Pendahuluan Saat ini bahan bakar fosil merupakan

Jurnal Kimia Unand ISSN No. 2303-3401, Volume 2 Nomor 3, Agustus 2013 13 PRODUKSI BIOETANOL DARI AMPAS TEBU DENGAN METODA SIMULTAN SAKARIFIKASI DAN FERMENTASI Cicy Irna, Elida Mardiah, dan Zulkarnain Chaidir Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas e-mail: cicyirna91gmail.com Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163 Abstract Sugarcane bagasse is a very abundant and waste containing lignocellulose. Lignocellulosic biomass can be produced into bioethanol. This research aimed to increase the ethanol content of sugarcane bagasses with pretreatment using a mixture of NaOH and NH 4 OH with simultaneous saccharification and fermentation SSF method. 10 g of sugarcane bagasses pretreated with a mixture of NaOH and NH 4 OH with variations of soaking time. The optimum pretreatment in concentrations of 2 NaOH and NH 4 OH 10 in bagasse weight ratio with volume of solution 1:15. Saccharification sugarcane bagasses using cellulase enzymes from Aspergillus niger. Cellulase enzymes tested for their ability to produce glucose from sugarcane bagasses with Somogy Nelson method. Saccharification process Production of bioethanol by SSF method using cellulase from Aspergillus niger and Saccharomyces cerevisae were isolated from fermipan. Ethanol concentration was determined by gas chromatography. Fermentation results obtained the optimum concentration of 2,11 ethanol with 3 days of fermentation. Keywords : bioethanol, sugarcane bagasse, pretretament, SSF

I. Pendahuluan Saat ini bahan bakar fosil merupakan

sumber energi utama bahan bakar dunia. Dari tahun ke tahun kebutuhan bahan bakar fosil semakin meningkat dan ketersediaan bahan bakar ini semakin berkurang karena tidak dapat diperbaharui. Menurunnya persediaan sumber bahan bakar fosil di dunia merupakan alasan diperlukannya sumber energi alternatif. Bioetanol merupakan salah satu energi alternatif yang baik karena bahan baku produksinya mudah didapat. 1 Ampas tebu adalah bahan yang tepat digunakan untuk memproduksi etanol karena mengandung selulosa 50, hemiselulosa 25 dan lignin 25. Kandungan selulosa yang cukup tinggi merupakan suatu potensi dari ampas tebu untuk menjadi salah satu bahan untuk memperoduksi bioetanol. Kesulitan yang dihadapi dalam proses degradasi selulosa adalah susunan yang heterogen dari polisakarida yang terdapat pada dinding sel. Hal ini disebabkan adanya lignin yang merupakan salah satu komponen lignoselulosa. Oleh karena itu diperlukan adanya pretreatment. 2,3,4,5 Pretreatment bertujuan untuk menghilangkan lignin yang mengikat selulosa. Tae Hyun Kim, dkk 2008 melakukan produksi bioetanol dari biji barley yang dipretreatment dengan metode perendaman dalam larutan amonia NH 4 OH. Amonia adalah basa lemah yang mampu melepaskan lignin dan tidak merusak karbohidrat, tetapi perendaman yang dilakukan dengan larutan amonia membutuhkan waktu yang cukup lama. Perendaman pada suhu 30 o C membutuhkan Jurnal Kimia Unand ISSN No. 2303-3401, Volume 2 Nomor 3, Agustus 2013 14 waktu 1 minggu dan mencapai optimum pada 7 minggu. Pada suhu 75 o C pelepasan optimum terjadi setelah dipretreatment selama 72 jam hingga 144 jam . Ziyu Wang dkk 2010 melakukan pretreatment terhadap rumput-rumputan dengan menggunakan NaOH. NaOH merupakan basa kuat yang mampu melepaskan lignin dengan cepat. Pada konsentrasi di atas 2 dan suhu tinggi 121 o C NaOH dapat mengakibatkan degradasi karbohidrat 3,6,7 . Bedasarkan penelitian Tae Hyun Kim 2008 dan Ziyu Wang, dkk 2010 maka dilakukan penelitian dengan menggunakan campuran NaOH dengan NH 4 OH. Untuk memperoleh etanol digunakan metoda Simultan Sakarifikasi dan Fermentasi SSF. Keuntungan metoda ini ialah sakarifikasi enzimatik dan fermentasi terjadi secara simultan. Glukosa yang dihasilkan dari proses sakarifikasi langsung diubah menjadi etanol sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan etanol lebih cepat daripada hidrolisis dan fermentasi secara terpisah SHF. Sakarifikasi dilakukan dengan memakai enzim selulase yang diproduksi oleh Aspergillus niger , fermentasi menggunakan Saccharomyces cereviciae 8,9 . Proses konversi bahan lignoselulosa menjadi etanol dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1. Direct Microbial Conversion DMC Direct Microbial Convertion ialah metoda konversi biomassa selulosa menjadi etanol. Enzim yang dibutuhkan dihasilkan dari mikroorganisme tunggal. Keuntungan dari metoda ini ialah tidak diperlukan proses khusus untuk menghasilkan enzim selulase. Dalam memproduksi enzim diperlukan konstribusi yang signifikan sehingga diperlukan biaya tambahan untuk melakukan hidrolisis enzimatik. Salah satu mikroorganisme yang berpotensi ialah Fusarium oxysporum memiliki potensi untuk mengubah tidak hanya D-xilosa, tetapi juga selulosa menjadi etanol dengan proses satu langkah. Kerugian utama dari Fusarium oxysporum adalah tingkat konversi menjadi etanol lebih lambat daripada menggunakan ragi. 10 2. Separated Hydrolysis and Fermentation SHF Proses Separate-Hydrolysis-Fermentation SHF adalah proses pembuatan etanol dimana tahap hidrolisis dan tahap fermentasi berlangsung terpisah. Bahan baku yang mengandung selulosa mengalami proses hidrolisis secara terpisah dari proses fermentasi. Sesudah proses hidrolisis selesai, dilanjutkan proses fermentasi. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengontrolan terhadap tiap tahap, agar tercapai hasil yang diinginkan. Selain itu interaksi antar dua tahap bisa diminimalkan. Kelemahan dari metoda ini ialah memerlukan dua reaktor dan memerlukan waktu yang lama. 10 3. Simultaneous Saccharification and Fermentation SSF Proses produksi etanol yang lebih baik ialah Simultan Sakarifikasi dan Fermentasi. Pada metoda ini dilakukan kombinasi dari enzim selulase dan mikroba fermentasi dalam satu reaktor. Hal ini memungkinkan proses satu langkah dalam meproduksi glukosa dan fermentasi menjadi etanol. SSF ialah metoda yang baik untuk meningkatkan tingkat keseluruhan selulosa untuk dikonversi menjadi etanol. 10

II. Metodologi Penelitian 2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi