadap penilaian audit.
2.5. Pertimbangan Tingkat Materialitas
2.5.1. Pengertian Materialitas
Materialitas menurut SPAP SA Seksi 312 adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari
keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut.
Pengertian lain mengenai materialitas yang diterapkan dalam bidang akuntansi dan selanjutnya berlaku dalam pelaporan audit adalah
Universitas Sumatera Utara
29
sebagaimana dikemukakan oleh Arens et al 2008:72,yaitu suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan akan
salah saji tersebut akan mempernaruhi keputusan para pemakai laporan tersebut.
Mulyadi 2002:157 mengatakan bahwa materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang
dilihat dari keadan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
2.5.2. Konsep Materialitas
Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal baik secara individu ataupun keseluruhan adalah penting bagi kewajaran penyajian
laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Hal ini menunjukkan keyakinan auditor bahwa laporan keuangan
secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material. Materialitas juga merupakan salah satu konsep baik dalam audit maupun akuntansi yang
penting dan mendasar. Materialitas dalam konsep audit adalah untuk mengukur lingkup audit. Materialitas audit menggambarkan jumlah
maksimum kemungkinan terdapat kekeliruan dalam laporan keuangan dimana laporan keuangan tersebut masih dapat menunjukkan posisi
Universitas Sumatera Utara
30
keuanganperusahaan dan hasil operasi perusahaan berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum.
2.5.3. Tujuan Pertimbangan Tingkat Materialitas
Dalam perencanaan audit, auditor harus menentukan pertimbangan awal tingkat materialitas. Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah
jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor tidak mempengaruhipengambilan keputusan dari pemakai.
Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan terpenting yang diambil oleh auditor, yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai.
Materialitas bukanlah suatu penilaian yang objektif. Interpretasi materialitas bervariasi, tergantung pada keadaan tertentu. Inilah yang menyebabkan
suatu tingakt materialitas berbeda dalam setiap perusahaan. Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor
merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah maka lebih banyak bahan bukti yang harus
dikumpulkan dari pada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali audior mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal
ini selama audit. Jika ini dilakukan, jumlahyang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materilitas. Sebab-sebabnya antara
lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkannya, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau
besar.
Universitas Sumatera Utara
31
2.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu mengenai profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor. Dimana
penelitian masing – masing memiliki variabel independen dan dependen yang berbeda – beda, sesuai dengan kepentingan peneliti.
Berikut ini penelitian – penelitian yang sudah ada sebelumnya mengenai profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor:
Manita, et al2011 meneliti tentang dampak faktor kualitatif pada penilaian etika terhadap materialitas. Peneliti melakukan penelitian dengan membagikan
kuesioner kepada 44 sampel auditor di Perancis. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara penilaian etika terhadap materialitas.
Alvina dan Suryanawa 2011 melakukan penelitian mengenai analisis hubungan antara profesionalisme auditor dengan pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Penelitiaan ini berfokus pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bali yang terdaftar di IAPI. Penentuan
sampel menggunakan purposive sampling, dengan kriteria: 1 Kantor Akuntan Publik yang berstatus aktif, 2 auditor yang memiliki pengalaman kerja lebih dari
3 tahun. Dari kriteria di atas, terdapat 10 Kantor Akuntan Publik yang memnuhi syarat. Dan jumlah kuesioner yang disebar adalah 76 buah, jumlah kuesioner yang
dibagikan 53 buah, dan hanya 23 kuesioner yang dapat diolah. Pengolahan data menggunakan SPSS dengan analisis regresi linier berganda. Variabel indpenden
dalam penelitian ini adalah profesionalisme auditor yang tercermin dalam 5 dimensi, yaitu: 1 pengabdian terhadap profesi, 2 kewajiban sosial, 3
Universitas Sumatera Utara
32
kemandirian, 4 keyakinan terhadap profesi dan 5 hubungan dengan rekan seprofesi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengabdian terhadap profesi,
kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat
materialitas. Ini menunjukkan bahwa profesionalisme memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
Agustianto 2013 melakukan penelitian mengenai pengaruh profesionalisme, pengalaman auditor, gender dan kualitas audit terhadap
pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Populasi dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja di Kantor
Akuntan Publik wilayah Jakarta dan sampel diambil secara random, dengan kriteria: 1 auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik dan kantor tersebut
terdaftar dalam Directory IAPI, 2 auditor harus mempunyai pengalaman bekerja lebih dari saru tahun. Berdasarkan pengambilan sampel sesuai dengan kriteria,
terdapat 19 Kantor Akuntan Publik yang memnuhi syarat dari seluruh Kantor Akuntan Publik yang ada di wilayah Jakarta. Dalam metode pengumpulan data,
peneliti menggunakan library research dan field research. Dalam field reseasrch peneliti memperoleh data dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang
disebar berjumlah 140 buah, dan yang kembali 120 buah. Kuesioner yang dapat diolah berjumlah 63 buah. Dalam mengolah data, peneliti menggunakan Microsof
Excel dan SPSS versi 19 dengan analisis data menggunakan regresi berganda. Variabel independen dalam penelitian ini adalan profesionalisme, pengalaman
auditor, gender dan kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
33
profesionalisme, pengalaman auditor, gender dan kualitas audit berpengaruh signifikan secara parsial ataupun simultan terhadap pertimbangan tingkat
materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Herawaty dan Susanto 2009 melakukan penelitian mengenai pengaruh
profesionalisme auditor, pengetahuan mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. Objek penelitian
adalah Kantor Akuntan Publik wilayah Jakarta, dengan respondenya adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik tersebut yang memiliki pendidikan
minimal S1 dan posisi minimal sebagai akuntan publik senior. Metode sampling yang digunakan adalah convenience sampling, yaitu pemilihan sampel
berdasarkan kemudahan, sehingga penulis mempunyai kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah. Data dikumpulkan dengan cara
membagikan kuesioner kepada para responden. Jumlah kuesioner yang dibagikan sebanyak 200 buah, dan yang kembali sebanyak 150 buah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme auditor, pengetahuan mendeteksi kekeliruan dan etika profesi memiliki pengaruh yang signifikandan positif
terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam memeriksa laporan keuangan.
