Optimasi Komposisi Fase Gerak dan Flow Rate

i. Waktu retensi Alopurinol Waktu retensi t R merupakan karakteristik fisiko kimiawi suatu senyawa, oleh karena itu masing-masing analit memiliki waktu retensi yang berbeda. Sebelum dilakukan optimasi komposisi dan flow rate pada fase gerak, terlebih dahulu dilakukan orientasi untuk mengetahui letak peak tunggal dari senyawa analit. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa peak yang muncul pada larutan baku adalah alopurinol dan juga melihat parameter optimasi yang memenuhi syarat yaitu  10 menit Depkes RI, 1995. Pada tabel VIII dapat diamati bahwa waktu retensi yang diperoleh memenuhi persyaratan  10 menit, baik dengan perbandingan komposisi fase gerak dan flow rate. Pada sistem KCKT terbalik, kekuatan fase gerak dalam mengelusi akan semakin meningkat seiring dengan menurunnya polaritas. ii. HETP danJumlah LempengTeoretis N HETP menggambarkan kinetika interaksi molekul - molekul senyawa didalam sistem KCKT yang digunakan Noegrohati, 1994, oleh karena itu penggunaan fase gerak yang lebih polar dan laju alir yang lebih lambat, memberikan HETP terendah, dengan konsekuensi jumlah lempeng teoretis tertinggi.Pada fase gerak III dengan flow rate 0,5 mLmenit menghasilkan nilai HETP yang lebih kecil dibandingkan fase gerak I dan II dengan flow rate yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar kurva van Deemter berikut. Gambar 16.Kurva van Deemter Willard, 1988 Berdasarkan Gambar 16 dapat dilihat bahwanilai HETP dipengaruhi oleh difusi eddy A, difusi longitudinal B dan transfer massa C. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai HETP dipengaruhi oleh transfer massa dan difusi longitudinal. Pada flow rate yang tinggi, kesetimbangan dalam proses transfer massa menjadi dominan dimana semakin besar flow rate maka semakin besar nilai HETP yang diperoleh. Namun dalam penelitian terjadi ketidaksesuaian nilai HETP pada fase gerak I dan III dengan flow rate 0,5 mLmenit. Hal ini disebabkan oleh difusi longitudinal yang berpengaruh terhadap flow rate yang rendah. Difusi longitudinal berkaitan dengan viskositas fase gerak dimana pada fase gerak yang memiliki viskositas yang tinggi dapat terjadi difusi longitudinal sehingga menyebabkan pembesaran nilai HETP yang diperoleh. Pada fase gerak I memiliki viskositas 0,86 cp, sedangkan fase gerak III memiliki viskositas 0,79 cp sehingga pada fase gerak I mengalami difusi longitudinal yang lebih besar dan menyebabkan nilai HETP yang diperoleh lebih besar. Jumlah lempeng teoritis N sangat penting dalam pemilihan fase gerak.Nilai N menggambarkan efisiensi pada sistem KCKT untuk mengetahui kemampuan sistem KCKT dalam memisahkan analit.Nilai N berbanding terbalik dengan nilai HETP. Berdasarkan Snyder dkk 2010, jumlah lempeng yang baik untuk kolom C 18 150 x 4,6 mm dengan ukuran partikel 5  m adalah  3000 lempeng. Pada tabel VIII dapat diamati bahwa jumlah lempeng yang diperoleh pada fase gerak I, II, dan III telah memenuhi persyaratan yaitu  3000 lempeng. iii. Tailing factor Nilai tailing factor yang diperoleh dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan komposisi dan flow rate fase gerak yang paling optimal.Nilai tailing factor bertujuan untuk melihat kesimetrisan dari puncak yang terbentuk dimana puncak simetris yang sempurna yaitu menyerupai puncak Gaussian. Pada penelitian, tailing factor dapat terjadi disebabkan oleh adanya adsorpsi atau interaksi lain yang lebih kuat antara analit dengan fase diam, sedangkan puncak mengalami fronting karena kolom yang digunakan overload, reaksi kimia atau isomerisasi selama kromatografi Ahuja and Dong, 2005. Syarat untuk nilai tailing factor adalah  2, dimana jika Tf yang dihasilkan  2 maka kemungkinan terjadi permasalahan sehingga dapat mengakibatkan peak mengalami tailing Synder et al., 2010. Dari data yang diperoleh berdasarkan tabel VIII dapat diamati bahwa untuk semua komposisi fase gerak dan flow rate yang digunakan memenuhi syarat nilai Tf yang baik, yaitu nilai Tf  2Synder dkk., 2010. Semakin kecil nilai Tf maka puncak yang terbentuk akan semakin simetris. Pada data tabel tersebut menunjukkan nilai Tf paling kecil terdapat pada fase gerak I dengan flow rate 0,5 mLmenit. iv. Resolusi Nilai resolusi menggambarkan daya pemisahan kolom dua senyawa analit yaitu antara alopurinol dengan puncak terdekat yang berada pada sebelah kiri puncak alopurinol terelusi lebih dulu. Tujuan pengamatan nilai resolusi ini adalah untuk mengetahui komposisi dan flow rate yang dapat menghasilkan kromatogram dengan nilai resolusi  1,5 Synder, Kirkland, and Glajch, 2012. Nilai resolusi yang besar dapat meminimalisasikan adanya gangguan analit lain terhadap puncak sehingga pengukuran akan lebih spesifik. Pada tabel VIIIdapat diamati bahwa nilai Rs yang memenuhi persyaratan  1,5 adalah fase gerak I. Dari ketiga flow rate pada fase gerak I, flow rate 0,5 mLmenit memiliki nilai resolusi yang paling besar yaitu 2,2. Berdasarkan parameter diatas menunjukkan fase gerak I dengan flow rate 0,5 mLmenit sebagai fase gerak yang optimal dengan waktu retensi sebesar ± 4,9 menit, oleh karena itu komposisi fase gerak dan flow rate yang digunakan adalah fase gerak I dengan perbandingan 10:90 dan flow rate 0,5 mLmenit.

2. Evaluasi Penetapan Kadar Metode Analisis KCKT

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian sistem penetapan kadar alopurinol dalam jamu yang meliputi serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode analisis yang digunakan dapat menghasilkan presisi, linearitas dan sensitivitas yang dapat diterima. Uji kesesuaian sistem ini dilakukan dengan menggunakan larutan baku alopurinol PT. IFARS dengan kemurnian 100,51 dan memiliki sertifikat Certificate of Analysis CoA Lampiran 1 untuk menjamin kemurnian alopurinol. Larutan baku kemudian dipersiapkan dan dilarutkan dengan pelarut. Pada metode KCKT, pelarut yang digunakan yaitu amonium hidroksida 5 dalam metanol.Alasan digunakan pelarut amonium hidroksida karena merupakan salah satu komponen penyusun fase gerak sehingga bertujuan untuk menghindari perbedaan kekuatan pelarut yang dapat muncul jika dilarutkan dalam pelarut selain komponen fase geraknya. Penggunaan amonium hidroksida 5 karena menyesuaikan pelarut yang digunakan untuk mengelusi analit pada proses clean up menggunakan SPE Waters, 2008.

a. Uji Kesesuaian Sistem dalam Periode Pertama 2013

i. Presisi terhadap parameter t R dan AUC Presisi merupakan suatu ukuran keterulangan terhadap metode analisis dan digambarkan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel. Pada penelitian dilakukan penentuan ripitabilitas dengan pengukuran pada kondisi percobaan yang sama secara berulang baik operator, peralatan, dan tempat pada waktu yang singkat. Presisi dinyatakan dengan persen koefisien variasi CV.Semakin kecil nilai persen CV maka dikatakan memiliki presisi yang baik.pada penelitian ini dilakukan uji presisi terhadap parameter t R , N, HETP, Tf, Rs dan AUC yang ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel IX. Persen koefisien variasi nilai t R dan AUC baku alopurinol periode I Massa Alopurinol ng t R AUC 302 Rep. 1 4,7 1654925 Rep. 2 4,7 1651463 Rep. 3 4,7 1650687 Rata-rata 4,7 1652358,3 SD 6,6 x 10 -3 2256,4 CV 0,1 0,1 Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa metode KCKT yang digunakan reprodusibel karena CV t R danAUC yang diperoleh dibawah 8 untukkonsentrasi  100  gmL Horwitz, 2007 sehingga metode KCKT ini cukup optimal untuk digunakan. ii. Linearitas kurva baku alopurinol periode pertama Kegiatan ini dilakukan pada bulan Desember 2013 dengan menggunakan hasil optimasi komposisi fase gerak dan flow rate yang optimal yaitu fase gerak I dengan perbandingan 10:90 dan flow rate 0,5 mLmenit. Pada periode pertama dilakukan pembuatan larutan kurva baku sebanyak 3 kali replikasi dengan 6 konsentrasi alopurinol yaitu 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 gmL, kemudian larutan ini segera diaplikasikan pada KCKT yang telah dioptimasi, sehingga diperoleh massa alopurinol yaitu 100, 200, 300, 400, 500 dan 600 ng. Pada penelitian ini pembuatan kurva baku dilakukan