Gaya Manajemen Konflik Perawat Supervisor di Rumah Sakit

Medan. Namun pada penelitian Iglesias dan Vallejo 2012, ditemukan bahwa gaya manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh perawat untuk menyelesaikan konflik di tempat kerja adalah compromising. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan gaya menajemen konflik berdasarkan tempat kerja. Ada banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan menggunakan gaya manajemen konflik. Perbedaan tersebut dipicu oleh adanya asumsi seseorang mengenai konflik yang mempengaruhi pola perilaku individu dalam menghadapi situasi konflik dan persepsi seseorang tentang penyebab konflik. Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi konflik akan menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya. Pola komunikasi, kecerdasan emosional dan kepribadian turut menentukan gaya manajemen konflik. Selain itu, pengetahuan, kekuasaan, uang dan pengalaman merupakan sumber yang dimiliki seseorang sebagai modal dalam manajemen konflik. Gaya manajemen konflik wanita berbeda dengan gaya manajemen konflik laki-laki. Perbedaan budaya dalam organisasi dengan norma prilaku yang berbeda akan cendrung menggunakan gaya manajemen konflik yang berbeda pula Faktor pengalaman seorang manajer menentukan pemilihan gaya manajemen konflik. Penelitian oleh Guerra 2011 menyatakan bahwa 11 dari 13 perawat telah menjadi manajer sejak lulus dan menyatakan bahwa mereka tidak tahu tentang peran manajemen sebelum mengambil fungsi ini. Sehingga perawat menganggap bahwa konflik adalah imanen dalam organisasi, yang melibatkan kebutuhan untuk hidup dan berinteraksi dengan mereka. Adanya konflik internal Wirawan, 2010. menunjukkan respon individu terhadap masalah untuk menjadi yang paling menentukan bagi para manajer. Ada kebutuhan untuk memahami asal konflik dan faktor-faktor yang mendukung pendirian mereka, serta untuk mengakui pentingnya respon interdisipliner. Hal ini juga menjadi penyebab terjadinya perbedaan penggunaan manajemen konflik. Gaya manajemen konflik dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan seorang perawat. Kepala perawat yang menganggap diri mereka secara signifikan lebih sebagai pemimpin transformasional dari pemimpin transaksional. Sehingga gaya kompromi paling umum digunakan sebagai strategi manajemen konflik. Kepemimpinan transformasional secara signifikan mempengaruhi strategi konflik Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang beragam pada data karakteristik demografi perawat supervisor kedua Rumah Sakit Pemerintah di kota Banda Aceh. Sesuai dengan teori tentang faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik, maka ditemukan bahwa perawat supervisor perempuan memainkan peranan lebih banyak daripada laki-laki dalam manajemen konflik. Dari segi usia, status perkawinan dan lama menjadi perawat supervisor membentuk kematangan dan kedewasaan berpikir pada perawat supervisor saat menghadapi konflik di rumah sakit. Sedangkan pendidikan terakhir perawat supervisor akan menunjang peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Sehingga dapat dijadikan sumber oleh perawat supervisor dalam memilih strategi menyelesaikan konflik. Berdasarkan keberagaman karakteristik perawat supervisor maka gaya manajemen konflik yang paling sering digunakan adalah gaya integrating. yang dipilih. Namun Sekitar setengah dari perawat yang disurvei menggunakan hanya satu tipe dalam manajemen konflik Hendel, 2005. Aspek lain yang berkaitan gaya manajemen konflik adalah evaluasi diri, kompleksitas perawatan dan hubungan dengan manajer serta rekan keperawatan dan tingkat persepsi konflik. Gaya manajemen konflik menjadi media hubungan antara konflik dan kepuasan dalam pekerjaan. Evaluasi diri memiliki efek langsung pada stres kerja sedangkan stres kerja memiliki dampak langsung terhadap kepuasan kerja Almost, 2010. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan gaya manajemen konflik yang digunakan baik oleh pimpinan perawat maupun perawat pelaksana. Hal ini disebabkan berbagai faktor seperti evaluasi diri, gaya kepemimpinan, kekuasaan jabatan bahkan karakteristik demografi individu walaupun tidak semua data demografi berdampak pada gaya manajemen konflik. Karakteristik demografi perawat supervisor pada penelitian ini berbeda dengan analisa karakteristik demografi pada penelitian sebelumnya. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendel 2005 yang menyatakan bahwa sebahagian besar karakteristik demografi tidak berhubungan dengan pemilihan strategi manajemen konflik. Sebuah pengaruh yang signifikan terhadap manajemen konflik menurutnya adalah masa jabatan. Karena dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa masa jabatan akan membuat seseorang menggunakan gaya kolaborasi. Semakin banyak seorang pimpinan perawat menduduki jabatannya, maka semakin sering dia menggunakan gaya kolaborasi sebagai strategi dalam manajemen konflik.

5.3 Hubungan Kompetensi Supervisi dengan Gaya Manajemen Konflik

Kompetensi merupakan suatu keadaan menjadi kompeten atau mampu memenuhi semua tuntutan. Kompetensi merupakan kualitas pribadi atau kemampuan untuk melaksanakan tugas yang diperlukan Swansburg, 2001. Sedangkan manajemen konflik adalah strategi penyelesaian masalah yang paling tepat dengan tujuan mengurangi perbedaan persepsi antara kedua pihak yang terlibat Marquis Huston, 2010. Pengetahuan individu mendasari hubungan kompetensi dan gaya manajemen konflik. Namun nilai kompetensi yang baik atau rendah tidak menjamin seseorang memilih gaya manajemen tertentu. Hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara kompetensi supervisor dengan gaya manajemen konflik. Hal ini terlihat dari nilai p value 0,05 yang muncul pada analisa silang hubungan antara kompetensi dengan 5 gaya manajemen konflik, yaitu dominating, integrating, compromising, avoiding dan obliging. Hasil ini didapat walaupun perawat supervisor kompeten atau tidak kompeten. Begitu juga gaya manajemen konflik yang sering digunakan atau yang tidak sering digunakan. Hasil penelitian sebelumnya menemukan hubungan aspek-aspek terkait dengan gaya manajemen konflik selain kompetensi. Morrison 2008 menggambarkan ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan gaya penanganan konflik. Ada hubungan positif dengan gaya kolaboratif dan hubungan negatif dengan akomodatif. Sehingga masalah stres emosional harus dijadikan perhatian utama di lingkungan kerja perawat. Hal ini penting agar perawat dapat belajar bagaimana cara yang efektif menangani konflik di lingkungan kerja. Mengembangkan kompetensi kecerdasan emosional dan memahami bagaimana cara efektif menangani konflik diperlukan untuk perawat yang bekerja dalam situasi yang sangat menegangkan. Ketika konflik didekati dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, menciptakan kesempatan untuk belajar keterampilan interpersonal yang efektif. Kinerja seseorang dapat juga dikaitkan dengan kompetensi seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Mulyono 2013 memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh yang siqnifikan antara kompetensi dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01, Ambon. Berbeda dengan hasil penelitian Sayuni 2012 dimana didapatkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana. Begitu juga dengan hasil penelitian Sitepu 2010, ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi sikap dan keterampilan terhadap kinerja perawat. Hasil penelitian ini menunjukkan ada persamaan dengan hasil penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini tidak ada hubungan antara kompetensi dengan gaya manajemen konflik. Pada penelitian sebelumnya, kompetensi mempengaruhi kinerja seseorang bukan mempengaruhi gaya manajemen konflik. Begitu juga dengan gaya manajemen konflik tidak dipengaruhi oleh kompetensi melainkan oleh kecerdasan emosional seseorang. 5.3.1 Hubungan antara Kompetensi Supervisi dengan Gaya Dominating pada Perawat Supervisor. Gaya dominating merupakan gaya manajemen konflik dimana pihak yang terlibat konflik hanya berusaha memenuhi tujuannya sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan lawan konfliknya. Seseorang yang menggunakan gaya manajemen dominating dipengaruhi oleh uang, kekuasaan, pengalaman dan pengetahuan Wirawan, 2010. Kompetensi menunjukkan bahwa perawat professional memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk melakukan pekerjaan Swansburg, 2001. Sehingga individu yang menggunakan gaya dominating adalah individu yang kompeten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kompetensi perawat supervisor dengan gaya dominating yang digunakan perawat supervisor di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh. Hasil penelitian ini menemukan gambaran dimana mayoritas perawat supervisor yang tidak kompeten baik di RSUDZA maupun BLUDRSJ tidak sering menggunakan gaya dominating dalam manajemen konflik. Hasil penelitian sesuai dengan teori dimana mayoritas perawat supervisor yang tidak kompeten tidak menggunakan gaya dominating. Perawat supervisor yang tidak kompeten adalah perawat supervisor yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan masih rendah. Sehingga perawat supervisor tersebut tidak mampu menggunakan pengaruh agar ide-idenya diterima, tidak mau menggunakan wewenang untuk membuat keputusan sesuai kehendaknya, menggunakan keahliannya untuk mengambil keputusan, bersikap tegas dalam