Hasil dan Pembahasan 3.1. Pengaruh pH larutan terhadap penyerapan

3 100 rpm. Percobaan dilakukan dengan variasi waktu kontak 15, 30, 60, 90, dan 120 menit. Larutan disaring dan konsentrasi ion logam pada filtrat ditentukan dengan AAS. Hal yang sama dilakukan untuk ion logam CuII. 2.2.5 Pengaruh massa biosorben Ke dalam erlenmeyer dimasukkan biosorbent ukuran partikel 150 µm dengan massa 0,1; 0,3; 0,6; 0,9 dan 1,2 gram dan ditambahkan 25 mL larutan ion logam PbII dengan konsentrasi optimum. Percobaan dilakukan pada pH dan waktu kontak optimum dengan kecepatan pengadukan 100 rpm. Larutan disaring dan konsentrasi ion logam pada filtrat ditentukan dengan AAS. Hal yang sama dilakukan untuk ion logam CuII. 2.2.6 Pengaruh kecepatan pengadukan Percobaan dilakukan pada pH optimum. Ke dalam erlenmeyer dimasukkan 0,3 g biosorben dengan ukuran partikel 150 µm dan ditambahkan 25 mL larutan ion logam PbII dengan konsentrasi optimum. Pengadukan dilakukan dengan variasi kecepatan 30, 50, 100, dan 150 rpm dengan waktu kontak optimum. Larutan disaring dan konsentrasi ion logam pada filtrat ditentukan dengan AAS. Hal yang sama dilakukan untuk ion logam CuII. 2.2.7 Aplikasi kondisi optimum pada sampel air Sampel air diambil dari air sungai Batang Arau kota Padang. Sampel disaring terlebih dahulu untuk memisahkan partikel-partikel padat. 25 mL sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diatur pH optimum penyerapannya, serbuk kulit jengkol dengan massa optimum ditambahkan ke dalamnya, kemudian diaduk selama waktu optimum dengan kecepatan optimum.

III. Hasil dan Pembahasan 3.1. Pengaruh pH larutan terhadap penyerapan

logam pH larutan merupakan faktor utama yang mempengaruhi penyerapan ion PbII dan CuII oleh kulit jengkol karena pH menentukan muatan permukaan adsorben dan tingkat ionisasi adsorbat. Percobaan dilakukan pada pH 2 – 7 untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kemampuan kulit jengkol dalam menyerap ion PbII dan CuII. Gambar 1. Pengaruh pH larutan terhadap kapasitas penyerapan ion logam PbII dan CuII, konsentrasi awal 20 mgL selama 90 menit dengan massa biosorben 0,3 g pada kecepatan pengadukan 100 rpm Gambar 1 memperlihatkan penyerapan ion PbII dan CuII oleh kulit jengkol. Kapasitas penyerapan ion PbII dan CuII kecil pada pH 2, namun meningkat dengan naiknya pH larutan dan peningkatan paling tajam terlihat antara pH 2 dan 3 untuk kedua ion logam. Pada pH rendah permukaaan kulit jengkol jenuh oleh proton H + karena konsentrasi proton H + yang tinggi dalam larutan. Hal ini menghalangi pengikatan kation pada sisi aktif biosorben yang menyebabkan berkurangnya kapasitas penyerapan. Peningkatan pH menyebabkan muatan permukaan biosorben lebih negatif sehingga ion logam terserap lebih banyak karena adanya gaya tarik menarik antara kation dan gugus fungsi pada biosorben. Bentuk utama timbal pada pH 3-5 adalah Pb 2+ , PbNO 3 + dan PbNO 3 2aq sementara PbOH 2 mulai terbentuk pada pH 6,3. 11 Pada pH 4-5 terdapat dua bentuk ion CuII [Cu 2+ , CuOH + ] dan CuOH 2 mulai terbentuk pada pH 5. 12 Oleh karena itu kedua ion logam terserap efektif pada pH 3- 6. Besarnya kapasitas penyerapan kedua ion 4 logam pada pH 7 bukan disebabkan oleh proses penyerapan melainkan karena terjadinya pengendapan PbOH 2 dan CuOH 2 . Kapasitas penyerapan maksimum terjadi pada pH 3 dan 5 untuk ion PbII dan CuII yaitu sebesar 1,6667 mgg dan 1,5860 mgg. pH larutan yang tinggi dapat menyebabkan pengendapan dari hidroksida logam. 3 Untuk memastikan tidak adanya gangguan pengendapan logam pada proses penyerapan, maka pH 4 dipilih untuk percobaan ion CuII selanjutnya. pH optimum yang didapatkan sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya mengenai penyerapan ion PbII dan CuII dengan berbagai biomaterial. 13,14,15 3.2. Pengaruh konsentrasi ion logam terhadap penyerapan logam Pengaruh konsentrasi ion logam dipelajari dengan memvariasikan konsentrasi kedua ion logam. Hasil biosorpsi dengan variasi konsentrasi diperlihatkan pada Gambar 2. Gambar 2. Pengaruh konsentrasi larutan terhadap kapasitas penyerapan ion logam PbII pada pH 3 dan CuII pada pH 4 waktu kontak 90 menit, massa biosorben 0,3 g, kecepatan pengadukan 100 rpm Dari Gambar 2 terlihat bahwa kapasitas penyerapan meningkat dengan peningkatan konsentrasi ion PbII dan CuII, berkurang setelah mencapai konsentrasi optimum. Kondisi ini sesuai dengan penelitian- penelitian sebelumnya. Kapasitas penyerapan ion PbII pada biomassa H. Indicus yang diimobilisasi semakin besar dari konsentrasi 25-6000 mgL. 16 Konsentrasi ion PbII dan CuII yang semakin besar memberikan gaya dorong yang lebih besar untuk perpindahan ion logam dari larutan ke sisi aktif kulit jengkol, sehingga kapasitas penyerapan meningkat. Konsentrasi yang tinggi juga memperbesar tumbukan baik antara ion logam dengan biosorben ataupun antar sesamanya. Terjadinya pengurangan kapasitas penyerapan menandakan telah terjadinya kejenuhan pada sisi aktif kulit jengkol. Kapasitas penyerapan maksimum dicapai pada konsentrasi ion PbII 4000 mgL sebesar 99,58 mgg dan pada konsentrasi ion CuII 3000 mgL sebesar 50,7 mgg. Kapasitas penyerapan ion PbII lebih tinggi dibanding ion CuII. Hal ini mungkin karena logam timbal memiliki jari-jari atom yang lebih besar dibanding tembaga. Besarnya jari-jari atom timbal menyebabkan elektron-elektronnya lebih mudah lepas akibatnya timbal semakin elektropositif. Timbal memiliki kemampuan besar untuk membentuk ikatan koordinasi dengan gugus-gugus fungsi kulit jengkol. Sebaliknya, kemampuan tembaga lemah untuk berikatan dengan gugus fungsi karena tembaga kurang elektropositif dibanding timbal. Telah dilaporkan bahwa kapasitas penyerapan ion PbII pada daun Gmelina arborea lebih besar daripada kapasitas penyerapan ion CuII. 17 3.3. Pengaruh waktu kontak terhadap penyerapan logam Pengaruh waktu kontak terhadap penyerapan ion PbII dan CuII pada kulit jengkol dapat dilihat pada Gambar 3. Dari Gambar 3 terlihat bahwa kapasitas penyerapan optimum ion PbII diperoleh pada waktu kontak 30 menit yaitu sebesar 116,67 mgg. Sementara penyerapan optimum ion CuII pada waktu kontak 90 menit dengan kapasitas penyerapan 50,7 mgg. Hasil yang sama untuk penyerapan ion PbII dan CuII oleh biomaterial yang berbeda telah dilaporkan pada beberapa literatur. 17-20 Setelah mencapai waktu 5 optimum, kapasitas penyerapan kedua ion logam berkurang. Pada permulaan penyerapan, sejumlah besar sisi aktif yang Gambar 3. Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas penyerapan ion logam PbII pada pH 3; konsentrasi awal 4000 mgL dan CuII pada pH 4; konsentrasi awal 3000 mgL massa biosorben 0,3 g, kecepatan pengadukan 100 rpm kosong tersedia untuk terjadinya proses penyerapan. Semakin lama adsorbat kontak dengan adsorben, semakin banyak jumlah ion PbII dan CuII yang terserap pada permukaan kulit jengkol, akibatnya sisi aktif yang tersedia menjadi berkurang. Adsorbat membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan biosorben. Ketika monomolekul ini menutupi permukaan biosorben, kapasitas biosorben untuk menyerap logam menjadi berkurang. 21 Pengurangan kapasitas penyerapan dengan peningkatan waktu mungkin juga disebabkan oleh pelepasan kembali ion logam yang telah terikat pada adsorben mengingat ikatan antara ion logam dengan kulit jengkol. 3.4. Pengaruh massa biosorben terhadap penyerapan logam Hubungan antara massa kulit Pithecellobium jiringa dengan kapasitas penyerapan ion PbII dan CuII diperlihatkan pada Gambar 4. Jumlah ion PbII yang terikat per g biosorben berkurang dengan peningkatan jumlah biosorben dari 0,1 g sampai 1,2 g. Sementara nilai Q ion CuII sedikit meningkat dengan peningkatan massa Gambar 4. Pengaruh massa biosorben terhadap kapasitas penyerapan ion logam PbII pada pH 3; konsentrasi awal 4000 mgL; waktu kontak 30 min dan CuII pada pH 4; konsentrasi awal 3000 mgL; waktu kontak 90 min kecepatan pengadukan 100 rpm biosorben 0,1 g ke 0,3 g. Penyerapan maksimum ion PbII sebesar 222,5 mgg dicapai pada penggunaan 0,1 g kulit jengkol. Sedangkan ion CuII memerlukan 0,3 g kulit jengkol untuk mendapatkan kapasitas penyerapan maksimum sebesar 50,7 mgg. Untuk kedua ion logam, kapasitas penyerapan berkurang setelah massa biosorben optimum. Penurunan kapasitas penyerapan disebabkan oleh semakin banyak sisa sisi aktif yang tidak jenuh selama proses adsorbsi artinya jumlah sisi-sisi yang tersedia untuk pengikatan meningkat dengan peningkatan jumlah biosorben. 27 Apabila digunakan dalam jumlah yang lebih banyak maka biosorben tersebut akan membentuk gumpalan-gumpalan yang menyebabkan berkurangnya luas permukaan biosorben. 20 Kondisi yang sama juga dilaporkan beberapa penelitian sebelumnya mengenai penyerapan ion PbII dan CuII dengan berbagai biomaterial. 19,23 6 50 100 150 200 50 100 150 200 250 300 350 400 PbII CuII Kecepatan pengadukan rpm K a p a s ita s p e n y e ra p a n m g g 3.5. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap penyerapan logam Kecepatan pengadukan sangat mempengaruhi penyerapan ion logam oleh biosorben. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap penyerapan ion logam dipelajari dengan memvariasikan kecepatan pengadukan; 30, 50, 100 dan 150 rpm. Hasil penyerapan ion logam PbII dan CuII dengan variasi kecepatan pengadukan diperlihatkan pada Gambar 5. Gambar 5. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kapasitas penyerapan ion logam PbII pada pH 3; konsentrasi awal 4000 mgL; waktu kontak 30 min; massa biosorben 0,1 g dan CuII pada pH 4; konsentrasi awal 3000 mgL; waktu kontak 90 min; massa biosorben 0,3 g Dari Gambar 5 terlihat bahwa kapasitas penyerapan ion PbII dan CuII berkurang dengan peningkatan kecepatan pengadukan. Kapasitas penyerapan maksimum kedua ion logam terjadi pada kecepatan pengadukan 30 rpm. Hal ini mungkin berkaitan dengan besarnya konsentrasi dan afinitas kedua ion logam dengan sisi-sisi aktif pada kulit jengkol yang memungkinkan terjadinya proses pembentukan ikatan yang cepat hanya pada pengadukan yang lambat. Peningkatan kecepatan pengadukan menyebabkan terjadinya desorpsi ion logam yang mengakibatkan menurunnya kapasitas penyerapan. Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap penyerapan ion logam bervariasi, hal ini tergantung pada karakteristik sorben. 