Anak dari Kelompok Minoritas Anak Penyandang Cacat

anak terlantar atau anak penyandang cacat, baik milik pemerintah maupun swasta, baik yang dikelola di rumah pribadi untuk kelompok kecil anak maupun di dalam bangunan asrama untuk 200 anak. Panti asuhan untuk Anak Terlantar terutama mengasuh anak yatim piatu, anak yatimpiatu dan anak yang orangtuanya tidak mampu mengasuh mereka. Jumlah panti asuhan di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 7.000 buah, yang mengasuh sekitar setengah juta anak. Pemerintah Indonesia mengelola kurang dari 1 panti asuhan dan lebih dari 99 dikelola oleh masyarakat, terutama organisasi keagamaan. Dari hasil studi, dalam panti asuhan, presentase anak yatim piatu sebanyak 6 dan anak yatimpiatumemiliki kedua orangtua sebanyak 90. Kebanyakan anak-anak yang masih memilki satu atau kedua orangtua bukan ditelantarkan, tetapi ditempatkan di panti asuhan karena kesulitan ekonomi, dengan tujuan mendapatkan pendidikan Seseorang yang Berguna : Kualitas Pengasuhan di Panti Sosial Asuhan Anak di Indonesia, Departemen Sosial, Save the Children Unicef, 2008 Selama tahun 2007, program yang dijalankan mencakup 33 propinsi dan 395 kabupatenkota. Data dalam tabel tersebut di atas memperlihatkan data PSAA yang memperoleh bantuan subsidi BBM sejumlah 4.035 panti. Subsidi diberikan bagi 128.016 anak yang diasuh oleh panti. Data yang dikumpulkan melalui subsidi BBM merupakan sumber informasi terbatas mengenai panti asuhan di Indonesia, mengingat tidak semua panti asuhan memperoleh subsidi dan tidak terdapat terdapat data akurat mengenai jumlah, penyelenggaraan dan pengawasan panti asuhan di Indonesia Seseorang yang Berguna : Kualitas Pengasuhan di Panti Sosial Asuhan Anak di Indonesia, Departemen Sosial, Save the Children Unicef, 2008.

k. Anak dari Kelompok Minoritas

Persebaran Komunitas Adat Terpencil tahun 2005 mengalami berbagai masalah yang timbul di lokasi KAT diantaranya “Kasus Salulemo” di Propinsi Sulawesi Selatan, dimana kasus tanah tersebut telah menjadi isu dan terangkat ke permukaan. Pemberdayaan KAT yang dilaksanakan sekitar tahun 1980-an dirasakan tidak adanya kejelasan status tanah pada lokasi KAT tersebut. Seperti juga kasus tanah di permukaan KAT lokasi Gunung Benoa, Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, lokasi pemukiman mereka saat ini berada pada posisi strategis. Pada lokasi tersebut akan dibangun “Jalan Trans Kalimantan” warga KAT tergiur untuk menjual lahan-lahan mereka kepada para cukong guna pembangunan proyek jalan tersebut. 32 Kasus-kasus lain yang ditemukan juga terjadi di Desa Tawaenalo Kecamatan Raterate Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggaran. Warga KAT menjual aset berupa lahan yang mereka miliki dari program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil tahun 1984. Kasus-kasus tersebut di atas pada umumnya ditengarai adanya indikasi yang menunjukkan sikap warga KAT yang kurang memahami tenang kepemilikan meraka sebagai sumber kehidupan, dan tidak adanya kemauan mereka dalam mengamankan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang sudah bergulir dengan baik di lokasi tersebut.

l. Anak Penyandang Cacat

Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS Departemen Sosial RI menunjukkan bahwa pada tahun 2006 jumlah total anak penyandang cacat di seluruh Indonesia adalah 295.763 anak. Propinsi dengan jumlah anak penyandang cacat terbanyak berturut-turut adalah Jawa Tengah 53.634 anak, Jawa Barat 36.494 anak, dan Jawa Timur 31.022 anak. Sedangkan propinsi dengan jumlah anak penyandang cacat paling sedikit berturut-turut adalah Bangka Belitung 935 anak, Papua Barat 986 anak, dan Gorontalo 1.238 anak. Berdasarkan SUPAS 2005, jumlah anak bisa diperkirakan mencapai 35 atau sekitar 80 juta dari total penduduk seluruhnya. Jika memakai angka ini, maka tidak sampai 1 persen anak yang menyandang cacat. Data lain berdasarkan Susenas tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah penyandang cacat usia sekolah 5-18 tahun berjumlah 317.016 anak. WHO memperkirakan bahwa di suatu negara setidaknya 15,9 penduduknya adalah penyandang cacat. Memakai perkiraan ini, maka pada tahun 2005 ada sekitar 33 juta penduduk Indonesia penyandang cacat, dan 10 juta diantaranya adalah anak-anak.

2.6. Dasar hukum pembangunan KPA: