88
juga  mengandung  azadirachtin,  salalinin, meliantriol,  nimbin  dan  nimbidin,  mampu
membunuh larva Aedes aegypty.
4
Senyawa  terpenoid  yang  telah  berhasil diisolasi  dari  tumbuhan  mimba  sebagai
berikut,  6 β-Hydroxygedunin,  odoratone,
limocin,  dan  meliatetraolenone.
5-8
Dari beberapa  penelitian  yang  telah  dilaporkan,
masih sangat
sedikit laporan
yang menjelaskan  tentang  aktivitas  sitotoksik
senyawa dari
ekstrak daun
mimba. Sehingga  perlu  dilakukan  penelitian  untuk
memperoleh  informasi  tentang  aktivitas sitotoksik dari ekstrak daun mimba.
II. Metodologi Penelitian 2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
Bahan-bahan  yang  digunakan  adalah  daun mimba
sebagai sampel
yang telah
dikeringanginkan,  metanol  CH
3
OH,  etil asetat  C
4
H
8
O
2
,  heksan  C
6
H
14
,  klorofom 5  CHCl
3
,  asam  klorida  pekat  HCl, logam  magnesium  Mg,  besi  III  klorida
FeCl
3 ,
anhidrida  asetat,  asam  sulfat  pekat H
2
SO
4
, pereaksi
Mayer, akuades,
alumunium  foil,  dan  silika  gel  60  0,063- 0,200  mm  keluaran  Merck,  larva  udang
Artemia salina , air laut,dan dimetilsulfoksida
DMSO. Alat  yang  digunakan  adalah  seperangkat
alat  distilasi,  rotary  evaporator  Heidolph WB  2000,  oven,  kertas  saring  Whatman
no.42,  kolom  kromatografi,  peralatan  gelas yang
umum digunakan
dalam laboratorium,  chamber,  plat  KLT,  lampu
Ultraviolet    =  254  dan  356  nm,  Fisher melting  point  apparatus,  spektrofotometer
Ultraviolet  Secoman  S1000  PC  dan  Fourier Transform  Infra  Red  Perkin  Elmer  1600
FTIR spectrometer.
2.2. Prosedur penelitian Bahan yang digunakan adalah daun mimba
yang  diambil  di  daerah  Sulik  Aia,  Solok sebnyk  1,5  kg.  Kemudian  dikeringanginkan
dan
dihaluskan sehingga
didapatkan sampel bubuk sebanyak 1 kg. Sampel bubuk
tersebut  direndam  dengan  menggunakan pelarut  ,  n-heksan,  etil  asetat,  dan  metanol.
Ekstrak  yang  didapat  di  uapkan  dengan mengggunakan  rotary  evaporator  hingga
didapatkan ekstrak pekat. Selanjutnya
pengerjaan dilanjutkan
terhadap  fraksi  n-heksana  fraksi  aktif sitotoksik.  Fraksi  ekstrak  pekat  etil  asetat
dilanjutkan  dengan  kromatografi  kolom dengan
menggunakan  fasa  diam  silika  gel 60  0,063-0,200  mm  dengan  menggunakan
eluen  n-heksan  dan  etil  asetat  dengan menggunakan  sistem  Step  Gradient  Polarity
SGP. Senyawa
murni yang
didapat diuji
kemurnian  dengan  uji  titik  leleh  dan dikarakterisasi
dengan menggunakan
pereaksi  Lieberman-Burchard,  FTIR  Perkin Elmer  1600  series  dan  lampu  UV      =  254
dan  356  nm.  Selanjutnya  dilakukan  uji sitotoksik  dengan  menggunakan  metode
Brineshrimp Lethality Bioassay BSLT.
2.3 Uji Sitotoksik Salah  satu  cara  untuk  menapis  kandungan
senyawa aktif biologis dari tanaman adalah dengan  menggunakan  metoda  “Brine
Shrimps  Lethality  Bioassay”.  Metoda  ini pertama  kali  dilakukan  oleh  Meyer  dkk
1982. Metoda ini dapat digunakan sebagai petunjuk untuk senyawa sitotoksik.
9
Hewan  percobaan  yang  digunakan  adalah larva  udang  Artemia  salina  Leach.  Larva  ini
diperoleh  dengan  cara  menetaskan  telur udang  selama  48  jam  dalam  wadah
pembiakan. Persiapan
sampel uji
dibuat variasi
konsentrasi  10,  100,  1000  mgmL  tiap  tiap fraksi. Kemudian ditambahkan 50 L DMSO
dan  2  mL  air  laut.  Hal  yang  sama  juga dilakukan  terhadap    kontrol.  Jumlah  larva
yang mati dihitung setelah 24 jam. Dari data tersebut dapat dihitung nilai LC
50
.
10
III. Hasil dan Pembahasan 3.1. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder
Dari  proses  ekstraksi  diperoleh  ekstrak pekat  n-heksana,  etil  asetat  dan  metanol
seperti pada Tabel 1 Tabel 1. Hasil proses ekstraksi
89
3.2 Pemisahan dan pemurnian Hasil  pemisahan  dengan  kromatografi
kolom  diperoleh  satu  senyawa  dari  fraksi yang  terdapat  pada  vial  70-75.  Senyawa
yang  terdapat  pada  vial  70-75  merupakan senyawa  berbentuk  kristal  menjarum.  Yang
kemudian dimurnikan dan di reksristalisasi. Senyawa  hasil  isolasi  dimonitor  dengan
Kromatografi  Lapis  Tipis  dengan  berbagai eluen  yang  menunjukkan  bahwa  senyawa
telah  murni  dengan  penampakan  noda tunggal
berwarna merah
setelah ditambahkan  reagen  Lieberman  Burchard.
Berikut  data  KLT  senyawa  murni  dengan nilai Rf dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai Rf senyawa hasil isolasi
Berdasarkan hasil KLT senyawa hasil isolasi dengan  beberapa  perbandingan  eluen
didapatkan noda
tunggal, ini
mengindikasikan  bahwa  senyawa  yang diisolasi  telah  murni.  Dari  hasil  pengujian
titik  leleh  didapatkan  titik  leleh  dari senyawa ini adalah  sebesar  151,8
o
C – 152,3
o
C  .  Rentang  titik  leleh  senyawa  yang didapatkan
adalah 0,5
o
C ini
mengindikasikan  bahwa  senyawa  telah murni  karena  senyawa  dapat  dikatakan
murni  apabila  titik  lelehnya  mempunyai rentang ± 2
o
C 3.3 Karakterisasi
Spektrum  UV  dari  senyawa  murni  yang telah berhasil diisolasi memberikan serapan
maksimum  pada
λ
max
:  204  nm  ditunjukan pada gambar 1.
Gambar  1.    Spektrum  Ultraviolet  senyawa  hasil
isolasi Berdasarkan panjang gelombang yang dapat
dilihat  pada  gambar,  yaitu  pada  λ  204  nm menunjukkan
bahwa adanya
ikatan rangkap  yang  tidak  berkonjugasi  yang
terdapat pada senyawa hasil pemurnian. Hasil  pengukuran  spektroskopi  inframerah
memperlihatkan  beberapa  pita  serapan yang terlihat pada pada gambar 2.
Gambar  2.  Spektrum  Inframerah  senyawa  hasil
isolasi Pada  spektrum  memperlihatkan  beberapa
angka  gelombang,  yaitu  angka  gelombang 3480
cm
-1
dengan pita
melebar menunjukkan adanya vibrasi dari gugus O-
H yang didukung oleh adanya serapan pada angka
gelombang 1150
cm
-1
yang menunjukkan  vibrasi  dari  gugus  C-O.
Serapan  pada  angka  gelombang  2960  cm
-1
menunjukkan  adanya  vibrasi  dari  C-H alifatis. Serapan penting lainnya pada angka
gelombang  1705  cm
-1
menunjukkan  adanya vibrasi  gugus  C=O.  Geminal  dimetil  yang
merupakan serapan khas senyawa golongan terpenoid  ditunjukkan  pada  daerah  1370
dan 1480 cm
-1
.
90
3.4 Hasil Uji Toksisitas dan LC
50
Fraksi  MeOH,  n-heksana  dan  fraksi  EtOAc ekstrak
daun mimba
dilakukan uji
toksisitasnya  sebagai  skrining  awal  adanya aktifitas  sitotoksik  dengan  menggunakan
metoda  uji  Brine  Shrimps.    Dari  pegolahan data maka didapatkanlah nilai dari LC
50
tiap tiap fraksi, dapat dilihat pada tabel 3
Tabel  3.  LC
50
dari  fraksi  n-heksan,  EtOAc,  dan MeOH
Dari  hasil  perhitungan  nilai  LC
50
diketahui bahwa,  ketiga  fraksi  yang  diujikan  yaitu
fraksi  MeOH,  n-heksan  dan  EtOAc.  Hanya fraksi
EtOAc dan
n-heksan yang
memberikan  respon  yang  aktif  terhadap  uji ini  dengan  nilai  LC
50
yaitu  126,55  μgml dan  80,43
μgml.  Berdasarkan  literatur diketahui  bahwa  secara  umum  ekstrak
tumbuhan  yang  memiliki  nilai  LC
50
1000 μgml  termasuk  aktif  biologis  dan
farmakologis.    kedua  fraksi  ini  bersifat toksik  karena  memiliki  nilai  LC
50
1000 μgml
7,8
. Fraksi  yang  paling  aktif  sebagai
sitotoksik dalam pengujian ini adalah fraksi n-heksana,
sehingga frksi
ini yang
dilanjutkan  pemisahannya  sesuai  dengan yang  tercantum  pada  subbab  2.2  rosedur
penelitian  dengan  nilai  LC
50
=    179.43 μgml.
IV. Kesimpulan Fraksi  n-heksana  dari  daun  Azadirachta