replikasi sebanyak 3 kali dan semua data diplotkan pada program Powerfit sehingga dapat ditentukan regresi linear yang mampu mencakup ketiga kurva baku tersebut. Berikut adalah data kurva baku alopurinol periode pertama. Tabel X. Data kurva baku alopurinol periode I Replikasi Massa alopurinol ng AUC Persamaan Persamaan kumulatif 1 101 247249 Fx = -471920.3 + 6859.7 x r= 0.999 Fx = -477792.8 + 6876.6 x r = 0.999 201 818744 302 1654925 402 2309629 503 2986392 603 3639311 2 101 245974 Fx = -480792.2 + 6886.3 x r = 0.999 201 813919 302 1651463 402 2307736 503 2986772 603 3653295 3 101 245746 Fx = -480665.7 + 6883.9 x r = 0.999 201 815105 302 1650687 402 2306361 503 2981560 603 3655325 Pada tabel X diperoleh persamaan kumulatif dengan koefisien korelasi r sebesar 0,999 dengan n = 6, maka dapat dikatakan linear secara statistik karena r 0,811 Tabel V. iii. Sensitivitas Batas deteksi LOD merupakan konsentrasi analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. LOD dapat ditentukan dari persamaan regresi linear kurva baku. Pada metode KCKT, perhitungan LOD dilakukan terhadap seri larutan kurva bakujamu asam urat. Semakin kecil nilai LOD maka dapat dikatakan bahwa metode yang digunakan memiliki sensitivitas yang baik. Polynomial Degree is: 1 , based on 18 data points 1 to 18 POLYNOMIAL is: Fx = -477792.75059 + 6876.65128 x higher degree is no significant improvement: F1,15,95.0 = 4.542 F_obs = 0.403 Coefficients, Standard Deviations and 95.0 Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -4.77793E+005 2.60150E+004 -5.32945E+005 -4.22641E+005 a1 6.87665E+003 6.64352E+001 6.73581E+003 7.01750E+003 Variance Y, S2 = 2.338397951E+009 Covariance matrix of Coefficients: 6.76778E+008 -1.55360E+006 -1.55360E+006 4.41364E+003 Correlation Coefficient: 0.99925 x value at y = 0: 69.480 Std.Dev.: 3.193 Range: 6.3E+001 x0 7.6E+001 Berdasarkan data diatas didapatkan persamaan kurva baku yang digunakan adalah y = 6876,6 x – 477792,8 dengan nilai koefisien korelasi r 0,999 dan nilai Sa = 2,60.10 4 . Sensitivitas juga ditentukan dari nilai slope yang menunjukkan respon dari alat. Nilai slope dapat ditunjukkan dari nilai b pada persamaan kurva baku yang diperoleh yaitu sebesar 477792,8. Dari perhitungan menggunakan rumus LOD maka didapatkan nilai LOD sebesar 12,5ng20 L.

b. Uji Kesesuaian Sistem dalam Periode Kedua 2014

Selama penelitian terdapat jeda waktu sehingga analis melakukan uji kesesuaian sistem kembali pada bulan Februari 2014 untuk mengetahui apakah kondisi metode KCKT yang digunakan masih reprodusibel untuk menetapkan kadar alopurinol dalam matriks jamu asam urat. i. Presisi terhadap parameter t R dan AUC Pada bulan Februari 2014 dilakukan uji presisi kembali untuk mengetahui keterulangan terhadap metode analisis selama periode waktu tertentu.Presisi dinyatakan dengan persen koefisien variasi CV.Semakin kecil nilai persen CV