2
digunakan biosorpsi logam berat dengan memanfaatkan
limbah pertanian.
Disamping karena
biayanya murah,
pemanfaatan limbah pertanian sebagai biosorben juga bertujuan untuk mengurangi
sampah organik. Biosorben yang berasal dari limbah pertanian telah dilaporkan
efektif untuk menghilangkan cemaran logam berat. Kulit buah manggis,
4
serbuk gergaji,
5
kulit salak,
6
daun zaitun,
7
kulit kacang almond dan kenari,
8
serta limbah pertanian lainnya telah digunakan sebagai
biosorben. Indonesia menghasilkan limbah pertanian
dalam jumlah
besar tiap
tahunnya. Sebagian besar dari limbah tersebut dibiarkan membusuk dengan
sendirinya sehingga menimbulkan masalah estetika, baik di air, di tanah, maupun di
udara. Jengkol
Pithecellobium jiringa
Prain merupakan tanaman yang sudah sejak lama
ditanam di
Indonesia. Sejauh
ini pemanfaatan
jengkol terbatas
pada penggunaan
bijinya sebagai
bahan makanan, sementara kulitnya dibuang
sebagai sampah. Sejauh ini kulit jengkol baru dimanfaatkan sebagai bioherbisida dan
biolarvasida.
9
Padahal dalam kulit jengkol terkandung alkaloid, flavonoid, glikosida
antrakinon, tannin, triterpenoidsteroid, dan saponin.
10
yang berpotensi sebagai bahan untuk menyerap logam berat. Maka
pada penelitian ini dipelajari kemampuan kulit jengkol sebagai bahan penyerap ion
logam PbII dan CuII.
II. Metodologi Penelitian 2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
Larutan induk
timbal dan
tembaga diperoleh
dengan melarutkan
garam PbNO
3 2,
CuSO
4
.5H
2
O Merck, Germany. pH larutan diatur dengan penambahan
HNO
3
atau NaOH 0,01 M. Semua bahan kimia yang digunakan adalah reagen
dengan tingkat kemurnian tinggi. Peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Shaker, AAS SpectrAA-240 VARIAN, FTIR, pH meter, timbangan
analitik, cruiser, serta peralatan gelas laboratorium lainnya.
2.2. Prosedur penelitian 2.2.1 Perlakuan awal kulit jengkol sebagai
biosorben
Kulit jengkol dicuci dengan air kran, kemudian
dipotong kecil-kecil
dan dikeringkan pada suhu ruangan. Kulit
jengkol yang telah kering, dihaluskan menggunakan
cruiser, dan
diayak menggunakan ayakan dengan ukuran 150
µm partikel. Serbuk direndam dengan 0,01 molL HNO
3
selama 2 jam, kemudian disaring dan dibilas sampai netral dengan
menggunakan air destilasi, selanjutnya dikeringkan pada suhu ruangan. Serbuk
dikumpulkan dalam suatu botol untuk digunakan sebagai sorben.
2.2.2 Pengaruh pH Percobaan
dilakukan dengan
memvariasikan pH 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Ke dalam erlenmeyer dimasukkan 0,3 g
biosorben 150 µm dan ditambahkan 25 mL larutan ion logam PbII 20 mgL
selanjutnya HNO
3
0,01 M dan NaOH 0,01 M ditambahkan
untuk mengatur
pH. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan
100 rpm selama 90 menit. Larutan disaring
dan konsentrasi ion logam pada filtrat ditentukan dengan AAS. Hal yang sama
dilakukan untuk ion logam CuII. 2.2.3 Pengaruh konsentrasi awal logam
Ke dalam erlenmeyer dimasukkan 0,3 g biosorbent 150 µm dan ditambahkan 25 mL
larutan ion
logam dengan
variasi konsentrasi 20-5000 mgL untuk ion PbII
dan 20-3000 mgL untuk ion CuII. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan
100 rpm selama 90 menit. Percobaan dilakukan pada pH optimum. Larutan
disaring dan konsentrasi ion logam pada filtrat ditentukan dengan AAS. Hal yang
sama dilakukan untuk ion logam CuII.
2.2.4 Pengaruh waktu kontak Percobaan dilakukan pada pH optimum. Ke
dalam erlenmeyer dimasukkan 0,3 g biosorbent
dengan ukuran partikel 150 µm dan ditambahkan 25 mL
larutan ion logam PbII
dengan konsentrasi
optimum. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan
3
100 rpm. Percobaan dilakukan dengan variasi waktu kontak 15, 30, 60, 90, dan 120
menit. Larutan disaring dan konsentrasi ion logam pada filtrat ditentukan dengan AAS.
Hal yang sama dilakukan untuk ion logam CuII.
2.2.5 Pengaruh massa biosorben Ke
dalam erlenmeyer
dimasukkan biosorbent ukuran partikel 150 µm dengan
massa 0,1; 0,3; 0,6; 0,9 dan 1,2 gram dan ditambahkan 25 mL
larutan ion logam PbII dengan konsentrasi optimum. Percobaan
dilakukan pada pH dan waktu kontak optimum dengan kecepatan pengadukan
100 rpm. Larutan disaring dan konsentrasi ion logam pada filtrat ditentukan dengan
AAS. Hal yang sama dilakukan untuk ion logam CuII.
2.2.6 Pengaruh kecepatan pengadukan Percobaan dilakukan pada pH optimum. Ke
dalam erlenmeyer dimasukkan 0,3 g biosorben
dengan ukuran partikel 150 µm dan ditambahkan 25 mL
larutan ion logam PbII
dengan konsentrasi
optimum. Pengadukan dilakukan dengan variasi
kecepatan 30, 50, 100, dan 150 rpm dengan waktu kontak optimum. Larutan disaring
dan konsentrasi ion logam pada filtrat ditentukan dengan AAS. Hal yang sama
dilakukan untuk ion logam CuII.
2.2.7 Aplikasi kondisi optimum pada sampel air Sampel air diambil dari air sungai Batang
Arau kota Padang. Sampel disaring terlebih dahulu untuk memisahkan partikel-partikel
padat. 25 mL sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diatur pH optimum
penyerapannya,
serbuk kulit
jengkol dengan massa optimum ditambahkan ke
dalamnya, kemudian diaduk selama waktu optimum dengan kecepatan optimum.
III. Hasil dan Pembahasan 3.1. Pengaruh pH larutan terhadap penyerapan