Kompetensi Perawat Supervisor di Rumah Sakit
mampu memotivasi kinerja dan mampu menjaga komunikasi terbuka dengan orang lain. Kemampuan inilah yang menjadi nilai tinggi bagi perawat supervisor
sebagai manajer di rumah sakit. Ada beberapa faktor yang dapat dikaitkan dengan tingkat kompetensi
seseorang. Perbedaan jender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi. Menurut Swansburg 2001, ada beberapa perbedaan jender dalam
kompetensi yang membuat perempuan atau laki-laki lebih unggul. Perempuan lebih unggul dari laki-laki dalam kehadiran, optimisme, inisiatif, ketegasan,
keyakinan dan minat untuk mengembangkan orang lain. Sedangkan laki-laki lebih unggul dari pada perempuan dalam harga diri, percaya diri, menikmati tantangan,
kontrol diri, keterlibatan dalam perubahan dan komitmen terhadap pelayanan komunitas. Berdasarkan perbedaan jender ini, laki-laki lebih berkomitmen untuk
maju dan membuat perubahan kedepan sehingga lebih berwawasan dan meiliki pengetahuan dalam memimpin. Sedangkan perempuan lebih terampil dalam
mengatur bawahan sesuai dengan keinginanya. Hal inilah yang menjadi landasan adanya perbedaan kompetensi antara pemimpin perawat laki-laki dengan
perempuan. Jumlah perawat supervisor perempuan dalam penelitian ini lebih banyak dari
pada perawat supervisor laki-laki. Hal ini berarti perempuan mendominasi jumlah perawat supervisor yang kompeten di rumah sakit. Perbedaan jumlah tenaga
perawat laki-laki dan perempuan yang bekerja di rumah sakit menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi. Oleh karena asuhan keperawatan lebih dikuasai
mayoritas perawat supervisor perempuan di kedua rumah sakit milik pemerintah
ini, maka dalam kompetensi supervisi intervensi lansung perempuan lebih kompeten dari pada perawat supervisor laki-laki.
Kompetensi dapat membentuk karakteristik sikap dan kepribadian seseorang yang dapat dikembangkan melalui lembaga pendidikan. Setiap institusi
pendidikan akan mengembangkan model pendidikan yang dapat mengarahkan pada lulusan yang memiliki kemampuan tertentu. Ada berbagai jenjang
pendidikan keperawatan yang mendukung terbentuknya kompetensi, seperti program pendidikan ners dan ners spesialis Nursalam Efendy, 2008.
Tingkat pendidikan terakhir perawat supervisor dalam penelitian ini paling banyak adalah pendidikan sarjana keperawatan S1 tanpa program ners. Padahal
sesuai dengan teori, pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seorang perawat dapat diperoreh dari program pendidikan ners dan ners spesialis yang memiliki
landasan keilmuan dan landasan keprofesian yang kuat. Lulusan sarjana keperawatan tanpa program ners atau ners spesialis yang bertugas sebagai
perawat supervisor dalam penelitian ini hanya berbekal pengetahuan konseptual dimana akan hilang jika tidak disertai dengan ketrampilan yang berulang-ulang.
Sehingga perawat supervisor tidak dibekali dengan ketrampilan dan kemampuan praktik keperawatan yang cukup.
Faktor umur mempengaruhi tingkat pendidikan karena semakin tinggi umur berdampak pada kemampuan belajar seseorang dalam memaknai dan memahami
pekerjaan yang sedang dijalankan. Menurut Notoatmodjo 2003, usia akan menjadi indikator kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan untuk
melakukan sesuatu yang mengacu pada setiap pengalaman yang dimiliki. Semakin
tua umur seseorang maka kesiapan dalam melakukan tugas semakin baik dan lebih berpengalaman. Semakin lanjut umur seorang perawat, maka semakin
bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral, lebih berbakti dari pada usia muda Notoatmodjo, 2003.
Sebahagian besar perawat supervisor dalam penelitian ini berusia dewasa madya dan banyak diantaranya telah menikah. Usia dewasa madya merupakan
usia yang berkisar antara 41 sampai 60 tahun Hurlock, 2001. Menurut Prasetyo 2013, usia dewasa madya mempengaruhi karakter seseorang sehingga
berdampak pada kompetensi yang dicapai. Pada usia ini kepribadian seseorang berubah akibat Perubahan fisik maupun psikologis yang dialami yang akan
berdampak pada motivasi kerja dan prestasi. Pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan untuk berkembang akan berjalan lambat seiring masalah yang
dihadapi. Saat usia madya, seseorang akan mengalami kejenuhan dalam beraktivitas yang sama atau pernah dijalani. Sehingga menghambat dalam
mengembangkan kompetensi yang telah diperoleh sebelumnya. Faktor lain yang berdampak pada kompetensi adalah pengalaman kerja.
Perawat supervisor dalam penelitian ini kebanyakan telah bekerja sebagai perawat supervisor selama 2 sampai 10 tahun. Menurut Morrow McElroy dalam Seniati
2005, pengalaman kerja 2 sampai 10 tahun berarti telah memasuki masa kerja katagori lanjutan atau advancement stage. Hal ini berarti perawat supervisor telah
melewati masa perkembangan dalam karir pekerjaanya. Tentunya banyak pengalaman kerja yang berpengaruh secara positif dan maupun negatif terhadap
kepuasannya. Pengalaman ini akan menjadi modal dalam bertugas yang dapat
membentuk karakter kompetensi. Menurut Michael Zwell 2008, Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasikan orang,
komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainnya. Orang yang tidak pernah berhubungan dengan organisasi besar tidak mungkin
dapat mengembangkan kecerdaasan organisasional untuk memahami dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan. Maka dapat dikatakan bahwa ada
hubungan pengalaman kerja dengan kompetensi perawat supervisor. Faktor lain yang dapat dikaitkan terhadap perbedaan kompetensi adalah
tempat kerja. Terdapat perbedaan jumlah perawat supervisor yang kompeten dalam kompetensi supervisi antara RSUDZA dengan BLUDRSJ. Seperti kita
ketahui bahwa visi, misi dan tujuan penyelengaraan rumah sakit umum dan rumah sakit jiwa memiliki perbedaan. Asuhan keperawatan pada pasien jiwa berbeda
prosesnya dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system tubuh lainnya. Menurut Raharjo 2006, ada perbedaan antara perawat umum
dengan perawat jiwa. Perawat umum lebih menitikberatkan pada perawatan kesehatan jasmani meskipun rohaninya tidak terlupakan. Sebaliknya perawat
kesehatan jiwa lebih menitikberatkan pada kesehatan rohani tanpa mengesampingkan jasmani. Observasi lebih lanjut bahwa perawat jiwa lebih
mengandalkan komunikasi terapeutik sebagai kompetensi dalam asuhan keperawatan sedangkan perawat umum lebih kepada kompetensi tindakan
perawatan fisik, seperti memenuhi cairan tubuh dan merawat luka. Perbedaan ini berdampak pada pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan perawat supervisor
dalam menguasai konsep bimbingan atau pelatihan pada perawat pelaksana.
Ada berbagai perbedaan kompetensi pada perawat dalam menjalankan fungsinya. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tafwidhah 2010
tentang kompetensi perawat, menggambarkan bahwa kompetensi yang dimiliki perawat di Puskesmas terdiri dari pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Perawat
yang memiliki pengetahuan yang baik sebesar 56,8 , perawat yang memiliki sikap yang baik sebesar 44,9 dan perawat yang memiliki ketrampilan yang baik
sebanyak 50,8 . Sehingga menunjukkan adanya temuan bahwa perawat yang kompetensinya baik masih sedikit.
Penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya dimana perawat supervisor masih sedikit yang kompeten. Perawat supervisor
berasal dari perawat pelaksana yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dalam asuhan keperawatan namun tidak menjamin memiliki
kompetensi yang baik. Kalau merujuk kepada definisi kompetensi, seharusnya memang ada hubungan antara pekerjaan dangan kompetensi. Kompetensi adalah
suatu kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaantugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan
tersebut. Menurut Armstrong Baron, kompetensi merupakan dimensi perilaku yang menggambarkan bagaimana orang berperilaku ketika menjalankan perannya
dengan baik Wibowo, 2011. Menurut Winardi 2009 kompetensi terbentuk dengan adanya keselarasan
antara kemampuan mental dan ketrampilan fisikal. Sehingga tidak jarang dijumpai adanya pekerja yang sangat termotivasi dengan kompetensi ini, namun tidak
memiliki kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan juga tidak bisa bekerja
dengan baik. Dengan demikian, orang yang unggul dalam melaksanakan tugas menunjukkan kompetensi pada skala yang tinggi. Sementara orang yang unggul
dalam melaksanakan tugas pada dasarnya adalah orang yang memiliki kompetensi yang baik.
Ada berbagai aspek dalam mengukur kompetensi yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya. Wibowo 2011 memandang kompetensi dari sudut
tipe, kategori, model, tingkatan dan strata kompetensi. Sementara pada penelitian ini, kompetensi di nilai berdasarkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan.
sehingga diperoleh hasil yang berbeda terhadap tingkat kompetensi perawat supervisor dengan perbandingan yang signifikan antara jumlah perawat super
visor yang kompeten dengan yang tidak kompeten. Ada beberbagai kriteria dalam mengukur tingkat kompetensi seorang
pimpinan atau manajer. Sebagai seorang manajer, seorang perawat supervisor diharapkan memiliki kompetensi yang mampu memberi pandangan ke masa
depan. Huston 2008 merekomendasikan kompetensi yang penting pada
pemimpin perawat kedepan. Kompetensi ini mencakup perspektif global atau pola pikir mengenai isu-isu keperawatan profesional kesehatan dan keterampilan
teknologi yang memudahkan mobilitas dan portabilitas hubungan, interaksi dan proses operasional. Seorang pimpinan diharapkan memiliki keterampilan
pengambilan keputusan yang berakar pada ilmu pengetahuan empiris. Selanjutnya seorang pimpinan perawat diharapkan memiliki kemampuan untuk membuat
budaya organisasi yang dapat mencapai kualitas kesehatan pasien yang baik dan keselamatan pekerja. Kompetensi lainya adalah memahami dan mengerti terhadap
proses intervensi yang tepat dan sesuai dalam kebijakan, mengembangkan keterampilan membangun kerjasama kolaboratif dan tim, kemampuan untuk
menyeimbangkan kinerja awal dan kinerja yang diharapkan, mampu merencanakan dan proaktif beradaptasi dengan sistem kesehatan yang ditandai
dengan perubahan yang cepat. Aspek-aspek kompetensi dalam penelitian ini telah mewakili bagian dari
konsep klasifikasi kompetensi yang dirumuskan oleh para ahli sebelumnya. Pada dasarnya kompetensi merupakan sebuah gugusan yang saling berhubungan antara
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh seorang individu dalam efektifitas organisasi Slocum Hellriegel, 2009. Kompetensi juga bagian
dari kepribadian seseorang yang telah tertanam dan berlangsung lama dan dapat memprediksi perilaku dalam berbagai tugas dan situasi kerja Spencer Spencer,
1993.