Optimasi Metode Pemisahan Puncak Dalam Kromatografi

2 Difusi longitudinal Difusi longitudinal menggambarkan pergerakan acak molekul dalam fase gerak.Difusi longitudinal berpengaruh secara signifikan terhadap ketinggian lempeng pada kecepatan fase gerak yang rendah atau lambat.Sedangkan pada kecepatan difusi solut yang tinggi dalam fase gerak menyebabkan molekul solut terdispers secara aksial dan lambat bermigrasi melalui kolom Willard et al., 1988. Gambar 5. Ilustrasi yang menyebabkan pelebaran puncak selama pemisahan menggunakan KCKT Snyder dkk., 2010 3 Transfer massa Transfer massa dapat menyebabkan pelebaran pita, terjadinya transfer massa disebabkan oleh transfer massa fase gerak yang merupakan kecepatan alir analit yang mempengaruhi pelebaran pita, diantara partikel fase diam terdapat rongga yang jika analit melewatinya akan lebih cepat keluar terbaca detektor dan jika analit cenderung lebih menyamping maka akan terjadi interaksi dahulu terhadap partikel fase diam. Transfer massa fase diam mempresentatifkan analit yang terpenetrasi ke dalam partikel fase diam dan tinggal lebih lama sebelum meninggalkan partikel fase diam. Perbedaan lama waktu tinggal dan adanya analit yang terlebih dahulu terelusi keluar akan menyebabkan pelebaran pita Snyder dkk., 2010. b. Faktor retensi Jika nilai faktor retensi k’ kecil maka resolusi menjadi lebih buruk. Ketika nilai k’ dibuat lebih besar, resolusi akan meningkat. Peningkatan nilai ∝ juga akan meningkatkan nilai resolusi Snyder dkk, 2010. Faktor retensi k’ dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : = − 5 c. Resolusi Resolusi dapat didefinisikan sebagai perbedaan waktu antara retention time dua puncak peak yang saling berdekatan dibagi dengan rata-rata lebar puncak, sehingga yang sangat berpengaruh terhadap pemisahan komponen analit merupakan retention time t R masing-masing analit dan lebar puncaknya W. Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 untuk memberikan pemisahan yang baik Gandjar dan Rohman, 2010. = − 0,5 + 6 Gambar 6. Peak kromatogram untuk mengukur resolusi Snyder dkk., 1997 d. Selektivitas Selektivitas merupakan kemampuan sistem kromatografi untuk memisahkan dua analit dan dapat digambarkan sebagai rasio faktor retensi dengan persamaan sebagai berikut : = ′ ′ = − − 7 Selektivitas tergantung pada sifat dari fase diam dan komposisi fase gerak.Selektivitas harus 1,0 untuk pemisahan puncak Ahuja and Dong, 2005. Selektivitas dapat menghasilkan pergeseran satu puncak relatif terhadap puncak lainnya dengan menaikan nilainya. Efisiensi pemisahan yang ditunjukkan oleh faktor N akan berubah dengan mengubah panjang kolom L atau mengubah kecepatan alir fase gerak. Menaikan lempeng teoritis N suatu kolom akan mengakibatkan penyempitan dua puncak sehingga lebar puncak W menjadi kecil dan resolusi menjadi lebih besar. Menurunkan nilai k’ akan menghasilkan pemisahan yang jelas dan retention time yang pendek, sebaliknya menaikan nilai k’ akan memberikan resolusi yang lebih baik dan waktu pemisahan menjadi naik Gandjar dan Rohman, 2010. e. Tailing factor Kondisi yang diperlukan dalam analisis KCKT yaitu kondisi puncak yang simetris karena puncak yang asimetris dapat menghasilkan bilangan lempeng teoritik dan faktor resolusi yang tidak akurat, perhitungan tidak teliti, penurunan derajat resolusi dan puncak-puncak minor yang tidak terdeteksi pada ekor puncak, serta waktu retensi yang tidak reprodusibel. Parameter yang digunakan adalah peak asymmetry factor As, yang diukur pada 10 tinggi puncak Snyder dkk., 1997. Faktor asimetri atau sering disebut tailing factor Tf yang dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi puncak kromatogram yang menghasilkan nilai Tf = 1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat simetris. Nilai Tf 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalam tailing.Semakin besar nilai Tf menunjukkan bahwa kolom yang digunakan semakin kurang efisien.Berdasarkan hal tersebut maka nilai Tf dapat digunakan untuk melihat efisiensi kolom kromatografi Gandjar dan Rohman, 2007. Jika nilai Tf dan As = 1 menyatakan bahwa telah terjadi pemisahan yang baik pada kromatogram. Semakin meningkatnya nilai Tf dan As maka pemisahan yang terjadi pada kolom semakin tidak baik. Nilai Tf yang lebih dari 2 dapat mengganggu analisis analit, sehingga syarat tailing factor untuk analisis yaitu kurang dari 2 Snyderdkk., 2010. Gambar 7. Penentuan asymmetry factor As dan tailing factor TF Snyder dkk., 2010

E. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis merupakan suatu proses tindakan penilaian terhadap suatu parameter, berdasarkan perlakuan di laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan dalam penggunaannya. Parameter-parameter tersebut antara lain sebagai berikut : a. Presisi dan repeatability. Presisi merupakan derajat keterulangan hasil uji terhadap metode yang dilakukan secara berulang pada sampel. Repeatability adalah ukuran keterulangan dari prosedur analisis dalam jangka waktu yang singkat, oleh analis dan peralatan yang sama The United States Pharmacopeia, 2007. b. Linearitas. Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mendapatkan hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi jumlah analit di dalam sampel The United States Pharmacopeia, 2007. c. Limit of Detection LOD. LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon yang signifikan dibandingkan blanko The United States Pharmacopeia, 2007.

F. Landasan Teori

Asam urat merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami oleh masyarakat di Indonesia karena kebiasaan dan pola hidup yang kurang sehat.Alopurinol merupakan obat anti gout yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah Katzung, 2004. Dalam perkembangannya, seringkali alopurinol dijadikan sebagai bahan kimia obat yang dicampurkan ke dalam jamu.Keputusan Kepala Badan POM no.HK.00.05.41.1384 tahun 2005, menyatakan bahwa dalam obat tradisional dilarang menggunakan salah satunya yaitu bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat.Oleh karena itu harus diketahui kadarnya dalam jamu asam urat.Informasi terkait dosis tertinggi alopurinol hingga menimbulkan efek buruk yang tidak teramati NOAEL adalah sebesar 12mgkgBBhari Anonim, 2014.Berdasarkan nilai NOAEL, dapat ditetapkan batas kuantifikasi LOQ yang harus dicapai dari alopurinol. Depkes RI 1974 menyatakan bahwakadar alopurinol dalam tablet dapat diukur dengan spektrofotometri UV.Untuk mengetahui apakah metode spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu, perlu dilakukan verifikasi kinerja metode analisis alopurinol secara spektrofotometri UV. Matriks jamu sangat kompleks sehingga perlu dilakukan pengembangan metode analisisdan clean upalopurinol dalam matriks jamu. Analisis alopurinol dalam jamu dilakukan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi KCKT fase terbalik dengan fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1 dalam akuabides dan fase diam C 18 . KCKT dipilih untuk analisis alopurinol dalam jamu asam urat karena mampu memisahkan dari suatu campuran sekaligus menetapkan kadarnya, mudah, cepat dan sensitif.Detektor UV dipilih karena alopurinol memiliki kromofor yang dapat memberikan serapan di daerah UV. Fase diam C 18 digunakan karena fase diam ini cocok untuk senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi dan memiliki pH di antara 2,5-7,5. Interaksi pada C 18 didasarkan pada interaksi van der Waals. Bagian cincin benzen dari alopurinol merupakan bagian hidrofobik yang akan berinteraksi dengan fase diam. Untuk dapat mengelusi alopurinol, digunakan campuran pelarut metanol :amonium hidroksida 0,1dalam akuabides. Alopurinol bersifat polaryang dapat berinteraksi dengan fase gerak yang polar sehingga alopurinol dapat terelusi. Untuk menetapkan alopurinol dalam jamu dengan metode KCKT perlu dilakukan optimasi pada sistem KCKT dan validasi metode penetapan kadar terlebih dahulu untuk memperoleh data yang dapat dipercaya. Pada penelitian ini, optimasi pemisahan dengan KCKT fase terbalik dilakukan dengan mengubah komposisi fase gerak dan flow rate untuk memperoleh kondisi yang optimum dengan parameter nilai waktu retensi, N, HETP, tailing factor, dan resolusi. Optimasi pada sistem KCKT fase terbalik untuk penetapan kadar alopurinol dalam matriks sampel jamu asam urat dengan fase gerak metanol : amonium hidroksida 0,1 dalam akuabides dan fase diam C 18 yang telah optimum digunakan dalam validasi metode analisis untuk menjamin bahwa metode yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis antara lain presisi, linearitas, dan sensitivitas.

G. Hipotesis

1. Metode penetapan kadar alopurinol secara spektrofotometri ultraviolet tidak dapat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu. 2. KCKT fase terbalik dengan fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1 dalam akuabides dan fase diam C 18 dapat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam matriks sampel jamu asam urat dilihat dari waktu retensi, N, HETP, tailing factor, dan resolusi. 3. Selama periode penelitian, sistem KCKT yang digunakan masih reprodusibel dengan validitas yang baik pada parameter linearitas dan presisi. 30

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis rancangan penelitian eksperimental deskriptif karena adanya perlakuan terhadap subjek uji.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi fase gerak metanol : akuabides + ammonium hidroksida 0,1 dan flow rate yang digunakan.

2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah bentuk peak, retention time, resolusi dan nilai absorbansi yang dihasilkan.

3. Variabel Pengacau Terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah: a. Kemurnian pelarut, digunakan pelarut pro analysis dengan kemurnian yang tinggi. b. Alat yang digunakan dikendalikan dengan cara mengukur validitas metode yang digunakan berupa nilai linearitas dan sensitivitas spektrofotometri UV dan presisi, linearitas dan sensitivitas KCKT.