24 3.6. Model kesetimbangan biosorpsi Distribusi absorbat antara fase cair dan fase padat dapat dinyatakan melalui model kesetimbangan biosorpsi. Data kesetimbangan penyerapan ion PbII dan dan CuII oleh kulit jengkol dianalisa dengan Isotherm Langmuir dan Freundlich. Isoterm Langmuir ditentukan dengan persamaan: 1 Isoterm Freundlich ditentukan dengan persamaan: 2 Dimana mgg, jumlah logam yang terserap per unit sorben; mgg, kapasitas penyerapan maksimum; Lmg, konstanta Langmuir; mgL, konsentrasi akhir ion logam; dan , konstanta Freundlich. Konstanta dan dihitung dari slope dan intercept dengan memplot 1 versus 1 Ce Gambar 6. Plot log versus log Ce Gambar 7 digunakan untuk menentukan konstanta Freundlich, and . Gambar 6 menyatakan plot Isoterm Langmuir pada variasi konsentrasi ion PbII dan ion CuII. Konstanta Q m dan K L diuraikan pada Tabel 1. Nilai Q m menyatakan kapasitas penyerapan maksimum ion PbII dan CuII per unit kulit jengkol mg g ─ jumlah total sisi aktif yang tersedia untuk penyerapan. Nilai K L menyatakan afinitas antara sorben dan sorbat. Dari tabel dapat dilihat bahwa nilai kapasitas penyerapan maksimum Q m ion PbII lebih besar dari ion CuII. Namun hal ini bukan berarti penyerapan ion PbII lebih bagus daripada ion CuII karena nilai K L ion PbII yang lebih kecil menandakan afinitas antara ion PbII dengan kulit jengkol lebih rendah daripada afinitas ion CuII. 7 Gambar 6. Isoterm Langmuir untuk penyerapan: a PbII, b CuII. Kondisi percobaan: PbII pada pH 3, CuII pH 4, massa biosorben 0,3 g selama 90 menit dengan kecepatan pengadukan 100 rpm. Gambar 7 menyatakan plot Isoterm Freundlich pada variasi konsentrasi ion PbII dan CuII. Konstanta K f dan 1n diuraikan pada Tabel 1. Dari tabel nilai 1n untuk ion PbII adalah 0,3903 dan 0,4069 untuk ion CuII. Sebagaimana nilai 0,1 1n 1, dapat dinyatakan bahwa ion PbII dan ion CuII terserap dengan baik pada percobaan variasi konsentrasi. Gambar 7. Isoterm Freundlich untuk penyerapan : a PbII, b CuII. Kondisi percobaan: PbII pada pH 3, CuII pH 4, massa biosorben 0,3 g selama 90 menit dengan kecepatan pengadukan 100 rpm. 8 Nilai koefisien determinasi R 2 kedua model isoterm Tabel 1 memperlihatkan bahwa percobaan ini cenderung mengikuti isoterm Langmuir daripada Isoterm Freundlich. Hal ini menyatakan bahwa sisi aktif tersebar homogen pada kulit jengkol dimana ion PbII dan CuII menutupi permukaan sorben dengan membentuk satu lapisan monolayer dan terikat pada sisi aktif kulit jengkol secara kimia. Separation factor R L dan surface coverage Ɵ merupakan parameter dari analisis lanjutan persamaan Langmuir. Nilai R L menyatakan tipe isotherm berdasarkan karakteristik penyerapan. Fraksi permukaan biosorben yang dilapisi oleh ion logam dipelajari dari plot Ɵ vs konsentrasi. Nilai R L dihitung dengan persamaan: 3 Nilai Ɵ dihitung dengan persamaan: 4 Dimana , faktor pemisahan; Lmg, konstanta Langmuir; mgL, konsentrasi awal ion logam. Nilai R L dan Ɵ pada variasi konsentrasi ion PbII dan CuII dinyatakan pada Gambar 8a dan Gambar 8b. Nilai R L untuk kedua ion Tabel 2. Perbandingan kapasitas penyerapan maksimum ion PbII dan CuII dengan berbagai biosorben Gambar 8. Plot faktor pemisahan R L a; penutupan permukaan Ɵ b terhadap konsentrasi ion logam PbII dan CuII 9 logam Gambar 8a berada dalam range 0−1, hal ini menyatakan bahwa kulit jengkol merupakan biosorben yang efektif untuk penyerapan ion PbII dan CuII pada konsentrasi rendah. Nilai R L semakin