Mengatasi Negativitas melalui Marxisme sebagai Sains Imanensi
misalnya, kita dapat melihat konsep “tatapan medis” medical gaze se- bagai korelat dari teknik orthopedi. Melalui tatapan medis dari seorang
dokter yang menguasai piranti epistemik tertentu, yang bekerja me- lalui formasi diskursif tertentu, terkonstitusikanlah identitas sang
pasien sebagai sang pasien, yakni sebagai subyek sejauh ia secara seka- ligus merupakan obyek sains.
221
Korelasi dengan orthopedi nampak melalui cara di mana tatapan medis bekerja dengan formasi obyek
diskursif—sang pasien—berdasarkan otoritas pembatasan dan spesi- ikasi yang mengimposisikan suatu pengetahuan kepada obyeknya
222
, atau dengan kata lain, suatu imposisi tentang apa yang “lurus” dan
ideal pada sesuatu yang dicurigai “bengkok”. Orthopedi, dengan demikian, merupakan subyektivasi yang
berproses melalui formasi diskursif tertentu, melalui pengetahuan tertentu, dan mengangkat subyek sejauh sebagai obyek bagi pengeta-
huan tersebut. Ini tak pelak lagi adalah suatu mekanisme negatif—ti- dak hanya karena ia datang dari sesuatu yang transenden terhadap si
“subyek”, melainkan juga karena ia diintroyeksikan ke dalam subyek sedemikian sehingga ia tetap menjadi obyek dalam perannya sebagai
subyek. Oleh karena subyektivasi bekerja melalui skema epistemik, maka kita jadi paham ketika Foucault mengatakan bahwa manusia
adalah temuan yang cukup baru dan akan segera berakhir, terhapus, “seperti seraut wajah yang tenggelam pada pasir di tengah lautan.”
223
Manusia adalah temuan yang relatif baru dan akan lenyap di kemu- dian hari sebab ia pertama-tama adalah konstruksi epistemik tentang
subyek yang merentang dalam sejarah pengetahuan. Logika orthopedi inilah yang terangkum dalam apa yang dise-
but Foucault sebagai disiplin, yakni metode kontrol atas fungsi tubuh yang dipertahankan demi suatu dwifungsi: kepatuhan docility dan ke-
221. Lh. Michel Foucault, The Birth of The Clinic: An Archaeolog y of Medical Perception
diterjemahkan oleh AM Sheridan Smith London: Tavistok Publications, 1973, hlm. 197.
222. Lih. penjelasan tentang formasi obyek diskursif ini dalam Michel Foucault, The
Arcaeolog y of Knowledge diterjemahkan oleh AM Sheridan Smith London: Tavistok Publications, 1972, hlm. 44.
223. Michel Foucault, The Order of Things diterjemahkan oleh AM Sheridan Smith
London: Tavistok Publications, 1970, hlm. 387.
gunaan utility.
224
Pada tahap ini—fase Discipline and Punish—Foucault tak lagi menyatakan bahwa disiplin berjalan melalui formasi diskursif
melainkan melalui relasi kuasa yang meresapi ranah sosial dan indi- vidual. Dengan kata lain, instansi yang memegang fungsi subyektivasi
bukan lagi pengetahuan melainkan kekuasaan. Dan kekuasaan ini bekerja, pertama-tama, melalui pengaturan ulang atas ruang. Foucault
memberikan ilustrasi tentang kuasa melalui ruang ini.
225
Pada akhir abad ke-16 di Eropa, ketika wabah tengah menghunjam sebuah kota,
apa yang akan dilakukan pertama kali oleh administrasi kota itu ialah partisi atas ruang, yakni mulai dari isolasi kota dari distrik di sekitarnya
hingga pelarangan atas penduduk untuk keluar dari rumah mereka. Seluruh suplai bahan vital diatur oleh sekelompok penjaga yang juga
memonitor jika terjadi pelintasan ruang. Model ruang macam inilah yang disebut Foucault sebagai ruang yang membeku frozen space di
mana semua orang diam pada tempatnya, “inspeksi berjalan tanpa henti” dan “tatapan waspada di mana-mana.”
226
Redistribusi ruang oleh kekuasaan inilah yang terejawantah dalam ekonomi umum panoptisisme. Pada konteks ini, tatapan tidak
niscaya merupakan instrumen dari yang menguasai; ia juga menjadi sumber ketundukan-diri. Foucault menunjukkan ini melalui analisa
atas panoptikon, sebuah konsep arsitektur dari Jeremy Bentham ten- tang penjara yang tersusun oleh sel-sel yang melingkari sebuah me-
nara pengawas tunggal yang tinggi dan dapat mengobservasi seluruh aktivitas dalam tiap sel. Menurut konsepnya, penjara ini didesain agar
dapat menyajikan pengawasan total total surveillance atas perilaku ta- hanan untuk kemudian mereformasi tingkah-laku para tahanan terse-
but. Jadi, di satu pihak, sang direktur di menara pengawas memiliki visibilitas absolut atas seluruh tahanan tanpa terlihat sementara, di
pihak lain, para tahanan tak dapat melihat apapun yang terjadi dalam menara pengawas dan terekspos secara total terhadap tatapan dari
menara sentral. Dalam arti apa, pada kasus para tahanan ini, melihat berarti dikuasai? Memang, para tahanan yang terkuasai itu tak dapat
224. Michel Foucault, Discipline and Punish: The Birth of The Prison diterjemahkan oleh
Alan Sheridan London: Penguin Books, 1991, hlm. 137. 225. Ibid., hlm. 195.
226. Ibid.
melihat apa yang terjadi, atau siapa yang sedang berada, di dalam me- nara pengawas dan ketakterlihatan invisibility ini merupakan “jaminan
bagi tatanan.”
227
Namun apakah ini berarti mereka tak dapat melihat sesuatu pun? Mereka melihat sesuatu: menara akbar yang mereka tahu
tengah mengobservasi mereka. Dengan kata lain, mereka melihat suatu penglihatan yang tak terlihat yang sedang diarahkan kepada mereka. “Pengli-
hatan yang tak terlihat” yang bersumber pada menara pusat itu dapat mereka “lihat” persis karena mereka tidak melihatnya; efek kekuasaan
justru menjadi optimal pada saat mereka yang dikuasai tak pernah sungguh tahu apakah mereka sedang dikuasai atau tidak. Itulah se-
bab kenapa pengawasan absolut selalu merupakan pengawasan-diri, kenapa penglihatan yang tak terlihat itu dapat memaksa para tahanan
untuk akhirnya pasrah pada tatapan itu dan menertibkan dirinya.
Pelajaran yang dapat ditarik dari panoptikon ialah bahwa kekuasaan merupakan sesuatu yang anonim, impersonal. Seorang gadis
kecil, turis, pelajar yang berdarmawisata, siapapun, dapat masuk ke dalam menara pusat, menyalakan lampu, dan dimulailah mekanisme
kontrol absolut itu. Panoptikon men-disindividualisasi kekuasaan sedemikian sehingga ia dapat bekerja secara otomatis tanpa dijaga
oleh seorangpun misalnya ketika lampu menara menyala karena para sipir lupa mematikan lampu.
228
Logika orthopedik dari panoptikon tampak melalui peran reformatoris-nya: koreksi atas perilaku para ta-
hanan melalui internalisasi nilai yang digiring oleh rasa terus-menerus diawasi.
229
Logika inilah yang membuahkan hasilnya, pada suatu hari di pertengahan abad ke-19, di panti reformatoris Mettray tatkala seorang
bocah berkata, seraya terbaring sekarat: “Betapa menyedihkan saya meninggalkan koloni begitu cepat”.
230
Pada saat itulah, kata Foucault, terlahir seorang “syuhada” panti reformatoris—ia yang telah mengin-
ternalisasikan nilai rasa sakit negativitas sedemikian rupa sehingga terasa sebagai sesuatu yang mulia dan membahagiakan.
227. Ibid., hlm. 200. 228. Ibid., hlm. 202.
229. Ibid., hlm. 203. 230. Ibid., hlm. 293.