Abdolmohammadi dan Wright 1987 melakukan penelitian mengenai pengaruh pengalaman dan komplektifitas tugas terhadap penilaian audit.
Penelitian dilakukan terhadap 88 responden, dimana keseluruhan responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu, kelompok yang kurang berpengalaman dan
Universitas Sumatera Utara
34
kelompok yang berpengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penilaian audit yang didapat dari kedua kelompok itu berbeda.
Review Penelitian Terdahulu Tabel 2.2
No Nama
Peneliti Variabel
Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
1. Riadh Manita,
Hassan Lahbari dan Najoua Elommal
2011: The Impact of
Qualitative Factor on Ethical
Judgement of Materiality: An
Experimental Study with
Auditors • Materialitas
Y • Etika X
1
Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya hubungan antara
penilaian etika terhadap
materialitas. Tidak ada
variabel independen,
yaitu: Profesionalisme
Auditor dan Pengamalan
Auditor
2. Novita Alvina dan
I Ketut Suryanawa 2011:
Analisis Hubungan Antara
Profesionalisme Auditor dengan
Pertimbangan Tingkat
Materialitas dalam Proses Pengauditan
Laporan Keuangan • Pertimbang
-an Tingkat Materialitas
Y
• Profe- sionalisme
Auditor, yang terdiri
dari: pengabdian
terhadap profesi
X
1
, kewajiban
sosial X
2
, kemandiria
n X
3
, keyakinan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa profesionalisme
auditor memiliki pengaruh yang
signifikan dan positif terhadap
pertimbangan tingkat
materialitas. Tidak ada
variabel independen,
yaitu : Etika Profesi
dan Pengalaman
Auditor
Universitas Sumatera Utara
35
terhadap profesi X
4
dan hubungan
dengan rekan
seprofesi X
5
3. Angga Agustianto
2013: Pengaruh
Profesionalisme, Pengalaman
Auditor, Gender dan Kualitas Audit
terhadap Pertimbangan
Tingkat Materialitas dalam
Proses Pengauditan Laporan Keuangan.
• Pertimbang an Tingkat
Materialitas Y
• Profesional -isme X
1
• Pengalam- an Auditor
X
2
• Gender X
3
• Kualitas Audit X
4
Hasil dari penelitian ini
secara parsial menunjukkan
bahwa profesionalisme,
pengalaman auditor, gender
dan kualitas audit
berpengaruh secara signifikan
terhadap pertimbangan
tingkat materialitas.
Tidak ada variabel
independen, yaitu : Etika
Profesi.
4 Arleen Herawaty
dan Yulius Kurnia Susanto 2009,
Vol. 11 : Pengaruh
Profesionalisme, Pengetahuan
Mendeteksi Kekeliruan dan
Etika Profesi terhadap
Pertimbangan • Pertimbang
an Tingkat Materialitas
Akuntan Publik Y
• Profesional -isme X
1
• Pengetahu- an
Mendeteksi Kekeliruan
X
2
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa profesionalisme
auditor, pengetahuan
mendeteksi kekeliruan dan
etika profesi memiliki
pengaruh yang signifikandan
Tidak ada variabel
independen, yaitu:
Pengalaman Audior
Universitas Sumatera Utara
36
Tingkat Materialitas
Akuntan Publik • Etika
Profesi X
3
positif terhadap pertimbangan
tingkat materialitas
akuntan publik dalam
memeriksa laporan
keuangan.
5 Mohammad
Abdolmohammadi dan Arnold Wright
1987, Vol.62, No.1:
Pengujian terhadap efek dari
Pengalaman dan Komplektisitas
Tugas terhadap Penilaian Adit
• Penilaian Audit Y
• Pengalam- an X
1
• Komplek- tisitas
Tugas X
2
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan
dalam penilaian audit dari
auditor yang bepengalaman
dan auditor yang kurang
berpengalaman. Variabel
dependennya berbeda.
Peneliti menggunakana
variabel dependen:
pertimbangan tingkat
materialitas Variabel
independen. Peneliti
menambahkan variabel:
profesionalisme dan etika
profesi.
2.7. Kerangka Konseptual