kecil pada konsentrasi lebih tinggi yang berarti bahwa ion logam PbII dan CuII dengan konsentrasi yang tinggi terserap dengan baik pada kulit jengkol. Nilai Ɵ semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi kedua ion logam Gambar 8b. Peningkatan konsentrasi ion logam menyebabkan semakin banyaknya permukaan kulit jengkol yang dilapisi oleh ion logam. Pada konsentrasi yang tinggi nilai Ɵ mengalami sedikit peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa permukaan kulit jengkol hampir seluruhnya dilapisi oleh ion logam PbII dan CuII. Tabel 2 memperlihatkan perbandingan kapasitas penyerapan Qmax; mgg ion PbII dan CuII oleh kulit jengkol dengan berbagai biosorben yang telah dilaporkan pada literatur. 21-33 Dapat disimpulkan bahwa kemampuan kulit jengkol sebagai bahan penyerap ion PbII dan CuII cukup bagus. 3.7. Analisa FTIR Spektrum FTIR kulit jengkol sebelum dan sesudah penyerapan ion PbII digunakan untuk menentukan jenis gugus fungsi yang terdapat pada kulit jengkol serta melihat perubahan intensitas dari gugus-gugus fungsi tersebut setelah penyerapan ion PbII. Spektrum diukur pada range angka gelombang 400 - 4000 cm -1 dan hasilnya dinyatakan pada Gambar 9. Gugus karboksil menunjukkan serapan −C=O muncul pada 1630 cm -1 Gambar 9a dan 1626 cm -1 Gambar 9b dan absorbsi −OH yang muncul sebagai pita lebar pada 3455 cm -1 Gambar 9a dan 3451 cm -1 Gambar 9b. Pita pada 1036 cm -1 Gambar 9a dan 1035 Gambar 9b merupakan pita −C−O dari alkohol. –CH diamati pada 2927 dan 2925 cm -1 . Gugus sulfonil ditandai dengan adanya pita S=O yang naik menjadi 1379 cm -1 setelah penyerapan ion PbII. Analisa FTIR memperlihatkan keberadaan gugus-gugus fungsi karboksil, hidroksil dan sulfonil yang mengalami per geseran angka gelombang, hal ini mengindikasikan adanya keterlibatan gugus-gugus ini dalam pembentukan ikatan dengan ion logam PbII. Gambar 9. Spektrum FTIR kulit jengkol sebelum a dan sesudah b penyerapan ion PbII 3.8. Aplikasi pada sampel air Pada aplikasinya, sampel diambil dari sungai Batang Arau kota Padang. Sebelum diujikan pada kulit jengkol, dilakukan penelitian pendahulu untuk mengetahui konsentrasi awal ion logam PbII dan CuII dalam sampel air. Data pengukuran awal sampel air dan konsentrasi logam setelah diperlakukan dengan kulit jengkol ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Data konsentrasi logam PbII dan CuII dalam air sungai Batang Arau kota Padang dan setelah diperlakukan dengan kulit jengkol Kondisi optimum untuk ion PbII dan CuII diaplikasikan pada sampel air sungai Batang Arau kota Padang untuk mengurangi konsentrasi kedua ion logam tersebut yang terdapat didalamnya. Hasil penyerapan dengan menggunakan kulit buah jengkol ditunjukkan pada Gambar 10. 10 Kulit jengkol menyerap 72,28 ion PbII dengan kapasitas penyerapan 0,4775 mgg. Sementara penyerapan ion CuII pada kulit jengkol memiliki efisiensi penyerapan 95,52 dengan kapasitas penyerapan 0,174 mgg. Besarnya nilai efisiensi penyerapan pada kedua ion logam dikarenakan konsentrasi ion logam dalam sampel air Gambar 10. Kurva kapasitas penyerapan ion logam PbII dan CuII pada sampel Air Muaro, Padang setelah diperlakukan dengan kulit jengkol. limbah terhitung kecil. Rendahnya kapasitas penyerapan kedua ion logam mungkin disebabkan oleh adanya logam-logam lain yang terdapat dalam sampel air sungai Batang Arau kota Padang sehingga terjadi kompetisi dalam penyerapan.

IV. Kesimpulan