teoritik dimana tes itu dibuat. Dengan kata lain sebuah tes dikatakan
memiliki validitas
konstruksi apabila
soal-soal mengukur setiap aspek berpikir seperti yang diuraikan kedalam
standar kompetensi, kompetensi dasar serta indikator yang terdapat dalam kurikulum.
3 Validitas Prediksi Predictive Validity
Validitas prediktif menunjukkan kepada hubungan antara tes skor yang diperoleh peserta tes dengan keadaan yang akan
terjadi diwaktu yang akan datang. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan
untuk memprediksi apa yang terjadi di masa yang akan datang. 4
Validitas Konkruen Conccurrent Validity Validitas konkruen menunjukkan pada hubungan antara
tes skor dengan yang dicapai dengan keadaan sekarang. Validitas ini dikenal juga sebagai validitas empiris. Sebuah tes
memiliki validitas konkruen apabila hasilnya sesuai dengan pengalaman.
b. Reliabilitas
Purwanto 2009: 154 mengemukakan bahwa reliabilitas adalah konsistensi dan ketepatan alat ukur dalam melakukan pengukuran.
Sudjana 2010: 16 mengemukakan bahwa reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilai. Tes hasil
belajar dikatakan ajeg apabila hasil pengukuran saat ini menunjukkan kesamaan hasil pada saat yang berlainan waktunya terhadap siswa yang
sama. Arikunto 1993: 81 mengatakan bahwa reliabilitas tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Seandainya berubah-
ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti. Menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa reliabilitas
adalah ketetapan suatu alat ukur yang jika diujikan berulang-ulang maka hasilnya relatif sama.
c. Karakteristik Butir Soal
1 Tingkat Kesukaran
Sudjana 2010: 135 mengungkapkan bahwa tingkat
kesukaran soal merupakan kesanggupan atau kemampuan siswa peserta tes dalam menjawab soal, bukan dilihat dari sudut
pandang guru sebagai pembuat soal. Ada 3 kriteria tingkat kesukaran soal yaitu mudah, sedang, dan sukar atau sulit.
Sulistyorini 2009: 173 kesukaran soal merupakan kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawab soal, bukan dilihat dari
sudut pandang guru sebagai pembuat soal. Untuk memperoleh kualitas soal yang baik, selain memenuhi validitas dan reliabilitas,
perlu adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal yang terbagi secara proporsional yaitu soal mudah, sedang, dan sukar.
Suwarto 2013: 106 tingkat kesukaran adalah peluang untuk menjawab benar pada butir tes dan pada tingkat kemampuan
tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran adalah kesanggupan peserta tes dalam menjawab
menjawab soal tes pada tingkatan tertentu.
2 Analisis Pengecoh
Arikunto 2012: 233 mengemukakan bahwa pengecoh dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila pengecoh tersebut
mempunyai daya tarik yang besar bagi peserta tes yang kurang memahami materi. Purwanto 2009: 108 berpendapat bahwa
pengecoh distractor juga dikenal dengan istilah penyesat, yaitu pilihan jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban. Pengecoh
harus dibuat semirip mungkin dengan kunci jawaban agar dapat berfungsi dengan baik. Surapranata 2009: 43 berpendapat bahwa
jawaban soal tes pilihan ganda itu terbagi menjadi dua yaitu jawaban dan pengecoh. Dari sekian banyak alternatif jawaban
tanya hanya terdapat satu jawaban benar yang dinamakan kunci jawaban, sedangkan kemungkinan jawaban yang tidak benar
dinamakan dengan pengecoh. Menurut pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa pengecoh adalah alternatif jawaban yang bukan merupakan jawaban benar.
3 Daya Pembeda
Arikunto 2012: 222 mengemukakan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi pandai dengan siswa yang berkemampuan rendah kurang pandai. Jika soal dapat dijawab benar oleh siswa
yang pandai maupun siswa yang kurang pandai maka soal tersebut tidak baik karena tidak mempunyai daya beda. Sudjana 2010: 141
mengemukakan bahwa analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal
bertujuan untuk
mengetahui kesanggupan
soal dalam
membedakan siswa yang tinggi prestasinya dengan siswa yang kurang atau lemah prestasinya. Artinya, jika soal diberikan pada
siswa yang mampu, maka hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi. Sebaliknya, jika soal diberikan pada siswa yang lemah maka
hasilnya juga menunjukkan prestasi yang rendah. Surapranata 2009: 23 mengatakan bahwa daya pembeda
soal yaitu daya dalam membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan
rendah. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan daya pembeda adalah kemampuan setiap soal untuk membedakan
peserta tes yang memiliki kemampuan tinggi dengan peserta tes yang memiliki kemampuan rendah.
3. Pengembangan Tes Hasil Belajar